Karena dengan Patricia ia tidak berhasil, ia mencoba peruntungan dengan Laura. Ia tidak tahu apa benar Cupid menembakkan panah kepadanya, tetapi suatu kebetulan itu yang membuat Gilbert ingin mencobanya. Ia melihat Laura setelah Cupid berkata bahwa ia akan mencoba memberi takdir baru pada Gilbert.
Laura teman semasa SMA-nya itu menjadi cukup sering mengirimkan chat padanya. Terlihat seperti chat basa-basi biasa memang. Namun Gilbert tetap membalasnya. Ia dapat merasakan balas-balasan pesan kurang bahasan yang membuat beberapa orang mengeluh itu.
Suatu kali, Laura mengirimkan pesan padanya untuk bertemu. Gilbert tidak merasa ingin melakukan hal itu. Ia tidak terlalu mengenal gadis itu. Mereka tidak pernah akrab saat sekolah menengah, jadi ia pun menjawab dengan formal pula.
Apakah urusannya juga sepenting itu ya sehingga Laura perlu bertemu dengannya. Pada akhirnya, Gilbert mencari alasan dan mengelak bahwa ia tidak dapat bertemu dengan gadis itu.
Ia merasa bahwa Cupid benar-benar mendukung gadis seperti Patricia dan Laura. Ia bertemu secara tidak sengaja lagi dengan Laura di warung makan. Kebetulan, warung makan sedang ramai sehingga Laura menyapanya dan duduk disampingnya. Mereka menikmati makanan sekaligus berbicara beberapa hal.
Saat sedang makan, ia juga melihat Patricia yang sedang mengantri membeli makan di warung makan yang sama. Patricia bertemu tatap dengannya dan menyapanya. Gadis itu juga melihat Laura. Ia terlihat seperti berbicara kepada penjualnya lalu menghampiri meja mereka.
“Hai, Laura, hi Gilbert!”
“Hai, Pat sudah lama tidak bertemu, ya!!” Laura berseru girang.
“Eh, aku juga baru melihat kamu, loh. Kamu juga berkuliah di kota ini ya ternyata.” Sama seperti Gilbert yang baru melihat Laura temannya itu, Patricia juga baru melihat Laura.
“Iya, aku mendaftar lagi dan menjadi angkatan 19. Aku juga berkuliah di universitas yang sama dengan kalian.”
“Jurusan?”
“Psikologi.”
“Sepertinya kalian satu fakultas, ya. Tapi aku lupa, jurusan apa Pat?”
“Iya kami fakultas tapi aku jurusan teknik lingkungan.”
Pesanan Patricia sudah tiba dan mereka melanjutkan menyantap makanan mereka. Mereka makan dengan santai namun Gilbert dapat merasakan Patricia yang menatapnya dan Laura bergantian.
“Kalian pergi bersama, ya tadi? Atau kebetulan ketemu kayak aku?”
Laura melihat ke arah Gilbert sekilas lalu menjawab, “kebetulan, kok. Namun agak sering sih aku kesini soalnya disini enak, kan. Sampai ramai begini jadi aku duduk bersama orang yang aku kenal saja.”
“Ahh,.. iya benar. Tempat makan disini memang enak. Dekat juga dengan kampus sehingga anak-anak mahasiswa pada beli disini.” Patricia mengangguk-angguk setuju.
Mereka lanjut melahap habis makanan. Setelah itu pergi membayar bersamaan. Masing-masing dari mereka mengendarai motor sehingga berpisah. Patricia dan Laura saling melambaikan tangan sambil tersenyum.
“Sampai ketemu selanjutnya!”
Ketika berkata sampai bertemu selanjutnya, mereka benar-benar bertemu lagi. Karena jurusan yang berbeda membuat mereka selalu bertemu di luar kampus, baik itu di warung makan, tempat menjual jajanan atau saat berbelanja di mini market. Benar-benar suatu kebetulan yang aneh menurut Gilbert. Ia semakin curiga apabila Cupid benar-benar menembakkan panah.
Berbicara mengenai Cupid, ia belum bertemu Cupid selama beberapa hari terakhir ini. Sedikit curiga karena biasanya Cupid akan selalu mengganggunya. Apalagi ia sedang makan bersama Patricia, loh! Biasanya dewa itu selalu mengejeknya bila terlihat ada ‘kemajuan’ sekecil apapun.
Gilbert pernah bertanya pada Laura mengenai Eros atau Cupid yang terkenal sebagai dewa cinta dan nafsu seksual. Patricia juga yang sedang bersama mereka juga terlihat tertarik dengan jawaban Laura, meski sepertinya alasan ketertarikan Patricia berbeda dari Gilbert.
“Eros dan Cupid. Ya aku pernah mendengar tentang nama itu. Cupid adalah dewa yang membawa anak panah dan dikaitkan dengan percintaan, bukan? Eros adalah seorang dewa, benar? Tapi aku lupa dewa apa.”
“Apa kamu tahu Hades dan dunia bawahnya?”
“Pernah baca dan dengar saja.”
“Pernah melihatnya?” tanya Patricia.
Laura mengernyitkan kening bingung lalu menggeleng. “Enggaklah. Aku gak yakin itu nyata.”
Dari sini Gilbert dapat menarik kesimpulan bahwa benar tidak semua orang dapat melihat sosok mereka. Tidak semua orang melewati masa kematian seperti dirinya. Rohnya dibawa bertemu Kharon lalu menyebrangi sungai. Beberapa orang yang percaya dapat bereinkarnasi dan beberapa orang yang tidak percaya juga Gilbert saksikan dapat bereinkarnasi.
Gilbert juga menarik hipotesis bahwa Cupid mungkin saja tidak menembakkannya pada Laura. Ia tidak mungkin menjangkau yang tidak menerima berkat penglihatannya.
Dunia ini luas dan pastinya ada beragam kepercayaan yang diimani manusia. Dari hidup pertama dan keduanya cukup banyak manusia yang memiliki kepercayaan yang sama. Mereka mendirikan kuil, memberikan persembahan dan menerima berkat langsung. Pada zaman tersebut sihir juga masih tersedia dan belum pudar seperti sekarang.
Gilbert adalah salah satu yang memiliki berkat berupa penglihatan kepada dewa. Gilbert sendiri memang tidak pernah memuja mereka, terutama di zaman modern seperti sekarang ini. Para entitas diatas tidak terlalu memaksa mereka dan langsung menghukum mereka bila tidak menjadi pengikutnya.
“Tadi kau dengar, kan bagaimana Laura tidak bisa melihat seperti kita?” tanya Patricia ketika mereka sudah berdua.
Gilbert mengangguk. Selepas membeli belanjaan, Patricia mengajaknya berbicara sebentar.
“Aku memang sudah tahu bahwa tidak semuanya seperti kita. Namun yang tidak bisa melihat itu, tidak melihat sama sekali, ya. Aku penasaran ketika mereka meninggalkan dunia ini.”
“Sepertinya mereka akan langsung menuju tempat yang menyerupai Padang Elysian ataupun Tartaros.”
“Ah, ya benar. Yah, mereka tidak perlu repot untuk menyiapkan obolos seperti kita. Susah juga bagi yang terpilih dan tidak ada kerabat yang mempercayai seperti ini. Pantas saja banyak sekali yang harus menunggu sangat lama di tepi sungai.”
Gilbert mengangguk. Ia tahu bagaimana keadaan sungainya dan ia juga pernah mengalami menjadi salah satu roh manusia tersebut.
“Oh, karena Laura tidak dapat melihat Cupid, maka dia tidak dipilih, dong. Kita sudah ditakdirkan dan bahkan Cupid menjodohkan kita sejak lama. Jadi kita harusnya berakhir bersama gak sih??!!”
Pembicaraan yang terlihat cukup serius tadi berganti ketika Patricia mulai membahas takdir Cupid. Gilbert dengan wajah datar meninggalkan gadis itu dan menaiki motornya untuk pulang. Patricia hanya menghela napas, lagi-lagi ia ditinggalkan begitu saja.