Kehidupannya yang kedua tidak jauh beda dari terakhir kali ingatan pertamanya muncul. Ia terlahir di negeri yang dipimpin oleh sistem kerajaan. Vince dan Alice masih hadir dengan nama depan yang sama. Begitupula dengan Gilbert dan Alice. Hanya saja sekarang kediaman mereka berada di negara yang berbeda dengan kehidupan yang sebelumnya.
Pagi itu, Ray Lindsey mencari tuannya yang sudah berkelana entah kemana. Ia harus memastikan Tuannya Vince masuk ke kelas dengan tepat waktu, terutama pada hari pertamanya. Akademi mereka mengajarkan pengetahuan dan juga mengenai praktek sihir.
Ray masih menjadi pelayan seorang Vince. Namun karena ia terlahir di Baroness Lindsey sehingga statusnya lebih tinggi dari terakhir kali. Akademi tempatnya bernaung mengambil murid dari berbagai status, mulai dari bangsawan hingga rakyat yang berprestasi. Walaupun pelayan, Ray masih termasuk keluarga Baroness sehingga dapat memasuki akademi.
Akademinya berada di ibukota sehingga mereka menaiki kereta. Ray dan Vince juga sudah melihat keadaan kelas mereka nanti. Hanya saja saat Ray ingin keluar memeriksa kembali keberadaan Vince seolah gaib. Ia sudah keliling mencarinya, tetapi tak kunjung ditemukan juga.
“Aduh!”
Saking terlalu fokus pada tujuannya, ia jadi tidak menyadari sekelilingnya. Didengar dari suaranya, sepertinya ia menabrak seorang gadis. Pada saat Ray melihat pada korban, ia terpaku pada surai kemerahan yang panjang. Ray terpaku pada iris biru kehijauan yang juga sedang balas menatapnya dengan iris mata melebar.
“Ah, maaf aku menabrakmu. Aku tidak terlalu melihat jalan.” Ray bisa mendengar suara yang membuat jantungnya berdentum.
Rambut kemerahaan dan iris hijau serta wajah yang tampak familier, kepala Ray segera membunyikan sinyal. ‘Apa kita pernah bertemu sebelumnya?’ Rasanya Ray ingin melontarkan pertanyaan seperti itu.
Melihat Ray yang terdiam memandangnya, gadis berambut kemerahan itu memanggil Ray sekali lagi. Ray mengerjapkan kedua matanya, ia kemudian tersadar dengar kenyataan. Ray dapat melihat terdapat bros kecil lambang daerah yang menandakan bahwa gadis di hadapannya adalah bangsawan.
Ray pernah melihat lambang itu, dan sepertinya itu adalah lambang keluarga seorang Count.
Segera saja Ray membungkuk untuk meminta maaf, “Mohon maafkan saya, Lady karena tidak memperhatikan jalan!”
Ia melihat gadis itu mengibaskan tangan, seolah berkata bahwa itu tidak apa. “Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, kau sedang mencari Tuan Muda Versailles, bukan?”
Ray semakin bingung karena pertanyaan yang dilontarkan gadis ini. Bagaimana ia dapat mengetahui kalau ia sedang mencari tuannya?
“Aku bertemu dengannya di rumah kaca di sebelah barat. Ia juga bersama dengan Tuan Putri dan Tuan Pengurus rumah kaca.”
“A-Ah, terimakasih banyak, Lady.”
Meski sedikit bingung bagaimana sang Lady bangsawan mengetahuinya, Gilbert mencoba mengenyahkan pikirannya. Setelah menerima ucapan tersebut, Lady bangsawan itu segera pergi dari sana. Ray juga pergi sesegera mungkin sembari memastikan tidak ada yang melihat mereka berduaan. Pada zaman ini, tidak diperkenankan wanita dan pria saling berhenti di jalan untuk berbincang. Selain tidak sopan, hal itu juga dapat menimbulkan buah bibir orang tidak bertanggung jawab.
Hal itu mungkin pengecualian untuk Vince dan juga Alice. Sekali lagi, Alice adalah seorang Putri. Rasanya setiap orang tahu diri untuk tidak menebarkan fitnah padanya.
Ray memang penasaran siapa gadis yang ditemuinya tadi. Namun ia bisa mengetahui sendiri atau menunggu seseorang dengan kasta lebih tinggi mengenalkannya. Mungkin saja Tuannya sudah mengenal gadis itu dan suatu saat nanti mungkin ia akan mengenalkannya padanya.
Benar saja. Beberapa hari kemudian saat ingin mengantarkan kudapan berupa roti-roti manis untuk Vince, gadis itu terlihat bersama Tuannya. Sepertinya mereka sedang bercanda.
“Ah, Ray kemari!”
Ray berjalan lalu memberi salam kepada Tuannya Vince dan juga gadis bangsawan yang ditemuinya. Ia segera menata kudapan pada meja kecil diantara Vince dan gadis bangsawan tersebut.
“Ray, perkenalkan, Lady Maria Schneider dari Count of Flanders. Lady Maria, ini adalah Ray Lindsey dari Baron of Lindsey.”
“Senang bertemu dengan Anda, Lady.”
“Senang bertemu dengan Anda, Sir.”
Mereka tidak hanya berkenalan singkat begitu saja. Vince dan Alice semakin sering bermain bersama dan mengajaknya. Momen-momen kedekatan mereka mulai terlihat sejak Gilbert bertemu dengannya ketika kelas memasak.
“Nina, apakah kamu disini?”
Ray sedang berada di dapur khusus pelayan untuk menyiapkan camilan untuk Vince. Walaupun ia juga ikut bersekolah, tetapi Vince ingin merasakan masakan Ray. Ray mendengar suara yang familiar lagi ketika ia sedang memasak. Ia membalikkan badan dan bertemu tatap dengan Maria. Gilbert menyapanya dengan sopan.
“Ah, maaf mengganggu. Aku sedang mencari Nina pelayanku. Ia berambut cokelat di kepang, apa ada yang mungkin melihatnya?” Maria bertanya pada orang-orang yang sedang berada di ruangan tersebut.
Beberapa orang saling menatap satu sama lain dahulu sebelum menjawab tidak ada diantara mereka yang melihat pelayannya. Maria menghela napas, mungkin ia sedang melakukan hal lain.
Maria kemudian menghampiri Gilbert dan menyapanya. “Halo, Tuan, kamu sedang apa?”
“Saya sedang menyiapkan camilan untuk Tuan Vince. Hanya roti dengan sup saja sudah dapat mengisi laparnya,” jawab Ray.
“Wahh keren!” kedua mata Maria benar-benar berbinar ketika melihat prosesnya. Ia ikut kemanapun Ray berjalan. Dan saat akan bertemu dengan Vince, Maria tetap mengikutinya. Ray merasa sedikit malu namun ia tidak berani untuk menolak, lagipula Maria hanya memperhatikannya saja.
“Apakah kamu terbiasa memasak, Tuan? Atau apa kamu yang selalu memasak juga bila di kediaman Versailles?” tanya Maria penasaran.
“Tidak, Lady. Ada pelayan dan koki istana yang menyiapkan makanan sehari-hari di kediaman dan disini. Namun terkadang Tuan Vince meminta saya untuk membuatkannya camilan walaupun hanya roti.”
Maria menanggungkkan kepala. “Hal itu berarti Tuan Vince percaya dan menyukai masakanmu, Tuan. Aku juga ingin mencicipi masakan Tuan Ray!”
Gilbert merasa sedikit tersipu ketika mendengar hal itu. Ia melirik makanannya sekilas lalu menatap Maria lagi. “Lady bisa ikut kalau Lady berkenan. Saya membuatkan kudapan cukup karena Tuan Putri juga sedang bersamanya.”
“Wahh!!” seru Maria senang. “Sungguh aku boleh ikut? Suatu kehormatan bisa ikut bersama Tuan Vince dan Tuan Putri serta mencicipi hidangan dari Tuan Ray.”
“Terimakasih, Lady.”
Vince dan Alice sudah berada disana dan menyambut Maria ketika ia tiba. Mereka duduk dan berbincang-bincang santai.
Ray juga merasa kalau ia menjadi sering bertemu dengan Maria. Dibandingkan mengemban aktivitas di akademi dengan nyaman, ia tetap saja terus mengurusi Tuannya Vince. Selepas kelas ia akan mencari Tuannya itu berada untuk memastikan keadaannya.
Saat ia melewati lapangan luas tempat para murid biasa melakukan panahan ia mendengar suara gaduh. Terdengar seperti beberapa suara wanita yang bersahut-sahutan dan terdengar menjengkelkan.
Pada awalnya Ray ingin segera berlalu saja karena merasa ia terlalu ikut campur. Namun ketika ia mendengar nama Lady Schneider terdengar, ia berusaha mencuri dengar. Ia berusaha bersembunyi tanpa suara dibalik dinding terdekat.
“Lady Schneider, kau benar-benar tidak tahu diri, ya?” baru saja mencuri dengar sudah mendengar perkataan memalukan seperti itu.
“Kau pasti sedang mencari muka bukan? Padahal Putri Count rendahan sepertimu tidak pantas dekat dengan mereka,”
“Tuan Versailles pasti jijik dan tidak ada pilihan untuk meladenimu supaya tidak mencemari nama baiknya, tapi kau benar-benar tidak tahu diri terus mendekat.”
Ray menggelengkan kepalanya dan menghela napas dengan perlahan. Seberapa banyak kah wanita yang tengah merundung Lady Schneider. Lagipula Lady-Lady disana tidak berhak berkata semacam itu pada Tuannya. Tuannya terkenal sebagai Putra Duke yang ramah dan ceria. Buktinya saja Lady Schneider mudah menjadi dekat dengan mereka. Bukankah mereka yang tidak tahu diri?