Setiap hidup memiliki awalan yang berbeda. Pada hidupnya yang ketujuh, Gilbert terlahir di keluarga yang baik. Ia memiliki kedua orang tua dan seorang kakak perempuan yang sayang padanya.
Saat masih bayi, Gilbert tidak memiliki ingatan masa lalunya maupun dapat memiliki kesadaran utuh. Rohnya masih murni dan polos. Beranjak kanak-kanak ingatan itu juga masih belum pulih. Ingatan masa lalu itu muncul ketika sudah melewati masa menuju pendewasaan.
Memang tidak semua ingatan serta merta kembali kepadanya. Tidak setiap jenjang usia pula dapat ia ingat. Hanya peristiwa yang ingin ia kenang atau yang ingin dewa tunjukkan padanya. Entah itu peristiwa menyenangkan, menyedihkan atau menyakitkan. Yang jelas, diantara semua ingatan itu, Eros akan selalu membuatnya ingat pada dirinya dan pada misinya.
Ia mendapat ingatannya sehari dimana tubuhnya menjadi dewasa. Setelah mendapati pendewasaan, ia bertemu dengan Eros dalam mimpinya.
Beberapa kabar dan literatur memang mengatakan Eros sangat tampan. Wajahnya simetris terpahat sempurna. Rahang begitu kokoh, alisnya melengkung tegas dan tatapannya tajam. Tubuhnya pun sangat proporsional. Gilbert sedikit iri dengan para dewa yang memiliki penampilan yang memukau, dan Eros adalah dewa yang paling tampan yang pernah ada.
Bila Eros mewujud nyata di dunia, pasti banyak wanita yang menaruh perhatian padanya. Mungkin saja ia akan jadi selebriti ataupun idola. Oh, tidak, jangan-jangan perempuan yang dapat bertemu Eros malah menyukai dewa itu dibanding menyukai takdir yang dipilihnya.
Meskipun begitu, sosok Eros yang seperti anak kecil lebih melekat dalam ingatan Gilbert. Eros dalam sosok anak kecil biasa dipanggil Cupid. Mungkin karena sudah terpatri sifat menyebalkan seorang Cupid sehingga tidak ada lagi kharisma seorang Eros.
Namun sesungguhnya, sungguh aneh bertemu dengan Eros setelah mimpi pendewasaanmu. Kau yang seorang pria bertemu dengan pria tampan ahli cinta dan hasrat seksual… Untung saja Gilbert tidak terlalu memikirkannya dan sudah terbiasa.
Berbicara mengenai pendewasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Gilbert mendapat pengalaman yang tidak terlupakan di tujuhbelasan-nya pada reinkarnasinya yang ketujuh. Tidak, ia tidak mengadakan pesta ulang tahun. Ia malu membayangkan ia berdiri di tengah tengah kerumunan dengan kue di hadapannya. Bernyanyi, tiup lilin. Hm mungkin saja tidak selalu seperti itu, tapi Gilbert juga tidak tahu membuat suasana menyenangkan.
Masa-masa SMA memang menyenangkan dan Gilbert benar-benar mengalaminya. Bersekolah di SMA unggulan di daerahnya dan ia tinggal di asrama. Semua teman-teman dan adik kelasnya menyenangkan. Mereka semua berbaur dan dapat saling mendukung satu sama lain.
Gilbert tidak mengingat ulang tahunnya. Sejujurnya asramanya tidak ada kalender sehingga ia dan beberapa murid tidak terlalu memperdulikan hari. Semua murid asrama bangun pada pukul lima dan akan melaksanakan olah raga pagi. Gilbert juga bersiap seperti biasa.
Namun ia merasa heran ketika namanya dipanggil untuk menjadi instruktur senam, walaupun bukan gilirannya. Namun karena yang menjadi pengawas dan pembimbing mereka adalah seorang tentara, ia menurut saja. Mana tampang tentaranya seram lagi.
“Selamat pagi!”
“Semangat pagi!”
Mereka memulai dengan salam yang bersahutan. Satu tangan mengepal dibawa kedepan dengan mantap.
“Salam apa itu, gak kedengaran. Ulangi sekali lagi!” Salah satu tentara yang bernama Pak Adi merangsek maju dan mengomentari.
Gilbert sedikit mengeryitkan dahi karena merasa suaranya sudah nyaring. Ia berdeham, mencoba mengumpulkan lagi suara.
“Selamat pagi!!”
“Semangat pagi!!”
“Jadi laki kok pelan banget suaranya, gak teges lagi. Gimana itu. Ya udahlah lanjut aja. Tapi yang keras suaranya, yang semangat!”
Gilbert menganggukkan kepalanya pelan untuk menyetujui perkataan tentara. “Oke, sebelum kita lari pagi, kita lakukan pemanasan terlebih dahulu.”
Pemanasan berjalan lancar, tetapi tiba-tiba tentara menyeramkan itu datang dan mengomentarinya lagi. “Kok dari tadi aku lihat kamu terlalu lemas ya. Dibilang harus semangat ya semangat! Badan gede tapi ga ada tenaga.”
“Baik, pak,” sahut Gilbert sambil menggangguk.
“Kurang keras suaramu itu, ulangi lagi,”
“Baik pak!”
Karena disuruh seperti itu, berusahalah Gilbert untuk mengeluarkan suaranya. Namun, suaranya malah terlalu keras hingga terdengar seperti membentak. Pak Adi si tentara menyeramkan dan Pak Yono tentara yang lain sampai terkejut.
Gilbert pun memiliki raut wajah yang tidak bersahabat. Wajahnya memang cenderung seperti orang yang cuek dan juga sombong. Sudah memiliki wajah yang dapat membuat orang salah paham, perasaan dongkol dalam dirinya juga seperti seakan mendorong Gilbert berekspresi ‘tidak sopan’.
“Loh, kok ngomongmu begitu?” seru Pak Adi.
“Melawan kah? Gak terima diajarin?” Pak Yono ikut mengompori.
Suasana terasa menjadi kaku. Tidak ada murid yang bergerak. Kebanyakan murid tidak tahu dasar perbuatan kali ini, jadi mereka merasa prihatin dan bingung dengan apa yang dialami oleh Gilbert. Beberapa yang sudah menebak juga tidak berani untuk bergerak macam-macam.
“Sekarang kamu jungkir!”
Jungkir? Gilbert menaikkan sebelah alisnya. Apa maksudnya jungkir? Bagaimana melakukan jungkir?
“Gak tau? Kamu gak tahu jungkir?”
Pak Adi mencontohkan gerakannya. Gerakannya sama seperti gerakan roll depan yang beberapa kali dilakukan dalam kelas olahraga. Namun karena ini tidak dilakukan di atas matras, jadi sebelah tangan saja yang menekuk dan memberi gaya untuk melakukan gerakan roll. Sementara tangan lainnya melindungi kepala.
Gilbert merasa itu lebih susah, nekat mencoba dengan dua tangan tanpa melindungi kepalanya. Hal itu tentusaja mengundang komentar lagi dari Pak Adi dan Pak Yono.
“Loh, kok dikasih tau gitu?”
“Berhenti! Berhenti!”
Pak Adi memberikan tatapan tajam pada Gilbert. “Kamu ini gak mau dikasih tau ya. Sudah dibilang suaramu kecil, ya nyaringkan suaramu. Tapi jangan berteriak juga Dikasih tau caranya supaya kepala aman, malah gak diturutin! Kamu ga suka dibilangin? Mau melawan sama kamu? Mau melawan orang tua?”
Kepala Gilbert tetap tertuju kedepan tetapi tatapannya mengarah ke arah lain selain Pak Adi. Bila ia menunduk sedikit saja, pasti akan ditegur lagi karena tidak boleh menunduk. Agak terasa kesunyian beberapa saat sebelum akhirnya terdengar suara nyanyian.
“Selamat ulang tahun~! Selamat ulang tahun~!”
Pak Yono datang dengan membawa kue. Semua murid jadi ikut bernyanyi. Pak Adi yang sedaritadi memarahi Gilbert berubah menjadi sumringah. Ia jadi tertawa lebar sekali. Nah, kalau seperti itu tidak terlihat menyeramkan.
“Hahahah! Pasti kaget ya karena ada seperti ini. Yah, ini adalah salah satu cara kami untuk merayakan ulang tahun anak murid. Selanjutnya siapa lagi, tidak ada yang tahu haha!
“Tapi serius nih. Kamu itu tinggi dan badanmu itu bagus loh Tampangmu juga oke. Tadi kamu sudah bagus, tapi coba lebih tegas lagi. Kalau kamu bisa, nanti kamu saya latih biar jadi tentara macam saya hahah”
Gilbert hanya menanggapinya dengan canggung. Selanjutnya ia disuruh berdiri di tengah-tengah dan semua murid asrama memberikan selamat padanya. Ia dan teman-temannya berbagi kue yang diberikan tadi.
Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan. Gilbert jadi ingin merahasiakan tanggal kelahirannya sehingga tidak ada kejadian seperti ini lagi.