Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

Akhirnya! Tisha bersorak dalam hati tatkala melihat Sawala bangkit sembari menepuk-nepuk rok, tanda aktivitas beres-beres musala telah usai, terlihat dari semua mukena sudah kembali terlipat dan tersimpan rapi di lemari.

Tisha segera menjauh dari jendela yang digunakannya untuk mengintip Sawala. Kembali menuju tempat sepatu Sawala tersimpan. Kedua tangan Tisha mengencangkan tali ransel, bersiap untuk pulang cepat.

Di hari keempat Tisha cukup senang. Sebab, tidak seperti kemarin-kemarin, hari ini Sawala tidak terlalu merecokinya. Tisha jadi bisa merasa sedikit tenang. Saat di perpustakaan, setelah membantu pengunjung lain, Sawala tidak ada mengajak Tisha mengobrol, perempuan bermata belok itu malah asyik membaca buku bahkan sampai tak menawari permen seperti biasanya.

Saat waktunya pulang pun Sawala menjemput Tisha tanpa banyak aksi. Dia hanya menunggu di teras kelas, kemudian mengode untuk melangkah bersama ke musala tanpa bergandengan. Sampai selesai salat dan menunggu waktu untuk merapikan mukena, Sawala masih tak berbicara, tidak juga menawari roti.

Tisha menggeleng. Bukannya dia ketagihan pemberian Sawala. Tisha hanya merasa heran. Tisha bertanya-tanya. Mungkinkah Sawala sakit gigi? Namun, kenapa di dalam musala sana Sawala tampak bercanda bahkan sesekali tertawa?

Hari itu Sawala memang tidak membereskan mukena sendirian. Sesaat setelah keloter terakhir selesai salat dan Sawala kembali masuk ke musala, datang dua gadis–yang Tisha yakini seangkatan dengannya, ikut membantu Sawala. Sampai akhirnya kegiatan yang biasanya memakan waktu seperempat jam itu, beres hanya dengan beberapa menit.

Tisha menggigiti bibir bawah. Apa yang sedang mereka bicarakan, ya? Kenapa terlihat penuh keseruan? Duh, dia jadi penasaran. Namun, dia bingung memikirkan cara mencuri dengar. Tidak mungkin dia ujug-ujug masuk. Terlalu mencolok.

Tisha hanya bisa berharap semoga Sawala menunjukkan kepekaan lagi, sehingga begitu Tisha memasang raut wajah penasaran Sawala akan langsung memberitahu tentang obrolannya dengan mereka tanpa ditanya, seperti biasa.

Namun, Tisha hanya bisa menelan ludah pahit. Karena begitu keluar, Sawala seolah tak memperhatikan mimik Tisha, jadi tidak ada penjelasan apa pun. Setelah mengenakan sepatunya, Sawala hanya memberi isyarat untuk segera ke parkiran, kemudian melajukan motor meninggalkan sekolah. Menyisakan Tisha yang hanya bisa mengap-mengap. Tisha ingin bertanya, tetapi ragu terlalu mendominasi. Dia takut Sawala akan marah jika diajak berbicara saat sedang berkendara.

Tiba-tiba Tisha khawatir apabila Sawala sudah jemu terhadapnya yang selalu harus dipancing dulu baru bersuara, sehingga akhirnya Sawala memilih mengabaikan. Tisha pun waswas jika pada akhirnya Sawala memilih bicara pada Riana untuk menghentikan kebersamaan mereka, yang artinya membatalkan tantangan Tisha.

Jelas itu bukan yang Tisha inginkan. Setidaknyaman apa pun keadaan sekarang, dia masih ingin bertahan, karena iming-iming hadiah dari kakaknya itu masih terus membayang.

Tersadar dari lamunan, Tisha pun memajukan wajah ke bahu Sawala, lalu berucap pelan, “Kak?”

Tak terduga, Sawala menyahut dengan cepat. “Kenapa, Dek?”

Tisha meremas kerudung. Yang barusan itu impulsif. Niatnya mengetes saja untuk mengetahui apa Sawala akan menyahutinya atau tidak. Sebenarnya Tisha belum ada topik matang untuk menjadi bahasan.

Tepat begitu motor melewati pedagang kaki lima, bagai ada bohlam yang menyala di dekat dahi Tisha. “Kita enggak makan sore lagi, Kak?”

Namun, Sawala malah balik bertanya. “Kamu lapar, Dek?”

Tisha menelan ludah. Dia memang lapar. Namun, jika kesannya jadi dia yang mengajak, dia tidak mau. “Enggak.”

“Oh, oke.”

Sudah. Senyap lagi. Tisha menghela napas. Dia kira Sawala akan memperpanjang pembicaraan ke hal lain seperti yang lalu-lalu, tetapi ternyata .... Ah, makin takut Tisha.

Tuk!

Helm Tisha terantuk pada helm Sawala. Tisha terkejut karena Sawala menghentikan motor tiba-tiba, tepat beberapa meter sebelum mencapai tanjakan. “Ada apa, Kak?”

“Tolong turun dulu, Dek,” pinta Sawala sambil membuka pengait helm.

Tisha menurut. Saat dia akan melakukan hal yang sama dengan Sawala untuk membuka helm, Sawala malah menahannya. “Jangan, Dek!”

Tisha mengernyit. “Kenapa?”

Sawala menggantungkan helm di kaitan motor, lalu menurunkan standarnya. “Kamu bisa bawa motor kan, ya?”

“Iya?” sahut Tisha agak gamang. Ke mana tujuan pembicaraan ini?

“Kalau begitu aku minta tolong, kamu bawa motor ini dulu, ya. Aku ada yang harus dilakukan sebentar. Nanti kita ketemu lagi di depan warung yang tadi pagi aku berhenti itu.”

“Tapi ....” Ucapan Tisha tidak sempat terlanjutkan, karena Sawala sudah ngacir, berlari sambil sedikit mengangkat rok besarnya ke arah tanjakan.

Tisha tertegun. Apa ini artinya dia ... dicampakkan? Mungkinkah Sawala sudah benar-benar tiak mau lagi berdekatan dengan dirinya?

Tisha memejam sesaat, mendengkus keras. Ya sudahlah, terserah saja. Tisha pasrah. Mungkin memang belum rezekinya untuk mendapat hadiah dari Riana. Dengan lesu, Tisha menaiki motor Sawala, mengendarainya dengan kecepatan sedang menuju tanjakan.

Bagai slow motion, tepat saat mencapai pertengahan jalan menanjak itu, Tisha mendapati keberadaan Sawala. Gadis itu sedang mendorong sebuah motor di belakang seorang perempuan tua. Tisha tertegun. Kok bisa Sawala mau melakukan hal itu? Memangnya ibu itu siapanya Sawala? Apa hubungan mereka? Mungkinkah dia adalah kerabat Sawala? Atau jangan-jangan ... dia malah bukan siapa-siapanya Sawala?

Ah, kalau opsi terakhir mendapat jawaban 'ya', maka daftar hal yang membuat Tisha tidak habis pikir tentang Sawala makin membengkak. Sungguh meresahkan.

Setelah agak jauh dari mereka, Tisha mengedikkan bahu. Ya, sudahlah. Sawala kan memang random sekali orangnya. Tisha tidak perlu membebani pikiran sendiri. Yang harus jadi fokusnya sekarang adalah mengikuti titah Sawala dengan harapan Sawala memang benar-benar akan mendatanginya dan tidak akan menghentikan kedekatan mereka, setidaknya sampai tantangan Tisha usai.

Dari tanjakan Tisha belok ke kanan, kemudian setelah beberapa meter dia menekan rem tepat di dekat pohon besar yang menaungi parkiran sebuah bangunan dengan dominasi dinding kayu. Itu tempat yang tadi pagi Sawala singgahi. Tisha mematikan mesin dan menurunkan standar.

Sesuai perkataan Riana, pagi tadi Sawala memang datang lebih cepat, lima belas menit lebih cepat dari kebiasaannya. Ternyata alasannya karena Sawala harus ke warung makan itu dulu untuk melakukan sesuatu. Entah apa, Tisha tak diberitahu. Seharian ini kan Sawala tidak seaktif biasanya dalam bercerita.

Di saat Tisha sedang asyik memperhatikan sekitaran yang tidak terlalu familier untuknya, karena memang dia sangat jarang makan di luar, Sawala datang. Dengan napas yang terdengar ngos-ngosan Sawala berposisi seperti rukuk–memegangi lutut–di sisi motor.

“Maaf lama, Dek,” ucap Tisha dengan lemah, kentara sekali dia kelelahan.

“Enggak apa-apa, Kak.” Eh, Tisha mencubit tangan sendiri. Kok menjawab, sih? Padahal kan dia sudah berkomitmen untuk membiarkan Sawala merasa bersalah. Namun, kok malah goyah? Bagaimana ini? Ah, semoga saja ini bisa membuat Sawala berubah pikiran dan tidak jadi mencampakannya.

Setelah beberapa saat mengatur napas, akhirnya Sawala menegakkan tubuh. Dengan mata yang melirik warung makan, dia kembali bersuara. “Tolong tunggu sebentar lagi, ya.”

Tisha mengangguk saja sambil turun dari motor.

Ternyata kali ini benar-benar sebentar. Belum ada lima menit, Sawala sudah kembali dengan kedua tangan yang menenteng kantong kresek besar. Dari bentukannya yang menimbulkan tonjolan-tonjolan menyudut Tisha menebak bahwa isinya mungkin saja nasi kotak.

“Yuk, Dek!” Setelah menyusun bawaan di bagian depan motor dan menggunakan helm, Sawala kembali siap membonceng.

Tisha mengernyit dalam dengan gerakan stang Sawala. Bukan ke arah pulang. Ke mana lagi sekarang? Apa jadi ke arah mencampakkan Tisha?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Dunia Tanpa Gadget
11603      2966     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
ASA
5164      1629     0     
Romance
Ketika Rachel membuka mata, betapa terkejutnya ia mendapati kenyataan di hadapannya berubah drastis. Kerinduannya hanya satu, yaitu bertemu dengan orang-orang yang ia sayangi. Namun, Rachel hanya diberi kesempatan selama 40 hari untuk memilih. Rachel harus bisa memilih antara Cinta atau Kebencian. Ini keputusan sulit yang harus dipilihnya. Mampukah Rachel memilih salah satunya sebelum waktunya ha...
Tulus Paling Serius
9757      1055     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?
Under The Moonlight
2179      1082     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
Daybreak
4133      1770     1     
Romance
Najwa adalah gadis yang menyukai game, khususnya game MOBA 5vs5 yang sedang ramai dimainkan oleh remaja pada umumnya. Melalui game itu, Najwa menemukan kehidupannya, suka dan duka. Dan Najwa mengetahui sebuah kebenaran bahwa selalu ada kebohongan di balik kalimat "Tidak apa-apa" - 2023 VenatorNox
Teman Berakhir (Pacar) Musuhan
744      455     0     
Romance
Bencana! Ini benar-benar bencana sebagaimana invasi alien ke bumi. Selvi, ya Selvi, sepupu Meka yang centil dan sok imut itu akan tinggal di rumahnya? OH NO! Nyebelin banget sih! Mendengar berita itu Albi sobat kecil Meka malah senyum-senyum senang. Kacau nih! Pokoknya Selvi tidak boleh tinggal lama di rumahnya. Berbagai upaya buat mengusir Selvi pun dilakukan. Kira-kira sukses nggak ya, usa...
SEMPENA
4050      1304     0     
Fantasy
Menceritakan tentang seorang anak bernama Sempena yang harus meraih harapan dengan sihir-sihir serta keajaiban. Pada akhir cerita kalian akan dikejutkan atas semua perjalanan Sempena ini
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
3860      1588     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
Cinta dalam Impian
136      108     1     
Romance
Setelah ditinggal oleh kedua orang tuanya, seorang gadis dan abangnya merantau untuk menjauh dari memori masa lalu. Sang gadis yang mempunyai keinginan kuat untuk meraih impian. Voska belajar dengan rajin, tetapi dengan berjalannya waktu, gadis itu berpisah dengan san abang. Apa yag terjadi dengan mereka? Mampukah mereka menyelesaikan masalahnya atau berakhir menjauh?
KSATRIA DAN PERI BIRU
179      147     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...