Read More >>"> Seharap (12. Dicampakkan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

Akhirnya! Tisha bersorak dalam hati tatkala melihat Sawala bangkit sembari menepuk-nepuk roknya yang agak kusut, tanda aktivitas beres-beres di musala telah usai, terlihat dari semua mukena sudah kembali terlipat dan tersimpan dengan rapi di lemari.

Tisha segera menjauh dari jendela yang digunakan untuk mengintip Sawala. Kembali menuju tempat sepatu Sawala tersimpan, dan berdiri di sana. Kedua tanganya mengencangkan tali ransel, bersiap untuk pulang cepat.

Tidak seperti kemarin, hari ini Tisha tidak banyak terlibat dan terbeban dalam kegiatan Sawala. Saat di perpustakaan tadi dia bisa bebas duduk sendirian di pojokan sambil melamun. Sebab, setelah membantu pengunjung lain di awal-awal jam istirahat, Sawala tidak ada membuka topik obrolan dengan Tisha. Bahkan Sawala juga tidak menawari Tisha permen karet seperti biasanya. Sawala malah asik membaca sendirian.

Saat menjemput untuk pulang pun Sawala tidak merangkul Tisha. Sawala hanya memberikan kode untuk melangkah bersama ke musala. Sampai barusan, selesai salat Ashar dan menunggu waktu untuk merapikan mukena, Sawala masih tak banyak berkata.

Tisha bertanya-tanya dalam kepala. Mungkinkah Sawala sakit gigi? Namun, kenapa di dalam musala sana Sawala tampak bercanda bahkan sesekali tertawa?

Hari ini Sawala tidak membereskan mukena sendirian. Sesaat setelah kloter terakhir selesai salat dan Sawala kembali masuk ke bangunan itu, dua gadis–yang Tisha yakini seangkatan dengannya–datang, ikut membantu Sawala. Sampai kegiatan yang biasanya memakan waktu setengah jam itu, beres hanya dengan sepuluh menit.

Tisha menggigiti bibir bawah. Apa yang sedang mereka bicarakan, ya? Kenapa terlihat penuh keseruan? Duh, dia jadi penasaran. Namun, bingung juga memikirkan cara mencuri dengar. Tak mungkin dia ujug-ujug masuk. Terlalu mencolok. Dia hanya bisa berharap semoga Sawala menunjukkan kepekaannya lagi, sehingga begitu Tisha memasang raut wajah penuh tanya Sawala akan langsung memberitahu tentang mereka tanpa ditanya, seperti biasa.

Namun, Tisha hanya bisa menelan ludah pahit. Karena saat keluar, Sawala seolah tak memperhatikan mimik Tisha, jadi tak ada penjelasan untuknya. 

Setelah mengenakan sepatu, Sawala malah memberinya isyarat untuk segera ke parkiran, kemudian meninggalkan sekolah. Menyisakan Tisha yang hanya bisa mangap-mngap, kebingungan. Tisha ingin bertanya, tetapi ragu terlalu mendominasi. Dia takut Sawala akan marah jika diajak berbicara saat sedang berkendara.
    Tiba-tiba Tisha khawatir apabila Sawala sudah jemu terhadapnya yang selalu harus dipancing dulu baru bersuara, sehingga akhirnya Sawala memilih mengabaikan. Tisha pun was-was jika pada akhirnya Sawala memilih bicara pada Riana untuk menghentikan kebersamaan mereka, yang artinya membatalkan tantangan Tisha.
    Jelas itu bukan yang Tisha inginkan. Setidaknyaman apa pun keaadan sekarang, dia masih ingin bertahan, karena iming-iming hadiah dari kakaknya itu masih terus membayang.
    Setelah melewati berbagai pertimbangan, Tisha memajukan wajah ke bahu Sawala. "Kak," panggilnya pelan.
    Tak diduga, Sawala menyahut dengan cepat, "Kenapa, Dek?"
    Tisha meremas kerudung. Haduh, yang barusan itu impulsif. Niatnya mengetes saja apa Sawala akan menyahut atau tidak. Sebenarnya Tisha belum ada topik matang untuk menjadi bahasan.
    Tepat begitu motor melewati pedagang kaki lima, bagai ada bohlam yang menyala di dekat dahi Tisha. "Kita gak makan sore lagi, Kak?"
    "Kamu lapar, Dek?" tanya Sawala dengan nada yang membuat Tisha ketar-ketir, itu ... mengandung perhatian.
    "Eh, enggak."
    "Oh, oke."
    Sudah. Senyap lagi. Ah, Tisha kira Sawala akan memperpanjang pembicaraan ke hal lain seperti yang lalu-lalu, tetapi ternyata .... Ah, makin takut Tisha.
    Tuk!
    Helm Tisha terantuk pada helm Sawala. Tisha terkejut karena Sawala menghentikan motor tiba-tiba tepat beberapa meter sebelum mencapai tanjakan. "Ada apa, Kak?"
    "Boleh tolong turun dulu, Dek?!" pinta Sawala sambil membuka pengait helm.
    Tisha menurut. Saat dia akan melakukan hal yang sama dengan Sawala untuk membuka helm, Sawala malah menahan. "Jangan, Dek!"
    "Kenapa?"
    Sawala menggantungkan helm di kaitan motor lalu menyetandarkannya. "Kamu bisa bawa motor kan, ya?"
    "Iya," sahut Tisha agak linglung. Ke mana tujuan pembicaraan ini?
    "Kalau begitu aku minta tolong, kamu bawa motor ini dulu, ya. Aku ada yang harus dilakukan sebentar. Nanti kita ketemu lagi di depan warung yang tadi pagi aku berhenti itu."
    "Tapi ...." Ucapan Tisha tak sempat terlanjutkan, karena Sawala sudah ngacir, berlari sambil sedikit mengangkat rok besarnya ke arah tanjakan.
    Tisha tertegun. Apa ini artinya dia ... dicampakkan? Mungkinkah Sawala sudah benar-benar tak mau lagi berdekatan dengan dirinya?
    Tisha memejam sesaat, membuang napas kasar. Ya sudahlah, terserah saja. Tisha pasrah. Mungkin memang belum rezekinya untuk mendapat hadiah dari Riana.
    Lesu, Tisha menaiki motor Sawala dan menyalakan mesinnya, kemudian dengan kecepatan sedang dia mengendarainya menuju tanjakan.
    Bagai slow motion, tepat saat mencapai pertengahan jalan menanjak itu Tisha mendapati keberadaan Sawala. Gadis itu sedang bergerak mendorong sebuah motor di belakang seorang perempuan tua. Tisha tertegun. Kok bisa Sawala mau melakukan hal itu? Padahal Tisha yakin meskipun model motornya khas perempuan yang tidak sebesar yang biasa digunakan para lelaki, tetapi di keadaan jalanan yang curam seperti itu tidaklah ringan untuk membawanya naik.
    Memangnya ibu itu siapanya Sawala? Apa hubungan mereka? Mungkinkah dia adalah saudara Sawala? Atau jangan-jangan ... dia malah bukan siapa-siapanya Sawala?
    Ah, kalau opsi terakhir mendapat jawaban 'ya', maka daftar hal yang membuat Tisha tidak habis pikir tentang Sawala akan makin membengkak. Sungguh meresahkan.
    Setelah agak jauh dari mereka, Tisha mengedikkan bahu. Ya, sudahlah. Sawala kan memang acak sekali orangnya. Tisha tak perlu membebani pikiran sendiri. Yang harus jadi fokusnya sekarang adalah mengikuti titah Sawala tadi dengan harapan Sawala memang benar-benar akan mendatanginya dan tidak akan menghentikan kedekatan mereka, setidaknya sampai tantangan Tisha usai.
    Dari tanjakan Tisha belok ke kanan, kemudian setelah beberapa meter dia menekan rem tepat di dekat sebuah pohon besar yang menaungi parkiran sebuah bangunan dengan dominasi bahan kayu. Itu tempat yang tadi pagi Sawala singgahi. Tisha mematikan mesin dan menurunkan standar.
    Sesuai perkataan Riana, Sawala memang datang lebih cepat, lima belas menit dari kebiasaannya, untuk menjemput Tisha. Ternyata alasannya karena Sawala harus ke warung makan itu dulu untuk melakukan sesuatu. Entah apa, Tisha tak diberitahu. Seharian ini kan Sawala tidak seaktif biasanya dalam bercerita.
    Di saat Tisha sedang asik memperhatikan sekitaran yang tidak terlalu familiar untuknya karena memang dia sangat jarang makan di luar, Sawala datang. Dengan napas yang terdengar ngos-ngosan Sawala berhenti dengan posisi seperti rukuk–memegangi lutut–di sisi motor.
    "Maaf lama, Dek," ucap Tisha dengan lemah, kentara sekali dia kelelahan.
    "Enggak apa-apa, Kak." Eh, Tisha mencubit tangan sendiri. Kok menjawab, sih? Padahal kan dia sudah berkomitmen untuk membiarkan Sawala merasa bersalah. Namun, kok malah goyah? Bagaimana ini?
    Setelah beberapa saat mengatur napas, akhirnya Sawala menegakkan posisi. Dengan mata yang melirik warung makan, dia kembali bersuara,, "Sebentar lagi, ya."
    Tisha mengangguk saja sambil turun dari motor.
    Ternyata kali ini benar-benar sebentar. Belum ada lima menit, Sawala sudah kembali dengan kedua tangan yang menenteng kantong kresek besar. Dari bentukannya yang menimbulkan tonjolan-tonjolan menyudut Tisha menebak bahwa isinya mungkin saja nasi kotak.
    "Yuk, Dek!" Setelah menyusun bawaan di bagian depan motor dan menggunakan helm, Sawala kembali siap membonceng Tisha ke arah yang membuat kening Tisha mengerut dalam.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Dunia Tanpa Gadget
7845      2335     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
ASA
2782      1106     0     
Romance
Ketika Rachel membuka mata, betapa terkejutnya ia mendapati kenyataan di hadapannya berubah drastis. Kerinduannya hanya satu, yaitu bertemu dengan orang-orang yang ia sayangi. Namun, Rachel hanya diberi kesempatan selama 40 hari untuk memilih. Rachel harus bisa memilih antara Cinta atau Kebencian. Ini keputusan sulit yang harus dipilihnya. Mampukah Rachel memilih salah satunya sebelum waktunya ha...
Jelek? Siapa takut!
2113      1010     0     
Fantasy
"Gue sumpahin lo jatuh cinta sama cewek jelek, buruk rupa, sekaligus bodoh!" Sok polos, tukang bully, dan naif. Kalau ditanya emang ada cewek kayak gitu? Jawabannya ada! Aine namanya. Di anugerahi wajah yang terpahat hampir sempurna membuat tingkat kepercayaan diri gadis itu melampaui batas kesombongannya. Walau dikenal jomblo abadi di dunia nyata, tapi diam-diam Aine mempunyai seorang pac...
The Skylarked Fate
4097      1508     0     
Fantasy
Gilbert tidak pernah menerima takdir yang diberikan Eros padanya. Bagaimanapun usaha Patricia, Gilbert tidak pernah bisa membalas perasaannya. Seperti itu terus pada reinkarnasi ketujuh. Namun, sebuah fakta meluluhlantakkan perasaan Gilbert. Pada akhirnya, ia diberi kesempatan baru untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Patricia.
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
542      421     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
3702      1080     1     
Romance
Seorang wanita berdarah Sunda memiliki wajah yang memikat siapapun yang melihatnya. Ia harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lain hal tak terduga lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditolak. Bukan karena ia penyuka sesama jenis! Tetapi karena ia sedang menunggu orang yang namanya sudah terlukis indah diha...
MAMPU
4154      1844     0     
Romance
Cerita ini didedikasikan untuk kalian yang pernah punya teman di masa kecil dan tinggalnya bertetanggaan. Itulah yang dialami oleh Andira, dia punya teman masa kecil yang bernama Anandra. Suatu hari mereka berpisah, tapi kemudian bertemu lagi setelah bertahun-tahun terlewat begitu saja. Mereka bisa saling mengungkapkan rasa rindu, tapi sayang. Anandra salah paham dan menganggap kalau Andira punya...
DI ANTARA DOEA HATI
703      343     1     
Romance
Setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Sang mantan kekasih, membuat Kanaya Larasati diliputi kecemasan. Bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya. "Siapapun yang akan menjadi pasanganmu akan berakgir tragis," ucap seorang cenayang. Hal tersebut membuat sahabat kecilnya Reyhan, seorang perwira tinggi Angkatan Darat begitu mengkhawatirkannya. Dia berencana untuk menikahi gadis itu. Disaa...
Rembulan
645      342     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Gunay and His Broken Life
4551      1852     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...