Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

“Yakin sampai sini aja?” Riana menekan rem kuat-kuat sembari menurunkan kaki ke trotoar. Kepalanya menoleh, memperhatikan sang adik yang turun dari motor.

“Iya,” sahut Tisha sembari mengibas-kibas rok abu-abunya. Setelah merasa rapi, Tisha membuka helm dan mengaitkannya di tangan kiri. Tangan kanannya terulur untuk menyalami Riana.

“Lanjut aja, ya?” Riana kembali meneruskan aksi yang sudah dimulainya sejak subuh tadi, membujuk Tisha agar mau diantar hingga benar-benar tiba di sekolah.

Namun, lagi-lagi Tisha hanya menghadiahi Riana dengan gelengan tegas dan sorot mata tajam, tanda memberi penolakan. “Aku enggak apa-apa jalan kaki dari sini. Lagian dekat, kok. Lima menit juga sampai.”

Riana menghela napas. Adiknya itu memang cukup susah untuk goyah. Jika sudah menentukan sesuatu, tak mudah untuk mengubahnya. Akhirnya Riana menghela napas dan membalas uluran tangan Tisha. “Kalau udah sampai sekolah, langsung chat Teteh, ya!”

Sekali lagi, Riana memberikan wejangan. Biarlah terkesan rewel, asalkan nanti dia bisa tenang jika mengetahui Tisha baik-baik saja. Sebab, meskipun Riana sering bersikap keras, tetapi dia juga jarang membiarkan Tisha bepergian sendiri dengan jalan kaki. Terutama ke sekolah mereka yang letaknya di wilayah pinggiran yang tidak terlalu ramai, belum banyak bangunan di sisi-sisi jalannya, yang ada hanyalah rerumputan dan pohon-pohon besar.

Biasanya saat Riana ada urusan, dia akan menggunakan mobil dan menyuruh Tisha menggunakan motor. Namun, karena kini dia sedang memiliki misi untuk memulihkan Tisha, Riana terpaksa berusaha sedikit tega.

Tisha memutar manik mata, jemu. Ingin mendengkus kasar, tetapi ditahan demi kesopanan yang sangat dijunjung tinggi oleh sang kakak. “Iya, iya. Udah sana Teteh pergi. Keburu macet nanti.”

“Teteh berangkat.” Riana menyempatkan diri mengusap kepala Tisha. “Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.” Tisha melambaikan tangan. Dalam hati bersorak, karena akhirnya drama pagi ini akan selesai.

Akan tetapi, belum lepas euforia yang Tisha rasakan, Riana malah berseru keras dengan tangan terkepal ke atas. “Semangat belajar dan memulai tantangan hari pertama, ya!”

Tisha tak kuat lagi menahan sesak dari rongga pernapasannya. Dia mengembuskan napas kasar. Sudah susah payah dia berusaha melupakan sejenak perkara tantangan itu, tetapi Riana malah mengingatkan lagi, membuat Tisha kembali dirundung gelisah.

Tanpa sempat mengamati dengan jelas perubahan raut wajah Tisha, Riana berlalu.

Begitu bayangan kakaknya hilang dari jangkauan, Tisha memutar tubuh, memandang lurus jalan lain yang membentang di depannya. Kini dia berada di pertigaan, dan arah yang barusan dituju Riana berbeda dengan letak sekolahnya. Itulah sebabnya Tisha memutuskan tidak mau diantar sampai sekolah karena nantinya bisa membuat Riana repot bolak-balik.

Sembari mengencangkan tali ransel, Tisha memutar-mutar kepala, memperhatikan lalu lintas sebelum menyeberang. Tiba-tiba tatapannya terpaku pada sebuah motor metik biru yang berhenti di sisi seorang anak perempuan yang berjalan tidak jauh dari posisi Tisha.

Pengendara itu menaikkan visor helm hitamnya kemudian mengajak si anak perempuan berbicara. Sesaat kemudian anak itu sudah duduk menyamping di belakangnya, lalu motor kembali melaju, melewati Tisha yang menatap hampir tanpa kedip.

Tisha tertegun. Bukan karena paras pengendara itu sangat rupawan bak seleb di media sosial, melainkan karena pakaiannya mirip dengan yang Tisha kenakan, seragam putih abu dengan atribut khusus satu-satunya SMA Negeri di kecamatan ini, itu artinya tujuan mereka sama-sama ke arah timur sana. Sedangkan yang digunakan si anak perempuan adalah baju putih-putih khas anak SMP yang letaknya di sebelah utara, satu arah dengan tujuan Riana, tepat satu kilometer dari pertigaan ini. Berarti ... jika pengendara itu benar akan mengantar si anak SMP, maka dia akan memutar-mutar jalan.

“Bisa-bisanya ....” Sembari menyeberang Tisha bergumam dengan kepala yang bergeleng kecil. Dia sangat tidak habis pikir dengan si pengendara yang rela memperpanjang perjalanan hanya demi mengantarkan anak orang yang ditemuinya di pinggir jalan. Andaikan saja itu Tisha, jelas dia tidak akan mau.

***

“Haish ....” Dengan tergesa Tisha menuruni tangga-tangga yang menghubungkan tiap bangunan, demi sampai ke bagian paling ujung, tempat perpustakaan berada. Dia tidak henti mendesis saat sesekali melihat jam tangan.

Waktu istirahat sudah berlangsung sejak beberapa menit yang lalu, tetapi Tisha baru bisa pergi ke perpustakaan sekarang. Sebab, barusan pelajaran olahraga menabrak jadwal, harusnya satu jam lagi setelah istirahat, ini malah terus saja karena nanggung mengetes tiga siswa–termasuk Tisha–yang berada di urutan absen terakhir. Ah, risiko nama dengan alfabet terakhir.

Beruntung sang guru memberikan jam kosong setelahnya. Jika tidak, tentu Tisha akan gagal mengawali misinya. Sebab, jam istirahat hanya berlangsung selama tiga puluh menit, dan sekarang waktunya tinggal ... kurang dari lima belas menit.

Usai melepas sepatu, Tisha terburu-buru masuk ke ruangan bercat jingga itu. Di bagian dekat pintu, dia mengucap salam, kemudian mengisi buku pengunjung yang diangsurkan Bu Santi–penjaga perpus sekaligus pengajar bahasa Inggris–yang dibicarakan Riana kemarin.

Setelahnya, Tisha melewati lorong-lorong rak sambil mengedarkan pandangan, berusaha mencari tokoh dalam tantangannya. Sayangnya setelah sekian menit berlalu, Tisha masih belum menemukannya. Akhirnya dia memilih mengistirahatkan diri di bagian sudut sambil memegangi lutut. Berusaha menetralkan napas dan detak jantung yang masih memburu.

“Minum, Dek.”

Tiba-tiba sebuah botol air mineral muncul di dekat pipi Tisha. Gadis itu segera mengangkat wajah. Mendapati seseorang bertubuh jangkung sedang memajukan tangan kanannya. Tisha memandang dalam siswa itu. Mungkinkah dia adalah orang yang Riana maksud? Rasanya Tisha pernah melihatnya, tetapi ... di mana?

“Ayo ambil, Dek!” Orang itu menggerak-gerakkan botol dengan bibir yang berkembang menunjukkan senyum lebar.

Melihat lesung pipit itu, seketika bagai ada bohlam yang menyala di dekat dahi Tisha. Ya, Tisha sudah ingat, sosok di depannya sekarang adalah si pengendara yang dia katai terlalu baik pagi tadi.

“Dek!” Kini tangan kiri orang itu terangkat, melambai-lambai di depan wajah Tisha yang melamun.

Tisha mengerjap, segera menegakkan punggung dan dengan gerakan kaku menerima botol itu. Masih dalam posisi berdiri, dia mendekatkannya ke bibir. Sembari meneguk air, mata Tisha memindai intens sosok itu dari ujung kepala ke bawah. Dalam benaknya, dia berharap agar manusia berkulit sawo matang itu bukanlah orang yang Riana maksud.

Akan tetapi, keinginan Tisha tak menjadi nyata, karena begitu sampai pertengahan badan, dia mendapati sebuah goresan kecokelatan di dekat pergelangan tangan kanannya. Jelas sudah dia adalah si pengunjung setia karena ciri-ciri yang Riana sebutkan tergambar nyata padanya.

Sebenarnya, sebelum mengingat kejadian kala pagi, Tisha hampir gembira karena sosok yang harus didekatinya bukanlah lawan jenis. Namun, begitu mengingat sikap baik orang itu tadi pagi, Tisha jadi tidak enak hati.

“Sudah kosong botolnya, Dek!”

“Ah?” Tisha tersentak. Sorot netranya segera beralih pada botol di dekat mulut. Ternyata benar, seluruh air dari wadah itu sudah berpindah melewati kerongkongannya.

“Kayaknya kamu haus sekali, ya?” Orang berpipi chubby itu terkekeh kecil, seperti merasa terhibur dengan tingkah kikuk Tisha.

Tisha berdeham. Segera menjauhkan botol dan memasang senyum canggung. Malu sekali ketahuan melamun sembari mengamati orang itu secara berlebihan, apalagi sambil menunjukkan kerakusan dalam mengisi perut. Menandaskan sebotol dalam sekali teguk, oh itu sangat memalukan.

Ah, rasanya Tisha sungguh tidak punya muka di perjumpaan pertama mereka. Bagaimana penilaian kakak kelas itu tentangnya?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Sunset is Beautiful Isn't It?
2295      712     11     
Romance
Anindya: Jangan menyukai bunga yang sudah layu. Dia tidak akan tumbuh saat kamu rawat dan bawa pulang. Angkasa: Sayangnya saya suka bunga layu, meski bunga itu kering saya akan menjaganya. —//— Tau google maps? Dia menunjukkan banyak jalan alternatif untuk sampai ke tujuan. Kadang kita diarahkan pada jalan kecil tak ramai penduduk karena itu lebih cepat...
Archery Lovers
4933      2086     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
Teman Berakhir (Pacar) Musuhan
775      472     0     
Romance
Bencana! Ini benar-benar bencana sebagaimana invasi alien ke bumi. Selvi, ya Selvi, sepupu Meka yang centil dan sok imut itu akan tinggal di rumahnya? OH NO! Nyebelin banget sih! Mendengar berita itu Albi sobat kecil Meka malah senyum-senyum senang. Kacau nih! Pokoknya Selvi tidak boleh tinggal lama di rumahnya. Berbagai upaya buat mengusir Selvi pun dilakukan. Kira-kira sukses nggak ya, usa...
FIREWORKS
546      389     1     
Fan Fiction
Semua orang pasti memiliki kisah sedih dan bahagia tersendiri yang membentuk sejarah kehidupan setiap orang. Sama halnya seperti Suhyon. Suhyon adalah seorang remaja berusia 12 tahun yang terlahir dari keluarga yang kurang bahagia. Orang tuanya selalu saja bertengkar. Mamanya hanya menyayangi kedua adiknya semata-mata karena Suhyon merupakan anak adopsi. Berbeda dengan papanya, ...
A.P.I (A Perfect Imaginer)
183      157     1     
Fantasy
Seorang pelajar biasa dan pemalas, Robert, diharuskan melakukan petualangan diluar nalarnya ketika seseorang datang ke kamarnya dan mengatakan dia adalah penduduk Dunia Antarklan yang menjemput Robert untuk kembali ke dunia asli Robert. Misi penjemputan ini bersamaan dengan rencana Si Jubah Hitam, sang penguasa Klan Kegelapan, yang akan mencuri sebuah bongkahan dari Klan Api.
Premium
Di Bawah Langit yang Sama dengan Jalan yang Berbeda
22409      1961     10     
Romance
Jika Kinara bisa memilih dia tidak ingin memberikan cinta pertamanya pada Bian Jika Bian bisa menghindar dia tidak ingin berpapasan dengan Kinara Jika yang hanya menjadi jika karena semuanya sudah terlambat bagi keduanya Benang merah yang semula tipis kini semakin terlihat nyata Keduanya tidak bisa abai walau tahu ujung dari segalanya adalah fana Perjalanan keduanya untuk menjadi dewasa ti...
Wanita Di Sungai Emas (Pendek)
574      387     3     
Fantasy
Beberapa saat kemudian, aku tersandung oleh akar-akar pohon, dan sepertinya Cardy tidak mengetahui itu maka dari itu, dia tetap berlari... bodoh! Akupun mulai menyadari, bahwa ada sungai didekatku, dan aku mulai melihat refleksi diriku disungai. Aku mulai berpikir... mengapa aku harus mengikuti Cardy? Walaupun Cardy adalah teman dekatku... tetapi tidak semestinya aku mengikuti apa saja yang dia...
Rembulan
1245      702     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
The Maze Of Madness
5480      1948     1     
Fantasy
Nora tak banyak tahu tentang sihir. Ia hidup dalam ketenangan dan perjalanan normal sebagai seorang gadis dari keluarga bangsawan di kota kecilnya, hingga pada suatu malam ibunya terbunuh oleh kekuatan sihir, begitupun ayahnya bertahun-tahun kemudian. Dan tetap saja, ia masih tidak tahu banyak tentang sihir. Terlalu banyak yang terjadi dalam hidupnya hingga pada saat semua kejadian itu merubah...
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
3892      1482     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.