Read More >>"> Seharap (4. Dia Sawala) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

“Habis olahraga, kan? Pasti capai banget. Yuk, istirahat di sana!” Si kakak kelas menujuk deretan bangku yang tak jauh dari posisi mereka berdiri.

Tanpa kata, Tisha mengangguk saja. Dia memang perlu mengistirahatkan tubuh dan hati yang terlalu syok dengan kenyataan yang ada.

“Kamu adik Ibu Riana, kan?” tanya gadis itu begitu mereka duduk bersisian.

Tisha mengangguk. Masih belum siap bersuara. Benaknya terlalu sibuk menenangkan diri yang sangat tak menyangka akan berurusan dengan sosok yang dianggapnya terlalu baik.

“Aku Sawala.” Gadis berkerudung panjang itu menyodorkan tangan kanan. Ekspresinya begitu ceria, suaranya nyaring penuh semangat. “Kamu Tisha, kan?”

Dahi Tisha mengernyit. Heran saat Sawala sudah mengetahui namanya padahal dia belum memperkenalkan diri. Namun, meski masih dilanda bingung, dia tetap membalas ulurannya.

“Ibu Riana pernah bercerita tentang kamu,” kata Sawala buru-buru, seolah dapat memahami ekspresi penuh tanya di wajah Tisha.

Hah? Mulut Tisha terbuka sedikit. Tak habis pikir. Mengapa Riana membicarakan Tisha dengan Sawala? Lalu apa saja yang sudah Riana beritahukan tentangnya?

Arrgh! Tisha menggeram dalam hati. Begitu tautan mereka terlepas, Tisha mengepalkan kedua tangannya erat, berusaha meredam gejolak kekesalan karena Riana telah seenaknya membahas tentang dirinya pada sembarang orang.

Untuk mengalihkan pikiran, Tisha mengedarkan pandangan. Rasanya sudah sangat lama dia tidak datang ke tempat ini. Terakhir kali sepertinya saat mendapat tugas tentang resensi buku di pertengahan semester ganjil lalu.

Ruangan itu cukup penuh. Selain diisi deretan rak buku yang tinggi-tinggi, di berbagai sudutnya terdapat bangku-bangku kecil untuk membaca mandiri, dan sebuah meja besar di tengah-tengah untuk membaca bersama.

“Permen, Dek.” Sawala kembali memecah keheningan.

Tisha memutar kepala ke kiri, mendapati Sawala tengah memandangnya dengan tangan kanan menyodorkan sebungkus permen karet.

“Eh, atau kamu enggak suka yang manis?” tanya Sawala karena sudah beberapa detik berlalu, tetapi Tisha hanya diam.

Tisha menggeleng. Tidak. Dia malah sangat menyukai makanan yang mengandung gula. Namun, dia ragu. Haruskah menerima pemberian itu? Mengingat dalam pandangannya, mereka bukanlah dua orang yang cukup dekat hingga bisa saling berbagi sesuatu. Tentang minuman tadi saja dia agak menyesal karena tak sempat menolak saking hausnya.

Tiba-tiba tanpa ba-bi-bu Sawala sudah menarik tangan Tisha dan meletakkan bungkusan persegi itu di atasnya. “Buat naikin mood habis olahraga,” ucap Sawala lembut. “Di perpus boleh kok makan permen, asal enggak nyampah. Yang enggak boleh tuh makanan besar.”

Tisha hanya bisa tertegun. Tangannya yang baru dilepaskan Sawala mendingin. “Te-terima kasih,” balasnya kaku.

“Kembali kasih.” Senyum Sawala makin lebar. “Uhm ... sepi, ya?”

“Ya,” balas Tisha teramat singkat, cenderung dengan nada tanpa minat. Terlalu basa-basi, cibirnya dalam hati. Tidak ada tanda-tanda kehadiran manusia lain di sekitar mereka, maka jelas akan terasa sepi. Lagipula menurutnya akan aneh jika tempat untuk menekuni bacaan itu bising.

Sawala mengetuk-ngetukkan jemari ke meja dengan sebuah buku tebal yang terbuka. “Yang ada keperluan ke sini biasa datang dari tepat bel istirahat sampai beberapa belas menit setelahnya aja, sih.”

Tisha yang sempat mengalihkan pandangan pada sela-sela rak, kembali setia mendengarkan. Dengan hati yang menggerutu, tidak peduli. Dia tak memerlukan informasi tentang pengunjung perpustakaan selain Sawala.

“Jadi, sekarang kamu boleh bersantai saja. Soalnya setelah itu, ya ... sunyi. Hanya aku dan para guru penjaga yang mengisi.”

Seketika tubuh Tisha kembali berkeringat. Membayangkan bermenit-menit ke depan hanya akan berduaan dengan Sawala membuatnya sungguh tidak nyaman. Ternyata dia belum cukup siap untuk mulai kembali berinteraksi.

Di tengah kegalauan Tisha, suara lirih Sawala kembali memecah keheningan. “Makasih, ya.”

Lha, kok? Dengan alis yang terangkat sebelah, Tisha terpaksa menoleh. “Kenapa?” Lagi-lagi hanya kata singkat yang bisa dia keluarkan, entahlah, bibirnya terlalu kelu untuk memperpanjang kalimat.

“Terima kasih sudah merelakan waktu istirahat kamu untuk mendatangi ruang antik ini, padahal kamu biasanya akan duduk di bawah pohon yang rindang.” Sorot mata Sawala kentara menunjukkan rasa syukur. Seolah sangat bahagia karena kehadiran Tisha.

Mata Tisha menyipit. Bagaimana bisa Sawala mengetahui kebiasaannya? Apa jangan-jangan Riana terlampau banyak menceritakan tentangnya? Duh! Tisha sungguh-sungguh tidak terima!

“Aku anak IPA juga, tepatnya sebelas IPA satu. Kelasku enggak jauh dari kelasmu, dan setiap jam istirahat aku selalu lihat kamu jalan sendirian ke belakang kelas.” Lagi-lagi, tanpa menunggu tanggapan, Sawala menjelaskan. Menepis segala asumsi yang menggentayangi kepala sang adik kelas.

Tisha tertegun, meringis dalam hati karena mendengar Sawala seperti cukup mengenalnya. Selama ini dia pikir aktivitas rutinnya di tempat yang sepi itu luput dari pengetahuan orang-orang karena dia sudah melakukannya dengan sangat diam-diam dan penuh kehati-hatian. Lagipula ada stereotip tentang belakang sekolah yang angker. Tisha pikir tidak akan ada yang mau mencari tahu ke sana selain dia. Namun, ternyata ada Sawala si tak biasa yang menjadi pemerhatinya.

“Enggak apa-apa.” Buru-buru Tisha menyahut. Tidak tahan dengan mimik Sawala yang meresahkan untuknya, lalu masih dengan pikiran yang bercabang, Tisha berinisiatif berkata, “Aku ... cukup senang, kok, di sini.”

Meski sedikit bertentangan dengan suasana hatinya sekarang, tetapi Tisha tak sepenuhnya berbohong untuk kalimat tambahan itu. Dia memang cukup–ah bukan–sekarang dia malah sangat senang mendatangi perpustakaan, karena ada iming-iming hadiah yang sangat diharapkannya dari Riana.

“Alhamdulillah.” Suara Sawala semakin terdengar lepas. Tubuhnya yang semula berposisi tegak pun kini dilemaskan, menyandarkan punggung dengan kepala dimiringkan ke arah Tisha.

Melihat pose Sawala yang teramat santai, Tisha malah menelan ludah susah. Dadanya terasa sedikit sesak. Ternyata meskipun ruangan itu cukup dingin karena AC, tetapi kenyamananya tidak bisa menandingi kesejukan saat dia berada di bawah pohon yang penuh udara segar.

Tisha ingin cepat-cepat keluar. Namun, dia segan berpamitan. Tidak enak juga karena datang terlambat, lalu pergi terburu-buru. Sembari meremas jemari, Tisha menyuruh otaknya bekerja keras, memikirkan alasan untuk tidak berdekatan dengan Sawala, tanpa perlu keluar ruangan.

“Kamu suka baca?”

“Eng—” Tisha menghentikan ucapannya, tadinya dia spontan akan menjawab 'enggak'. Namun, sebuah ide–yang dirasa akan menyelamatkannya dari situasi tidak enak ini–melintas di pikirannya. “Suka, Kak! Aku izin keliling, ya. Mau nyari buku,” lanjutnya sembari bangkit.

Belum sempat mengambil langkah, tangan kiri Tisha dicekal Sawala. Kakak kelas itu ikut  berdiri sejajar dengan Tisha. “Mari aku temani,” kata Sawala teramat ringan. Setelahnya dia menggandeng lengan Tisha bergerak bersama menyusuri rak demi rak.

“Penggemar fiksi atau non-fiksi?”

“Ah?” Tisha menelan ludah. Konyol. Sudah berkali-kali dia tidak bisa mengontrol diri untuk tak melamun.

Kembali terdengar renyahnya tawa pelan Sawala. “Itu, suka buku berdasarkan kenyataan atau karangan?”

“Uhm ....” Tisha meremas rok. Entahlah, tidak ada jenis buku yang dia sukai dengan sangat. Selama ini dia hanya membaca saat ada keperluan sekolah atau ketika iseng melihat buku Riana yang sembarang terbuka di ruang keluarga.

“Pasti kayak Bu Riana, ya? Kamu pencinta fiksi, kan?” Sawala mengeluarkan tebakan. Entah karena dia memang orang yang hobi menerka, atau karena sudah terlalu bosan dengan kelambatan Tisha dalam menanggapi segala pembicaraannya.

Yang jelas, Tisha merasa cukup terbantu karena itu. Dia jadi lebih mudah meraba-raba jawaban atas hal yang tidak terlalu dikuasainya. “Ya ..., minat kami sama.” Suaranya gamang.

“Berarti mau cari novel, dong. Ya udah, yuk, ke sebelah sana.” Tangan Sawala terarah ke sudut lain yang cukup jauh dari posisi mereka, menuju deretan rak berlabel fiksi remaja.

Sebelum kembali diseret, Tisha mengedarkan pandangan, mencari ide untuk melepaskan diri. Lalu tatapannya terpaku pada buku di meja. Ah, mungkin tadi sebelum dia tiba Sawala sedang membaca itu. Pelan, Tisha mengurai pegangan mereka. “Aku cari sendiri saja, Kak. Kayaknya Kakak lebih baik tuntaskan bacaan itu.” Tanpa menunggu balasan, Tisha ngacir. Berlari terbirit-birit kemudian menyandarkan diri di bagian yang dia yakini tidak akan terjangkau netra Sawala.

“Ya ampun ....” Tisha menghela napas lelah. Rasanya dia sudah sangat tak bertenaga. Interaksi pertamanya dengan gadis bernama Sawala itu terlalu mengusik kenyamanan.

Rencana yang sudah dia susun sepanjang malam, buyar. Keinginan untuk sibuk mengintai gerak-gerik sang kakak kelas yang akan mulai dia ajak kenalan di hari kedua, berakhir menjadi angan semata.

Perkiraan Tisha terlalu melenceng jauh. Dia pikir akan menghadapi sosok pendiam yang perlu perjuangan ekstra dalam pendekatannya agar sekadar mau membuka mulut. Namun, ternyata Sawala malah teramat aktif bicara. Gadis itu tampaknya sangat senang memancing Tisha untuk bersuara. Apa bisa Tisha menyuruhnya bungkam saja?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tumpuan Tanpa Tepi
6638      2537     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Under The Moonlight
1425      786     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
Aku Menunggu Kamu
102      91     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
2179      983     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
Premium
MARIA
5100      1859     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
EPHEMERAL
92      84     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
The Black Heart
841      440     0     
Action
Cinta? Omong kosong! Rosita. Hatinya telah menghitam karena tragedi di masa kecil. Rasa empati menguap lalu lenyap ditelan kegelapan. Hobinya menulis. Tapi bukan sekadar menulis. Dia terobsesi dengan true story. Menciptakan karakter dan alur cerita di kehidupan nyata.
Of Girls and Glory
2533      1201     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
Si Neng: Cahaya Gema
96      86     0     
Romance
Neng ialah seorang perempuan sederhana dengan semua hal yang tidak bisa dibanggakan harus bertemu dengan sosok Gema, teman satu kelasnya yang memiliki kehidupan yang sempurna. Mereka bersama walau dengan segala arah yang berbeda, mampu kah Gema menerima Neng dengan segala kemalangannya ? dan mampu kah Neng membuka hatinya untuk dapat percaya bahwa ia pantas bagi sosok Gema ? ini bukan hanya sede...
Tulus Paling Serius
1495      635     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?