BRAK !
Ternyata pertemuan itu tidak berjalan dengan baik. Ayah malah langsung naik pitam melihat wajah Nona Tika. Nona Tika hanya menangis sambil memohon ampun kepada Ayah. Pak Inspektur memberi tahu bahwa proses interogasi ini direkam dan dapat dijadikan barang bukti apabila diperlukan. Oleh karena itu, beliau meminta kami untuk berkomunikasi secara tenang. Aku pun berusaha menahan diri untuk tidak mengeong padahal ada banyak pertanyaan yang ingin kucecarkan pada Nona Tika.
“Saya bersalah ! Tapi saya hanya ingin menyelamatkannya!” Nona Tika berteriak.
“Anda malah membunuh putri saya !” bentak Ayah kepada wanita itu.
“Tenang, Tuan. Nona coba ceritakan awal mula pertemuan Anda dengan Nona Rachel.” pinta Dokter Joshua. “Tolong ceritakan dengan jujur termasuk keterlibatan Anda.”
“Kami kebetulan bertemu di butik pakaian pria. Saat itu Nona Rachel bertanya kepada saya model dasi yang cocok untuk dipakai pria yang akan menjadi tunangannya. Saya memilihkan dasi berwarna hitam dan Nona Rachel terlihat menyukainya. Namun ketika di kasir, saya melihat ia kebingungan karena dompet dan HP nya tertinggal. Maka saya menawarkan bantuan untuk membayarkan dasi itu. Awalnya Nona Rachel menolak namun saya meyakinkan ketulusan saya. Akhirnya kami saling bertukar kartu nama dan Nona Rachel berjanji akan mengembalikannya setelah sampai di rumah.”
“Anda memanfaatkan nomor telepon Rachel untuk menjebaknya kan?!” Ayah marah sambil memukul kaca pembatas.
“Tidak. Saya bahkan tidak tahu calon tunangannya. Ketika saya tahu calon tunangan yang ia maksud adalah Bastian, saya berusaha menghubunginya namun tidak digubris. Akhirnya saya memanfaatkan fitur pesan anonim sebagai peringatan agar berhati-hati.”
“Lalu kenapa Anda mengajaknya bertemu di hari itu?” tanya Dokter Joshua sambil meremas tangannya. Aku tahu ia marah namun berusaha mengendalikan dirinya.
“Saya ingin memberinya bukti penting karena itu saya mengajaknya bertemu di restoran pusat kota. Saya menunggu hampir 2 jam namun Nona Rachel tidak kunjung datang. Ketika beberapa pelayan berbincang mengenai terjadinya kecelakaan, saya langsung menuju lokasi yang dimaksud. Ternyata tidak jauh dari tempat kami bertemu. Saya hanya bisa menangis melihat korban yang dibawa oleh ambulans adalah Nona Rachel. Sungguh saya menyesal mengajaknya bertemu di hari itu. Tuan, Anda harus segera menghukum Bastian. Saya yakin ada kaitannya. Orang itu penipu!” Nona Tika mendelik saat mengucap kata ‘Bastian’.
“Calon menantu saya adalah orang baik. Bahkan ia selalu menguatkan dan ada untuk saya di tengah kesedihan. Dia sudah saya anggap anak dan Anda mengatainya penipu!”
“Anda telah ditipu Tuan Hermawan! Satu tahun lalu, Ayah saya sampai meninggal begitu juga harta kami disita oleh bank. Bastian tidak menepati janjinya untuk membuka usaha bagi Ayah saya. Tidak ada satupun uang yang kami genggam di hari itu dan kami hidup di jalanan sampai saya berhasil memperoleh pekerjaan tetap. Sayangnya, Ayah meninggal sebelum bisa menikmati hidup yang layak.” Huhuhu…
Aku yang mengikuti pembicaraan mereka dari awal menjadi kesal karena Ayah tidak memberi kepercayaan akan kesaksian Nona Tika. Bahwa memang benar aku pernah bertemu dengannya di sebuah butik. Ia yang sudah membantuku membeli dasi untuk Bastian. Bahkan untuk beberapa kali nomor telepon yang masuk, karena kelalaianku aku tidak menyimpan nomornya dan mengabaikan panggilan dari nomor tidak dikenal. Dari situlah mungkin, Nona Tika memutuskan memakai fitur pesan anonim agar dapat mengirimkan bukti-bukti tersebut. Aku juga tidak menyangka bahwa Nona Tika telah menjadi korban dari kejahatan Bastian sebelumnya. Jadi tolong jangan menekan Nona Tika lagi, Ayah !
Mee-o-uww (Jangan menangis, Nona Tika. Ini aku Rachel.)
Aku memutuskan menuju tempat duduk Nona Tika. Aku memegang tangan wanita itu untuk memberinya kekuatan. Tangannya kasar yang menandakan ia bekerja keras demi mengembalikan kehidupaan yang layak untuk dirinya dan Ayahnya. Ia tidak berbohong.
Nona Tika mengelus kepalaku dan menjadi semakin sedih saat matanya bertatapan denganku. Namun aku meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. Jadi aku memohon padanya supaya ia berhenti menyalahkan diri sendiri dan fokus pada tujuan yang ingin dicapainya. Seolah mengerti pikiranku, Nona Tika mengusap air matanya dan meminta petugas penjaga untuk memberikan berkas-berkas yang sudah disiapkannya.
“Saya tahu Anda tidak akan percaya pada saya. Namun yang saya akan berikan hari ini adalah kebenaran. Ini adalah berkas kerjasama Ayah dan Bastian yang ingin saya berikan kepada Nona Rachel di hari itu. Anda dapat memeriksanya sendiri. Setelah ini saya akan menyerahkan diri ke polisi atas kematian Nona Rachel.”
“Tunggu, Nona Tika. Sebaiknya kita mempelajari dan memperkuat bukti-bukti pendukung. Anda tidak bersalah. Sekarang kita hanya perlu mencari tahu penyebab kecelakaan dan keterikatan Bastian di dalamnya.” ucap Dokter Joshua.
“Anda ditipu olehnya, Dokter Joshua! Jangan percaya padanya!” Ayah semakin marah.
“Tuan, kita harus melihat masalah ini secara obyektif demi memperjuangkan keadilan putri Anda. Bukankah tujuan kita sama Tuan?” Dokter Joshua menenangkan Ayah yang sedang menangis karena bingung. Nona Tika juga meminta maaf berkali-kali namun Dokter Joshua meyakinkan bahwa dirinya tidak bersalah selama pernyataannya hari ini adalah sebuah kejujuran.
“Saya bersumpah kepada Anda semua yang mendengar cerita saya hari ini. Apapun yang saya katakan dan bukti-bukti yang saya berikan adalah benar. Untuk apa saya mengatakan kebohongan yang akan menistakan kuburan Ayah saya?”
Dokter Joshua mengambil bukti yang dibawa Nona Tika lalu menyerahkan kepada pengacaranya. Mereka sempat berbicara cukup serius dan pengacara itu pamit undur diri. “Nona Tika, Anda tidak perlu takut jika memang tidak terbukti bersalah. Kebenaran yang akan membantu kita. Saya akan terus meng-update perkembangan kasusnya.”
“Terima kasih, Dokter Joshua. Saya tahu Anda orang yang baik. Saya mohon hukum Bastian seberat-beratnya.” pinta Nona Tika.
“Ck.. Anda yang harus dihukum karena membuat Rachel meninggal!” seru Ayah.
“Mari kita pulang, Tuan. Jaga diri Anda, Nona Tika. Sementara kita tidak perlu bertemu dulu sampai semuanya jelas. Saya akan menghubungi melalui email. Dan Tuan Hermawan, Anda juga harus berjanji tidak menceritakan kejadian ini kepada Tuan Bastian sampai kebenaran terungkap. Anda menyayangi Rachel kan?” Dokter Joshua berusaha memadamkan amarah Ayah. Para pengawal membawa Nona Tika keluar lebih dulu.
“Tentu saja. Putriku harus mendapat keadilan yang layak.”
Mee-o-uww! (Aku sayang Ayah!)
Ayah menoleh ke arahku. Sejenak beliau melihat kalung inisial ‘R’ itu tergantung di leherku. Ayah yang tidak pernah mengusap kepala Jasumin, namun hari ini untuk pertama kalinya mengusap kepala seekor kucing. Bahkan beliau meminta izin untuk menggendongku – maksudku, Jasumin sebentar dari Dokter Joshua. Aku juga rindu pelukan Ayah. Aku berjanji akan melindungi Ayah di sisa waktu terakhirku.
“Dokter Joshua, bolehkah Jasumin pulang bersama saya?” Ayah bertanya.
“Silahkan, Tuan. Jasumin juga terlihat senang.”
Hore aku pulang kembali ke rumah bersama Ayah. Meskipun wujudku seekor kucing, namun Ayah memperlakukanku seperti putrinya. Beliau mengajakku mengobrol, menunjukkan foto bahkan menyuruhku mencicipi makanan buatannya. Tiba-tiba Bastian datang ke rumah.
“Selamat siang, Ayah! Ayah tidak lupa kan hari ini akan bertemu notaris?”
“Bukannya baru besok? Kalau begitu tunggu sebentar. Aku akan siap-siap.”
Aku sengaja mendekati Bastian. Awalnya Bastian tidak menyadari keberadaanku dan sibuk menelepon seseorang. Mendengar pembicaraannya, Bastian mengatakan tahap ini pasti berhasil. Aku mendekatinya sampai ia bersin-bersin. “HACIH! HA-HACIH!”
Mee-o-uww! (Lihat apa kamu! Masih bisa bilang kangen ke aku?!) Ekspresiku puas berhasil mengganggunya. Bastian seperti jengkel melihatku mengganggunya.
“Bastian mari kita berangkat. Ah! Anda mengingat Jasumin, kan? Dia sudah kembali sehat dan akan menemani saya kemanapun saya pergi. Saya harap Bastian tidak keberatan. Ini saya bawakan masker juga untuk Anda.”
“Uhm.. ya baiklah, Ayah!” Mau tidak mau Bastian satu mobil denganku. Rasakan itu!
“Ayah, saya minta maaf atas semua tindakan saya. Saya tidak bisa menjaga Anda dan Rachel dengan baik.” Bastian tiba-tiba melontarkan kalimat yang membuatku dan Ayah kaget.
“Apa maksudmu, Bastian?” tanya Ayah berpura-pura. Mungkin Ayah memiliki pikiran yang sama denganku untuk segera menginterogasi pria ini namun demi kesuksesan penyelidikan, kami tidak boleh berlaku ceroboh.
Bastian hanya memandang Ayah dengan tatapan sedih. Lalu hanya menjawab singkat dengan sedikit nada riang yang dipaksakan. “Tidak ada, Ayah.”
Kami pun saling berdiam diri selama perjalanan hingga tiba di sebuah gedung perkantoran mewah dengan 40 lantai. Bastian memperkenalkan kantornya untuk pertama kalinya kepada Ayah. Kantor Bastian ada di lantai paling atas. Saat kami kesana para pekerja sedang sibuk dan tidak ada yang memperhatikan kedatangan kami. Seorang office boy datang membawakan welcome drink. Di ruangan itu sudah ada Bastian, notaris, rekan investor Bastian, Ayah, dan aku. Aku melihat Ayah menyerahkan beberapa dokumen yang tidak aku ketahui kepada mereka. Notaris mengatakan akan mengurus Akta Pendirian Usaha secepat mungkin. Ayah mengangguk-angguk mendengar penjelasan Bastian dan rekan investornya. Setelah itu, Bastian menawarkan untuk mengantarkan Ayah pulang namun Ayah menolaknya dan bilang ingin naik bus saja bersamaku. Bastian yang tidak ingin mengambil resiko berdekatan dengan kucing pun menyetujuinya.
Saat rombongan Bastian menjauh, aku mendengar sesuatu yang membuatku yakin bahwa Bastian memiliki niat yang tidak baik kepada Ayah.
-Sebentar lagi semua aset itu akan jatuh ke tangan kita. Tuan Hermawan bahkan tidak akan menyadari tindakanmu, Bastian.-
-Seharusnya kita menghentikan ini, putrinya sudah meninggal.-
-Kenapa kamu jadi lemah? Kita harus fokus pada tujuan, Bas!-
TIDAK! Ayah sedang berada dalam bahaya. Apa yang diucapkan Nona Tika benar. Lalu bagaimana caraku memberitahu Ayah apa yang kudengar? Aku hanya bisa mengeong dimana Ayah tidak memahami satupun ucapanku. Putus asa kembali melandaku. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Ada satu orang yang bisa memahami ucapanku. Aku harus minta tolong padanya secepatnya. Aku menggigit liontin kalungku dan menggeram kepada Ayah. Ayah yang awalnya bingung berusaha mengartikan satu per satu maksudku.
“Kamu ingin aku menelepon Dokter Joshua?” tebak Ayah setelah 10 kali gagal.
Meow! (Benar!) Akhirnya Ayah berhasil memahaminya.
Dokter Joshua segera menuju rumahku ketika Ayah memberi tahu kedatangan kami. Ayah mengatakan bahwa aku bertingkah aneh sejak bertemu Bastian. “Padahal aku sudah berusaha mendekatkan Jasumin dan Bastian namun sepertinya tidak akan pernah berhasil. Mungkinkah Jasumin mengetahui sesuatu, Dokter?”
“Maaf Tuan. Saya akan mencoba memahami maksud Jasumin dengan tindakannya. Nah, Jasumin ceritakan yang kamu lihat.” pinta Dokter Joshua padaku.
Aku mencoba untuk membuat perumpamaan dengan memakai pigura foto Ayah. Aku meminta Dokter Joshua memegangi foto itu dan aku berjalan di belakang foto itu sambil menyeret sebuah gunting ke arah depan. Tentu saja sambil mengeong heboh.
“Sepertinya Jasumin meminta Anda berhati-hati, Tuan. Ada indikasi Tuan Bastian ingin mencelakai Anda dari belakang. Itu lebih berbahaya daripada serangan langsung.”
“Astaga! Apa itu benar Jasumin?” Ayah meminta penjelasan seolah tidak percaya.
Meow! (Tentu saja! Aku mendengarnya sendiri tadi di kantor!)
“Apa yang sedang Anda kerjakan bersama Tuan Bastian?” tanya Dokter Joshua.
“Aku ingin mendirikan suatu usaha restoran dan Bastian datang membantu sebagai investor. Ia juga membantu penyelesaian berbagai dokumen yang diperlukan. Baru saja saya bertemu dengan rekan-rekannya untuk pengurusan akta usaha.” ucap Ayah. “Sepengetahuan saya, ia pria baik dan penuh perhatian. Karena itu, saya tidak ragu untuk mendekatkannya dengan Rachel. Huhuhu.. maafkan Ayah, Rachel. Ayah tidak bisa melindungimu.”
Mee-o-uww?! (Jangan menagis Ayah?!)
Dokter Joshua memeluk Ayah dan menenangkannya. Dokter Joshua juga meminta rincian dokumen dan daftar pengeluaran dana yang sudah dikeluarkan Ayah selama pembicaraan bisnis ini berlangsung. Termasuk daftar uang masuk yang diterima dari Bastian.
“Saya tidak begitu memahami perihal bisnis, Tuan. Namun saya memiliki seorang kawan yang memiliki kemampuan di bidang itu. Jika Anda bersedia, saya akan meminta bantuan dari kawan saya ini.”
“Tentu! Terima kasih, Dokter. Saya berhutang budi sangat banyak kepada Anda.”
“Jangan seperti itu, Tuan. Saya akan berusaha yang terbaik.”
“Bawalah Jasumin. Sepertinya ada banyak yang ingin ia sampaikan pada Anda. Siapa tahu Jasumin akan banyak membantu. Bagaimana keadaan Nona Tika sekarang?” tanya Ayah.
“Nona Tika masih berstatus sebagai saksi. Sekarang Pak Inspektur sedang meminta keterangan darinya. Anda tidak perlu khawatir. Kalau begitu kami pamit pulang.”
Meow! (Jaga diri, Ayah!)
“Hati-hati di jalan!” Ayah melambaikan tangan mengantar kepulangan kami.