Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Maze Of Madness
MENU
About Us  

"Aku mencarimu selama berjam-jam." Kieran menunduk, meneliti hampir seluruh fitur wajah Nora. "Kemana saja kau?"

Nora masih mencoba menetralkan nafas. Jantungnya masih berdetak terlalu kencang. Tangan Kieran tegang ketika bersentuhan dengan pipinya. Perlu beberapa detik untuk keduanya mampu mengurangi rasa gusar masing-masing.

"Aku baik-baik saja." Nora mengerjap, masih belum mau menatap Kieran.

"Aku bertanya kemana kau, Nora. Aku bisa melihat kau justru tidak baik-baik saja sekarang ini."

Nora mencoba menurunkan tangan Kieran dan mendorong tubuhnya pelan. Ia baru bisa bicara lagi setelah Kieran memberinya lebih banyak ruang. "Aku baik. Aku melihat Oberon Priam kecil, usianya baru dua belas. Aku juga melihat Alhok. Dia membunuh dua saudara Priam. Dan Priam balas membunuhnya. Atau setidaknya, mengirimnya kembali ke danau."

"Apa?"

Nora akhirnya mendongak. "Aku melihat ingatan Oberon Priam ketika ia masih kecil. Alhok sudah ada ketika ia masih anak-anak."

Mata Kieran masih memancarkan keraguan. "Serius?"

Nora berdecak. "Kau pikir aku berbohong?"

"Tidak. Tunggu dulu." Kieran menahan bahu Nora saat gadis itu hendak kembali ke tempat ia datang. Ia paksa wajah Nora menghadapnya, baru ia menunduk dan berucap pelan, "Kau benar-benar diberi ingatan Oberon Priam oleh Alhok? Kenapa ia melakukan itu?"

Nora menggeleng. "Aku tidak tahu. Kurasa dia hendak memberitahu kita sesuatu."

"Apa kau yakin itu benar-benar memori asli? Bukan buatan? Untuk, entahlah, membuatmu gila? Karena—" Kieran benar-benar tak tahu apa yang ingin ia katakan.

Nafasnya masih benar-benar tak terkendali. Tangannya gemetaran, peluh juga menetes dari dahi dan pelipisnya. Pupil Kieran tak berhenti melirik kesana-kemari. Ia sesekali memperhatikan pintu-pintu dan lorong yang ada di kanan kirinya. Buku jarinya memerah karena tangkai pedangnya ia remat terlalu lama.

Nora memperhatikan semua itu sembari menunggu Kieran berbicara, yang sepertinya tak akan ia lakukan lagi dalam beberapa waktu.

"Bernafaslah." Nora perlahan mengusap peluh di dahi pria itu. "Sudah berapa lama kau di sini? Apa yang Alhok lakukan padamu ketika aku pergi?"

Kieran masih berusaha menormalkan deru nafasnya. Ia perlahan menurunkan tangan Nora, berucap lemah, "berjam-jam. Aku tidak tahu. Aku tidak bisa menghitungnya dengan benar. Jam sakuku mati. Kau tidak ada bersamaku. Ada banyak hal terjadi, aku—"

Nora memaksa Kieran duduk di lantai yang ternyata bertekstur marmer, namun warnanya sehitam jelaga.

Kieran menolak untuk duduk, memilih untuk berlutut di sana. "Tidak, aku baik-baik saja. Aku tidak memerlukannya."

Kecemasan tak ayal ikut hinggap di benak Nora. Sekitarnya masih berkesan suram dan membingungkan, corak-corak kertas dinding bergerak-gerak seperi lautan darah. Pintu-pintu dan lantai yang mereka pijaki serupa portal menuju neraka penuh kegelapan dan ketidakpastian. Apapun yang Alhok buat di sini dan apapun yang Kieran alami, Nora tak yakin semua itu adalah ilusi biasa yang sempat ia remehkan.

Nora meremat bahu Kieran, mencoba untuk tak panik. Jika dirinya ikut cemas, siapa yang akan menenangkan Kieran?

"Kieran?" Nora mencoba memanggilnya. Kieran memberikan respon dengan gumaman pelan.

Nora tak tahu hendak mengucapkan apa. Ia ingin menyampaikan sesuatu, dan ia perlu memberitahu Kieran sesuatu, tapi ia tak bisa melakukan apapun. Otaknya kini menjadi super duper dungu. Ia bahkan tak bisa memutuskan akan melakukan apa setelah ini.

"Kieran?" Nora memanggilnya sekali lagi, dengan intonasi yang lebih pelan. Ia mencoba menatap bola matanya yang kadang membuat Nora sedikit terpana. "Bagaimana kalau kau ikut aku?"

Kieran mendongak. "Apa?"

"Kau ikut aku, mencari pecahan ingatan Oberon Priam. Aku rasa kita butuh tahu tentang Oberon Priam dan masuk kesana bisa menambah pengetahuan kita tentang Alhok, bahkan merubahnya."

Kieran mengerjap. "Bercanda, ya?"

"Kieran, ilusi apapun yang Alhok berikan di sini, kau mau mendapatkannya lagi?"

Kieran memandang Nora heran. "Kau lihat sendiri aku ketinggalan di luar pintu tadi."

Nora berusaha menahan tawanya karena tertawa di situasi seperti ini bukanlah hal yang benar dilakukan. "Tapi yang ini pasti bisa."

Kieran menghela nafas, sejenak memandang Nora yang menangkup wajahnya, tampak begitu yakin dengan rencana yang ia buat.

"Bagaimana kau bisa se-optimis ini, Nora?"

Nora menelan ludahnya sebelum melanjutkan, "aku tidak optimis. Aku melakukan apa yang mungkin bisa kita lakukan. Tempat ini asing, tidak pasti, menyesatkan, dan tentu saja bertujuan untuk membuat kita gila. Tujuan kita kemari adalah untuk Logan. Bukan menjadi pengikut Alhok. Maka apapun akan kulakukan untuk kewarasan kita berdua. Masuk ke sana patut dicoba."

Kieran mengusap dahinya. "Dengar, aku tidak mau mengambil resiko untuk menempatkanmu dalam bahaya. Bagaimana jika—kau tahu—ada banyak sekali 'bagaimana jika' di pikiranku."

Nora menggigit bibirnya kuat-kuat, menunggu Kieran berbicara.

"Aku tidak tahu bagaimana kita bisa terpisah. Aku melihat—aku melihat diperlihatkan banyak sekali hal di sini. Dan kau juga di dalam sana. Kita seolah—kita seolah diberi sesuatu yang berbeda oleh Alhok dan aku tidak tahu apa tujuannya melakukan itu. Apa yang diinginkannya dari melakukan hal ini. Bagaimana jika—Nora, aku takut aku justru dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tak kuinginkan di dalam sana. Padamu. Karena di sini, aku—"

"Kieran." Nora mengusap rahang pria itu, memaksanya berhenti meracau. "Itu hanya 'bagaimana jika'. Lupakan itu dan ingat taruhan awal kita. Lorong-lorong ini membuatmu gila lebih awal dan itu tidak adil. Kita akan lalui ini bersama dan lihat siapa yang akan jadi lebih kuat atau lebih gila. Bahaya apapun yang akan kita hadapi di dalam sini, harusnya memiliki level ketidakwarasan dan ketidaklogisan yang sama. Jadi, kau harus ikut aku, mengerti?"

Kieran meloloskan sebuah tawa miris yang sederhana. "Setelah melihat isi ilusi ini kau masih memikirkan soal taruhan?"

Nora menyentuh dadanya sendiri dan mengangguk-angguk dramatis. "Aku menghargai taruhan ini dengan sepenuh hatiku, Kieran. Ketika aku menang nanti, kau harus mau menuruti apapun yang kuinginkan dalam kurun waktu tertentu—aku sudah merencanakan semuanya, asal kau tahu saja."

Kieran mengangkat alisnya sebelum menjawab, "apa menggendongmu kemanapun kau hendak pergi masuk dalam rencanamu itu?"

"Ya, tentu saja." Namun Nora mendelik dan buru-buru menggeleng setelah sadar apa yang dikatakannya. "Maksudku—"

Kieran refleks tertawa dengan salah satu ujung bibirnya yang terangkat lebih tinggi dari yang lain. "Aku tahu kau menyukai gendonganku, Tuan Putri."

"Maksudku bukan begitu!"

Kieran masih tertawa, memalingkan muka saat melihat wajah bersemu NOra dan bibirnya yang memberengut kesal.

Nora berhasil membuat keyakinannya naik sedikit demi sedikit. Namun masih ada rasa ragu dalam sudut hatinya. Ia masih terbayang ilusi Alhok yang dialaminya beberapa saat lalu. Nora tampak baik-baik saja di dalam sana, yang ia hadapi lebih baik daripada miliknya di sini. Sesuatu yang membuat mereka terpisah seolah menginginkan Kieran menderita lebih banyak. Bagaimana jika—

Kieran menahan nafas. Ia menggeleng pelan, menyentuh kulit tangan Nora dengan jari-jarinya.

"Aku serius untuk 'bagaimana jika' yang ini, Nora. Bagaimana jika nantinya aku tetap dipisahkan lagi darimu?"

Nora langsung mengakhiri perasaan dongkolnya. Ia mengambil tangan Kiran dan menggenggamnya. "Maka kita harus bisa menemukan satu sama lain. Semuanya akan baik-baik saja."

Semuanya akan baik-baik saja. Kieran akhirnya mengingat kata-kata itu setelah lima tahun ia tak pernah mendengarnya. Tidak ada yang mengatakannya selain Nora. Semua akan baik-baik saja.

Kieran tersenyum, meski rona wajahnya masih belum sepenuhnya kembali. "Baiklah, Tuan Putri. Kau dengan sifat keras kepalamu akan selalu menang. Kau masuk ke sana, dapatkan apapun yang kita butuhkan. Aku akan berada di belakangmu bersama Moralki dan tak ada yang akan mengusikmu. Syaratnya, kita tak boleh saling meninggalkan. Setuju?"

Nora menahan nafas, mengangguk dengan senyuman tipis. "Oke."

Kini justru Nora yang merasa gusar. Ia takut jika nantinya ia akan meninggalkan Kieran di detik pertama perjanjian kecil mereka dibentuk.

Adalah Kieran yang pertama kali memecah sunyi sejenak di antara mereka. "Oke, kau mau mencari pintu itu kemana?"

Nora mengangkat bahu. "Pintu itu muncul dengan sendirinya, untuk yang sebelumnya. Lalu yang kedua, aku tidak tahu."

Nora berdiri, memandang lorong kemerahan tanpa ujung yang dipasangi pintu-pintu di setiap jarak tertentu. Nora mengerti kepanikan yang Kieran rasakan. Pikirannya mulai menumbuhkan 'bagaimana jika' yang merebak seperti jamur di musim hujan, yang bagi Nora tidak logis sama sekali. Tapi ketakutan memang tidak pernah logis.

Kieran masih memegang tangannya. Ia ikut berdiri, memandang lorong dengan helaan nafas panjang.

"Apa yang sebenarnya tersimpan di dalam sini, Kieran?"

Kieran membuka mulutnya untuk menjawab. Tapi sudut matanya memandang pusaran bayangan di ujung lorong, membentuk siluet manusia. Seorang anak kecil, berdiri diam di belakang Nora. Gadis itu kebingungan ketika ia berbalik dan melihat pusaran bayangan itu membentuk sosok yang familiar.

Kemeja putih berkerah tinggi, celana katun selutut, rambut legam yang berantakan. Pandangan kosong tanpa makna menembus hingga dalam jiwa Nora.

Kieran seperti tersedak oleh nafasnya sendiri. Ia menarik Nora yang terdiam di tempatnya. Lantai di bawah kakinya seperti melunak dan memadat, lalu bergelombang dan berputar-putar. Nora bisa menangkap kepanikan Kieran. Tapi ia yakin Kieran juga merasakan lantai di bawah mereka bertindak seperti pasir hisap mematikan.

Nora bagai kembali disulut saat kepalanya tiba-tiba tercerahkan. Ia mendorong Kieran, memaksanya lari. Tapi Kieran tetap berada di tempat, horor dan ketakutan tercetak jelas dari dua sorot matanya.

"Kieran kita harus—"

"Aku tidak tahu apa yang ia inginkan." Kieran mulai meracau. "Kunci utama lolos dari jebakan ilusi adalah kau—kau sadar kau berada dalam ilusi dan jangan pernah menuruti apapun yang kau inginkan di dalamnya."

"Kau bisa merubah apapun di sini. Aku akan membantumu."

Anak itu mulai melangkah maju. Ia berucap dalam suara yang dalam, rendah namun menulikan. Ucapannya seakan berasal dari setiap inchi dinding di kanan kiri mereka, bahkan lantai yang semakin tak stabil.

Figur anak itu berubah-ubah. Kadang ia berusia sepuluh tahun dengan piyama bergarisnya. Kadang ia berusia dua belas, dengan tubuh lebih tinggi dan rambut lebih lebat, memakai seragam sekolah. Kadang ia merupakan siswa sekolah menengah pertama dengan kemeja formal berwarna ungu gelap.

Nora semakin bisa menyadari siapa anak itu. Kemiripannya dengan Kieran tak bisa didebat. Anak ini adalah Kieran. Versi muda pria itu, yang mencoba menarik Kieran masuk dalam jebakan yang lebih dalam.

Pintu-pintu juga mulai berkelebat, menampilkan kejadian-kejadian yang berbeda, yang tak bisa Nora perhatikan seluruhnya. Semua itu tentang Kieran dan kehidupan masa lalunya yang tak pernah Nora tahu.

Kaki Nora sudah melesak separuh. Ia menepuk-nepuk wajah Kieran dengan cukup keras.

"Kieran sadarlah!" serunya sia-sia. "Kau tidak bisa mengubah apapun di sini—dia akan semakin menjerumuskanmu. Kau akan diambil oleh Alhok dalam waktu cepat."

"Kau bisa mencegah anak itu supaya ia tak berdebat dengan bibimu."

Suara itu bergema lagi, sementara Nora semakin tersedot masuk ke kegelapan yang memupuk di bawah kakinya.

"Kau bisa mencegah kakakmu kabur dari rumah. Kau bisa mencegah ayah ibumu turun ke teras malam itu, jika kau mau. Atau kau ingin mencegah hal lain untuk merubah masa lalumu?"

Nora berusaha menutup telinga Kieran.

Pria itu menatap Nora dengan mata berair. Ia meremat pedangnya sembari menahan tubuh Nora yang semakin jatuh. "Aku berusaha, Nora. Ini berbeda dari ilusi sebelumnya—"

"Teruslah berusaha. Aku tidak bisa—" Nora memekik, tubuhnya terasa semakin berat hingga Kieran menjatuhkan dirinya demi memegang tangan Nora erat-erat. "Jangan mengikutinya. Kumohon. Jangan mencoba untuk merubah apapun."

Kieran mengangguk. "Aku akan berusaha."

"Kau harus menolaknya." Nora mengerang, hendak memegang tangan Kieran, tapi ia juga menyadari tatapan Kieran pada versi kecil dirinya yang berjalan mendekat. "Kieran, lepaskan saja. Aku akan menemukanmu nanti."

"Tidak, aku tidak bisa—"

Nora menggeram. Ia juga tidak bisa. Ia tidak mau melepas tangan Kieran. Tapi ia tidak tahu apa yang bayangan Kieran kecil bisa lakukan pada pria itu jika Nora tak melepaskan diri.

"Larilah! Aku akan menemukanmu!"

Lalu kegelapan mulai menelannya, membawanya menuju bentuk ilusi kegilaan Alhok yang tak menentu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rembulan
1175      658     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
When I Was Young
9216      1918     11     
Fantasy
Dua karakter yang terpisah tidak seharusnya bertemu dan bersatu. Ini seperti membuka kotak pandora. Semakin banyak yang kau tahu, rasa sakit akan menghujanimu. ***** April baru saja melupakan cinta pertamanya ketika seorang sahabat membimbingnya pada Dana, teman barunya. Entah mengapa, setelah itu ia merasa pernah sangat mengenal Dana. ...
The genius hunter S class
79      69     1     
Fantasy
Dunia telah berubah, sudah tak asing lagi dengan lingkaran hitam yang tersebar di berbagai belahan dunia. Semenjak 10 tahun yang lalu, yang dikenal sebagai mimpi buruk muncul sebuah lingkaran hitam, awalnya tidak terjadi apa pun namun seiring berjalannya waktu, sesuatu keluar dari lingkaran hitam tersebut yang menyebabkan begitu banyak kematian. Tepat pada saat itu kebangkitan manusia dimulai han...
Bittersweet My Betty La Fea
4588      1463     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
Sacred Sins
1566      679     8     
Fantasy
With fragmented dreams and a wounded faith, Aria Harper is enslaved. Living as a human mortal in the kingdom of Sevardoveth is no less than an indignation. All that is humane are tormented and exploited to their maximum capacities. This is especially the case for Aria, who is born one of the very few providers of a unique type of blood essential to sustain the immortality of the royal vampires of...
Under The Darkness
54      51     2     
Fantasy
Zivera Camellia Sapphire, mendapat sebuah pesan dari nenek moyangnya melalui sebuah mimpi. Mimpi tersebut menjelaskan sebuah kawasan gelap penuh api dan bercak darah, dan suara menjerit yang menggema di mana-mana. Mimpi tersebut selalu menggenangi pikirannya. Kadangkala, saat ia berada di tempat kuno maupun hutan, pasti selalu terlintas sebuah rekaman tentang dirinya dan seorang pria yang bah...
Seharap
7636      2639     2     
Inspirational
Tisha tidak pernah menyangka, keberaniannya menyanggupi tantangan dari sang kakak untuk mendekati seorang pengunjung setia perpustakaan akan menyeretnya pada sebuah hubungan yang meresahkan. Segala kepasifan dan keteraturan Tisha terusik. Dia yang terbiasa menyendiri dalam sepi harus terlibat berbagai aktivitas sosial yang selama ini sangat dihindari. Akankah Tisha bisa melepaskan diri dan ...
Da Capo al Fine
275      233     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir
Langit Indah Sore Hari
138      119     0     
Inspirational
Masa lalu dan masa depan saling terhubung. Alka seorang remaja berusia 16 tahun, hubungannya dengan orang sekitar semakin merenggang. Suatu hari ia menemukan sebuah buku yang berisikan catatan harian dari seseorang yang pernah dekat dengannya. Karena penasaran Alka membacanya. Ia terkejut, tanpa sadar air mata perlahan mengalir melewati pipi. Seusai membaca buku itu sampai selesai, Alka ber...
Switched A Live
3455      1367     3     
Fantasy
Kehidupanku ini tidak di inginkan oleh dunia. Lalu kenapa aku harus lahir dan hidup di dunia ini? apa alasannya hingga aku yang hidup ini menjalani kehidupan yang tidak ada satu orang pun membenarkan jika aku hidup. Malam itu, dimana aku mendapatkan kekerasan fisik dari ayah kandungku dan juga mendapatkan hinaan yang begitu menyakitkan dari ibu tiriku. Belum lagi seluruh makhluk di dunia ini m...