Logan memberikan Nora selembar koran.
Berita paling terbaru, paling disorot, dan paling krusial tertulis di bagian atas pojok kanan. Nora membacanya keras-keras, namun Patrice tetap memicingkan matanya di samping Nora.
“City Phantom: Dia kembali Menyerang.”
“Wow.” Adalah respon Patrice yang membuat Nora menoleh padanya dengan penuh keheranan. Serius harus begitu reaksinya?
Nora meminta Logan untuk meminta kejelasan, ia mengangkat bahu seolah menyuruh Nora untuk membaca korannya. Yang mana tidak ingin ia lakukan karena biasanya para jurnalistik koran-koran Dunchaster menambah detail tak perlu yang membuat tulisan mereka super panjang dan membingungkan. Jadi Nora menyerahkan koran itu pada Logan dan melipat tangan di dada.
“Baiklah.” Logan memulai sambil melipat koran itu. “Singkatnya, City Phantom membunuh banyak orang di malam tahun baru. Selama ini ia memang sudah menjadi momok besar bagi Dunchaster. Tapi serangannya yang ini benar-benar... keterlaluan. Pendemo konstan terbentuk saat Walikota menyampaikan pidato mengenai hal itu tadi pagi. Mereka protes tentang ketidaksigapan aparat kepolisian untuk mengurus City Phantom ini.”
Nora mengulum bibir dan melirik Patrice yang justru termenung menatap sepatu mengkilap Logan. “Ayah ada di sana, bersama Walikota, ya kan? Dan dia terluka karena keributan yang dibuat oleh para pendemo itu.”
Logan mengangguk. Ia tersaruk mundur dan mengerang saat Nora menerjang abdomennya dengan tinjuan. “Hei—”
“Dan kapan kau kemari? Tidak memberitahuku lebih dulu? Justru Helen yang tahu beritanya lebih dulu daripada aku.”
Logan, dengan tingkah gugupnya yang tidak biasa, akhirnya nyegir lebar. “Harusnya kedatanganku menjadi kejutan. Tapi aku tidak tahu darimana Helen tahu tentang itu.”
Nora memicing. “Baiklah.”
“Maaf menyela, Tuan, dan Nyonya.” Patrice mengangkat tangannya. “Aku Patrice, ngomong-ngomong. Guru menembak—dan berburu, dan segala macam hal yang berurusan dengan sejata—Nora.”
“Tentu.” Logan menyempatkan diri menjabat tangan Patrice. “Kudengar kau bekerja di kepolisian. Di kantor mana kau bekerja?”
“Sektor Sembilan, daerah sini saja.” Patrice tersenyum. Nora menangkap kerlingan kecil di mata Logan, membuatnya teringat versi kecil dirinya yang salah tingkah di depan Sang Ibu. “Kantorku ikut serta menyelidiki hal tersebut, mengingat kasus terakhir terjadi di sektor ini. Kebanyakan korban City Phantom adalah keluarga bangsawan dan aristrokat. Mengingat identitas keluarga kalian berdua, Aku menyarankan kalian untuk berhati-hati. Dia bisa datang kapan saja dan melakukan hal yang tak kita inginkan.”
Logan menatap Nora, dan Nora menatapnya kembali. “Apa ada sesuatu?”
Nora menggeleng. “Hanya terkejut.”
“Nora, kau…” Logan seolah kehilangan kata-kata. “Kau sungguh baik-baik saja?”
Bibir Nora terkatup rapat. Sempat memiliki pembelaan di dalam kepala, tapi memutuskan untuk tak menyampaikannya. Ia sebenarnya tidak baik-baik saja.
Nora secara teknis mengunci dirinya dari dunia luar dengan selalu tinggal di manor. Lokasinya pun kurang strategis dan lumayan terpencil–lereng bukit tertinggi di Dunchaster. Satu-satunya akses terdekat dengan penduduk kota pegunungan ini adalah Thierry Residents yang jaraknya dua kilometer dari sini. Tidak terlalu jauh, tapi kompleks itu diisi villa-villa mewah yang hanya ramai di musim panas. Nora menghabiskan lima tahun terakhir menghadiri sekolah asrama selama satu tahun pelajaran, lalu menghabiskan “kelas-kelas” luar ruangan selama liburan tiba. Surat kabar jarang masuk ke dalam sini jika bukan para pelayan yang membawakannya. Dan Nora sendiri tanpa sadar membatasi dirinya sendiri dari membaca berita. Sesuatu yang Nora butuhkan selama ini hanyalah ketenangan. Segala bencana yang terjadi di luar hanya akan menghalangi hal itu datang pada Nora. Dan ia tak yakin satu kata itu akan ia rasakan setelah berita ini sampai.
Nora berdehem pelan. “Apa dia benar-benar membunuh sembarang keluarga kaya? Atau ia memiliki target tersendiri?”
“Hal itu masih belum bisa dipastikan.” Patrice sempat menahan diri sebelum ia menjawab. “Di Sektor Tujuh, ada tiga hingga empat kediaman bangsawan yang berdekatan. Tapi hanya pasangan Sullivan yang dibunuh–anak kembar mereka ditinggalkan.”
“Tapi tiga hari kemudian tetangganya, pebisnis properti David Hughes juga dibunuh. Hughes masuk ke dalam pembantaian malam tahun baru yang City Phantom lakukan.”
Napas Patrice memberat. “Ya. Benar.”
"Berapa jumlah korbannya malam itu?"
"Delapan," jawab Patrice yakin.
Nora melipat tangan, sedikit tekanan tiba-tiba menghimpit benaknya, seperti beban berat yang perlu dibuang. Nora merebut kembali koran dalam genggaman Logan. Selain gambar-gambar penyelidikan dan rumah besar yang dihuni oleh para korban, ada sketsa foto yang menggambarkan eksistensinya di ujung surat kabar. Ditulis dengan huruf kapital, merah, besar, bertuliskan “dicari”. Ini bukan suatu prestasi yang membanggakan, tapi Nora yang membantu mereka memiliki gambar ini. Nora sendiri yang menjelaskan pada mereka pria bertopeng burung dengan mata hitam besar, paruh tajam yang melengkung, lengkap dengan topi dan jubahnya. Satu-satunya yang bisa disalahkan atas kematian sang Ibu.
Nora merasakan tangan Patrice menepuk bahu Nora. “Kau baik-baik saja?”
Nora menggeleng, tapi menolak menjawab. “Aku akan menemui Ayah.”
***
Malam dengan cepat datang.
Nora menggulung diri di dalam selimut, berusaha terlelap secepat mungkin. Tapi ketidaksadaran tidak juga menyambangi Nora. Ia menatap langit-langit yang nyaris kosong, tak dihiasi apapun. Hanya lampu gantung keperakan yang menyala redup, juga lampu-lampu tambahan sebesar kepalan tangan. Nora tidak membayangkan apapun, Nora tidak mau.
Namun pikiran mengenai City Phantom mau tak mau memenuhi kepala Nora. Bayangan mengenai wujudnya malam itu, melayangkan puluhan peluru pada Thalia, hampir membunuh Nora bersamanya. Lalu ia menghilang tanpa jejak seperti ia tak pernah ada sebelumnya. Membuat Nora hampir menjadi tersangka karena, bisakah kau bayangkan? Nora sendirian bersama mayat-mayat itu malam itu. Tidak ada saksi mata—hanya Nora seorang saksi matanya. Semua orang sempat mempercayai bocah tiga belas tahun bisa mengangkat senjata dan membunuh Ibu serta pengawalnya sendiri. Apakah itu bahkan mungkin Nora lakukan? Sebenarnya, mungkin saja.
Tapi kemudian beragam kasus pembunuhan juga menyusul, dengan cara yang sama, dengan bekas luka yang sama. Korban bertambah, begitu juga saksi mata. Mereka tidak mempercayai omongan seorang bocah sebelum ada orang dewasa yang akhirnya menyatakan hal yang sama. Setelah semua itu merebak di kota, menyebar teror, membangun kepanikan dan ketakutan baru, Nora mengunci diri dari semua kehidupan di luar manor.
Sama seperti Kieran.
Nora menghela nafas. Nora melakukan hal yang sama selama beberapa kali lagi. Lalu tenggorokan Nora tiba-tiba perlu dibasahi.
Dengan ogah, Nora bangkit dari ranjang dengan harapan segelas air akan Nora dapatkan di dapur, mungkin dengan beberapa potong tart. Lorong yang Nora lewati remang, hanya diterangi—sekali lagi—lampu gantung, dan lampu tambahan setiap sekian meter. Beberapa pelayan biasanya menginap, namun kebanyakan dari mereka diperbolehkan pulang ke rumah setelah pukul lima sore. Meskipun Logan dan Patrice menginap malam ini, suasananya benar-benar sunyi ketika malam tiba.
Nora memutuskan untuk bergerak cepat—mengambil gelas, seteko air, dan roti isi sisa makan malam yang mungkin sengaja Helen buat lebih. Ia menerapkan kebiasaan itu sejak Nora hobi bangun tengah malam dan mengeluh lapar padanya. Gadis itu segera kembali ke kamar setelah selesai menghabiskan dua potong.
Tapi kemudian Nora melewati pintu kamar Kieran.
Nora berdiri di depannya, tanpa kata, tanpa keinginan untuk berbuat apa-apa. Hanya berdiri, tidak berharap akan ada jawaban yang Nora terima atau hal-hal ajaib yang terjadi dari pintu besar ini. Tidak ada apapun. Masih sesunyi lima tahun lalu.
Nora sudah melakukan itu sejak empat tahun lalu—ketika Nora harus pergi ke Mt. Newslake untuk melanjutkan sekolah menengah dan meninggalkannya, Nora berhenti menyapanya. Nora merasa marah sejak ia kelelahan berbicara pada udara kosong di sini, berharap akan ada jawaban. Juga sejak ia kelelahan berpikir kalau semuanya akan membaik. Mungkin Kieran tidak ingin bangkit, mungkin Kieran tidak ingin sembuh, mungkin Kieran tidak ingin hidup. Nora berhenti mentolerir tingkahnya mengunci diri di sini sejak ia menginjak lima belas tahun. Dan Nora tidak tahu kapan dirinya akan berhenti marah padanya seperti ini.
Kadang Nora hanya akan diam. Gadis itu juga bisa berteriak, mengumpat sesuka hati di tanpa takut akan ada orang yang memarahinya—yah, mungkin hanya Helen, atau ayahnya. Nora juga akan meninju pintu itu sesekali, menyesal karena buku jarinya memerah, lalu melakukan hal itu lagi ketika emosi dan energinya kembali.
Hingga ada satu bagian pintu yang hampir jebol karena terlalu sering terkena ujung kaki Nora, atau bagian lain yang tak pernah absen Nora beri tinjuan terbaiknya, membuat kayunya rusak dan melesak ke dalam. Bahkan setelah semua itu, Kieran tetap tidak peduli.
Nora memejamkan mata, segera berderap pergi.
Tanah di bawah kakinya tiba-tiba bergetar kecil. Nora kira gempa bumi tengah mengguncang Dunchaster, sempat lupa bahwa Dunchaster sebenarnya jarang mengalaminya. Ia melihat lampu gantung dan ujung tanaman pot bergoyang-goyang. Lalu kemudian semua itu berhenti. Nora bahkan tidak diberi celah waktu untuk memahami apa yang terjadi lima detik lalu karena sesuatu kembali terjadi.
Ada erangan keras seorang pria di dalam rumahnya. Erangan yang penuh amarah, atau erangan kesakitan, Nora tidak bisa membedakannya. Ia hanya tahu suara pria itu familiar dan Nora harus memeriksa ayahnya terlebih dahulu.
Langkahnya bergema di lantai marmer, gaun tidurnya berkibar di setiap langkahnya. Nora mengencangkan cardigan yang ia pakai ketika ia berbelok menuju kamar tidur sang Ayah. Pintunya sudah terbuka lebar, menampilkan kamar Timothy yang remang dan sunyi, berisi ranjang besar, rak-rak buku, meja kerja, dan kursi sofa, serta seorang pria tergeletak di karpetnya.
Nora nyaris menjerit saat melihat genangan darah di bawah tubuh yang amat familiar. Perban di telinga kanannya kembali mengeluarkan darah. “Ay—” Tiba-tiba mulutnya dibekap oleh seseorang.
Sebuah figur petite tiba-tiba mengungkungnya. Tenaganya masih bisa Nora lawan saat ia menggunakannya untuk menyeret Nora menjauhi pintu, meskipun ia tidak melakukannya. Di belokan koridor yang remang, Nora melihat Patrice meringis dan menahan suaranya di depan wajah Nora.
“Jangan—” Patrice menahan geramannya. Pegangannya mengendur di dua tangan Nora, membuat Nora menyadari ada noda merah di perut bawahnya. “Teriak. Dia—dia mencarimu.”
“Patrice—”
Tubuh Patrice limbung. Kini Nora yang membawa gadis itu memasuki perpustakaan rahasia di balik pot bunga sintetis. Ia melihat dan merasakan Patrice mencoba mencari lebih banyak oksigen. Peluh membasahi wajah dan rambutnya, membuatnya lepek. Ia masih memakai piyama katun yang dipakaikan mantel berwarna kebiruan. Namun bagian perut kanannya menggelap oleh genangan darah. Nora harus cepat-cepat menyobek ujung gaunnya untuk menutup luka itu.
“Ini sangat dalam.” Nora berbisik, suaranya diisi dengan kepanikan dan kebingungan yang bercampur jadi satu. “Siapa yang melakukan ini?”
“City Phantom.” Patrice akhirnya menemukan napasnya. “Aku melihatnya muncul tiba-tiba di lantai atas. Seperti portal, Penyihir.”
Nora terperangah. “Apa?”
“Aku tidak tahu. Aku hanya melihannya tiba-tiba muncul di depanku, dari angin kosong.” Patrice meringis. “Tuhan…”
“Dan dia menyerangmu sebelum mendobrak kamar Ayah?”
Patrice bergumam mengiyakan.
Fokus Nora kembali pada Patrice dan luka di perutnya. “Ini bukan luka tembak.”
“Dia menggunakan pisau. Atau sesuatu yang bentuknya demikian.”
Nora terdiam sejenak, kembali fokus menekan luka tanpa mempedulikan darah yang membasahi tangan dan gaunnya. Setidaknya, ia mencoba. Pandangannya tetap berputar melihat cairan pekat sebanyak itu, napasnya memberat, tangannya juga terus bergetar tanpa henti. Suara gebrakan keras terdengar di tembok belakangnya, membuat Patrice berjengit dan mencoba bangun.
“Lukamu masih belum terbalut sempurna.” Nora berbisik, mendorong kembali tubuh Patrice untuk bersandar di tembok. Nora menyempatkan diri bangkit dari duduknya untuk mengunci pintu perpustakaan.
Patrice menggeleng. “Aku mempertaruhkan nyawa dan seluruh tubuhku untuk pekerjaanku, sayang. Ini bukan masalah besar. Ugh. Yang jadi masalah adalah, aku tidak memegang senjata sama sekali.”
“Perpustakaan ini tersembunyi. Kita bisa bertahan di sini dan ada beberapa senapan tersimpan. Tunggu sebentar.”
Nora menyelesaikan perban daruratnya di perut Patrice, lalu bergegas membuka rak-rak dan lemari-lemari yang tertutup. Ia menemukan satu senapan laras panjang, dua revolver dan beberapa magasin. Cukup untuk bertahan selama semalam, Nora berharap. Ia cekatan mengisi dua revolver itu dengan magasin yang tersedia, dan memilih meninggalkan senapan laras panjang karena ketiadaan isi.
Nora melempar salah satunya pada Patrice, yang merangkul bahu Nora untuk membantunya berdiri.
“Kita harus bertahan, setidaknya untuk semalam jika kita tidak bisa meminta bantuan kepada siapapun di sini.” Patrice berbisik di sela-sela ringisannya.
“Sebenarnya, kita bisa meminta bantuan.” Nora menghela napas, baru tersadar karena beberapa menit terakhir pikirannya penuh dengan sang Ayah, City Phantom, dan luka di perut Patrice. “Kita bisa mengirim telegram ke keluarga Logan.”