"Loh, kok belok kiri? Rumah Ara kan lurus," ucap Rara.
Rekal masih diam dan tak menjawab. Sampai akhirnya Rara terus mendesak Rekal agar mau menjawab pertanyaannya.
"Jawab, Rekal Dirmagja!"
Dan akhirnya, Rekal pun menjawabnya. "Taman"
Hanya itu satu kata yang di lontarkan oleh Rekal. Rara hanya bisa diam, Ia yakin kalau Rekal tidak akan macam-macam, hanya saja Ia penasaran kenapa Rekal akan membawanya ke taman?
Setelah beberapa menit lamanya di perjalanan, mereka berdua pun langsung sampai di taman.
"Sebenernya kita ngapain sih ke taman?" tanya Rara kepada Rekal yang masih diam dengan wajah dinginnya.
"REKAL! teriak Rara yang sudah mulai kesal karena sedari tadi Rekal mendiami dirinya.
Rekal langsung menatap Rara. Dan sedetik kemudian, Ia memeluk Rara. Rara benar-benar terkejut sekali.
"K-kok tiba-tiba meluk?"
Rekal semakin mengeratkan pelukannya, "Diem dulu, ya! Ekal lagi kesel sama Ara, siapa tahu kalau peluk Ara kayak gini keselnya hilang. Soalnya Ekal nggak mau marah dan bikin Ara sedih."
Blush
Rara langsung terdiam. Baru kali ini Ia bertemu dengan lelaki yang kalau marah hanya memeluk dan tidak bersikap kasar.
"E-ekal kok beda dari lelaki lain pada umumnya? Biasanya cowo lain kalau lagi marah tuh pasti diem atau ngelampiasin ke yang enggak-enggak."
Rekal menjawabnya dengan santai dan masih berada di pelukan Rara.
"Dulu Ekal memang begitu. Setiap marah pasti langsung melampiaskannya ke balapan. Tapi, setelah ketemu dengan Ara, semuanya berubah. Ekal udah nggak mau balapan lagi atau ngelakuin hal-hal yang buruk lagi."
"Biar apa begitu?"
"Biar nanti Ara nggak malu punya cowok kayak Ekal. Kalau Ekal masih nakal, nanti bisa malu-maluin Ara."
Rara terdiam.
"Ternyata benar ya, lelaki yang tulus akan merubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik lagi demi membuat wanitanya bangga. Bukan malah ngomong 'aku emang gini' atau semacamnya," jelas Rara.
Rekal langsung melepaskan pelukannya, "Iya, itu benar. Dan Ekal benar-benar tulus sama Ara."
Rara hanya bisa terdiam karena terbesit rasa bersalah.
"Tapi, Ara masih trauma sama laki-laki."
Rekal menghela nafasnya dan mengangguk, "Iya paham. Sembuh dari trauma itu sulit, tapi bukan berarti gak akan bisa buka hati lagi."
"Susah buat buka hati lagi, Kal. Ara gak tau kapan bisa buka hati untuk Ekal."
Rekal menatap Rara dengan tatapan yang sangat dalam sembari tersenyum hangat.
"Nggak masalah. Ekal tunggu Ara sampai sembuh dan mau buka hati lagi."
Rara langsung terkejut. Adakah lelaki yang sama seperti Rekal lagi di dunia ini?
Sedetik kemudian, Rara langsung tertawa hambar.
"Ternyata benar ya, saat ada orang yang tulus sama kita, malah kita nya yang jahat."
Rekal langsung mengerutkan dahinya, "Maksud Ara, apa?"
"Ekal baik, baik banget malah. Tapi sayang, Ara nya yang jahat karena belum bisa buka hati untuk Rekal," ucap Rara merasa bersalah.
"Hey.." panggil Rekal dengan mengelus pucuk kepala Rara.
Rara langsung mendongakkan kepalanya, "Hm?"
"... Ekal nggak ngerasa kalau Ara yang jahat. Belum bisa buka hati itu wajar, tapi ingat ya, ada Ekal yang selalu nunggu Ara buat buka hati lagi. Walaupun mungkin suatu saat nanti Ekal gak bisa bareng lagi sama Ara."
Rara langsung mengerutkan dahinya. Ia tidak suka dengan ucapan terakhir yang di ucapkan oleh Rekal.
"Ara nggak suka Ekal ngomong gitu."
"People come and go, Ra."
Rara langsung terdiam, seketika air matanya menetes.
"Ara kenapa nangis? cantiknya Ekal jangan nangis karena sedih, dong!" ucap Rekal yang langsung menghapus jejak air mata yang baru turun dari mata indahnya Rara.
"Kalau ada people come and go, pasti ada people come and back, kan?" tanya Rara yang berusaha untuk tetap tegar.
Rekal tersenyum hangat, "Harusnya sih ada, tapi sayangnya nggak akan terjadi di dunia nyata."
Diam, dan langsung menangis. Rara sangat-sangat sensitif jika menyangkut dengan kehilangan. Sedetik kemudian, Ia langsung memeluk Rekal dengan sangat erat.
"Ara nggak suka dengan kenyataan 'people come and go' karena itu sakit banget. Cukup ayah yang udah ninggalin Ara, jangan sampai ada lagi," harapnya.
Rekal diam, Ia tak kuasa untuk menahan air mata yang akan turun. Tapi, Ia akan terus berusaha untuk terlihat biasa saja.
Rekal membalas pelukan Rara, "Ekal juga nggak suka dengan kalimat itu, Ra."
"Tapi, kalau kenyataannya Ekal ninggalin Ara beneran, gimana perasaan Ara, ya?" batinnya.
"E-ekal" panggil Rara.
"Hm? kenapa cantik?"
"Ekal nggak akan tinggalin Ara kayak ayah, kan?" tanya Rara yang penuh harap.
Rekal terdiam sejenak, setelah itu Ia pun langsung menjawab, "Semoga aja ya, Ra"
Tangis Rara langsung pecah. Bukan itu jawaban yang di inginkannya.
"Ara.. kenapa nangisnya kenceng banget?" tanya Rekal yang berusaha untuk tetap baik-baik saja.
"Hiks.. hikss.. hikss.. kenapa jawaban E-ekal seakan-akan bakal pergi ninggalin Ara?"
Rekal langsung berpura-pura tertawa, "A-ara aja kali yang ngerasa kayak gitu."
Rara langsung menatap mata Rekal dengan intens.
"Kenapa Rekal beda banget hari ini? Dia keliatan capek banget." batin Rara.
"Are you okay?" tanya Rara kepada Rekal.
Rekal langsung terkejut saat mendapat pertanyaan tersebut dari mulut Rara.
"Enggak, Ra. Ekal lagi gak baik-baik aja, Ra. Ekal ngerasa sakit banget, Ra. Ekal takut gak kuat hadapi ini. Ekal juga takut kalau Ekal bakal ninggalin Ara. Ekal takut banget kalau Ara bakal sedih dan makin trauma sama lelaki karena Ekal." batin Rekal.
"O-ohh, Ekal nggak apa-apa kok. Ekal baik-baik aja."
"Tapi kenapa kelihatannya enggak ya?"
Deg
Rekal langsung terdiam.
"Kalau ada apa-apa, cerita sama Ara, ya!" pinta Ara. "Ini perintah" lanjutnya.
Rekal langsung tertawa dan mengangguk, "Siapp bidadarikuu.."
"... pulang yuk! nanti di cariin bunda, loh."
Rara pun hanya mengangguk pelan. Mood nya hilang sekarang. Ada rasa takut yang terselip, Ia takut kalau yang di maksud 'people come and go' adalah Rekal.
~~~
"Makasih ya" ucap Rara yang baru saja turun dari motor Rekal.
"Sama-sama bidadariku," balas Rekal dengan senyum manisnya yang limited edition.
"Nggak mau mampir dulu kayak biasa?" tanya Rara.
Rekal pun pura-pura berpikir, "Hmm... enggak dulu, Ra. Kapan-kapan aja, ya."
"Kenapa? tumben."
"Soalnya Ekal mau berob-
Ucapannya terhenti karena Rekal baru ingat sesuatu yang seharusnya tidak Ia katakan kepada Rara.
"Berob? berobat maksudnya?" tanya Rara.
"Hah? I-itu apa namanya itu..
"Jujur, Rekal!" sentak Rara.
"I-iya berobat."
"Siapa yang sakit? Ekal sakit?" tanya Rara yang mulai khawatir.
Rekal pun berusaha untuk mengelak, "Oh bukan, bukan Ekal yang sakit. Tapi, Reva yang sakit, dia lagi demam. Makanya Ekal mau beliin Dia obat."
"Reva siapa? pacar?"
Seketika Rekal langsung terkejut, "Bukan cantik.. Reva itu adik tiri Ekal. Kenapa? cemburu ya?"
"O-oh adik. Tiri?"
Rekal mengangguk.
"M-maaf, Ara nggak tau soalnya."
"Nggak apa-apa kok. Ekal pergi dulu, ya!"
Rara mengangguk, "Iya, hati-hati."
~~~
Tangan Rekal gemetar dengan surat dokter yang berada di tangan kanannya dan beberapa obat yang ada di tangan kirinya.
"Gue bisa sembuh kan? Tapi, gue mau ketemu mamah. Gue capek kalau harus hidup berdampingan dengan papah."