"Berapa bang?"
"Gratis dah buat lo mah.."
Rekal mendengus, dan memberi kode kepada tukang tambal ban untuk menjawab harganya.
"O-ohh, itu 20 ribu aja dah" Ucap si tukang tambal ban.
Rekal pun mengeluarkan selembar uang 20 ribuan untuk di berikan kepada tukang tambal ban. Tiba-tiba hp nya berdering. Dengan segera Rara mengambil hp nya dan mengangkat telepon tersebut.
Rara langsung menjauh sedikit dari Rekal. Rekal yang melihat hal itu awalnya bingung, tapi pertanyaan si tukang tambal ban membuat Rekal mengalihkan pandangan.
"Lo harusnya gak bayar, Bro!" Ucap Tukang tambal tersebut.
Tukang tambal tersebut masih seperti sepantaran Rekal.
"Stt.. diem! Kita pura-pura gak kenal, soalnya kalau kita kayak orang kenal, pasti Rara bakal mikir kalau ban gue kempes karena sengaja." Ucap Rekal
"Owh.., cewek lo namanya Rara?"
Rekal mendengus, "Baru calon pacar"
"Widihh.., gue do'ain biar lo sama dia langsung jadian"
Rekal hanya mengangguk dan memperhatikan Rara yang masih berbicara di telepon entah dengan siapa.
Tiba-tiba si tukang tambal tersebut menepuk pundak Rekal. "Nih duit nya gue kembaliin, harusnya gue yang bayar ke lo, kan gue punya utang sama lo!"
"Udahh buat lo aja, gue kesini sebagai pelanggan biasa bukan penagih utang. Utang lo bahas nanti aja!" Ucap Rekal dengan nada tegas.
"Terus soal markas kita gimana, Bos?"
Rekal langsung menatapnya tajam, "Jangan panggil gue bos kalau bukan di markas!"
Nyali si tukang tambal ban atau sebut saja Gio langsung ciut. "M-maaf"
Rekal langsung mendekat ke arah Gio dan berbisik, "Gue gak mau kalau Rara tau siapa gue sebenarnya"
Gio hanya mengangguk patuh.
"Anggap aja kalau kita gak kenal" Ucap Rekal.
Tak lama dari situ, Rara pun menghampiri Rekal.
"Udah kan?" Tanya Rara.
Rekal tersenyum, "Udah kok"
Gio yang melihat Rekal tersenyum langsung bengong. Tak seperti biasanya seorang Rekal Dirmagja tersenyum menurutnya.
"Tumben Dia senyum" Batin Gio.
"Ya udah ayo pulang, Bunda udah nyariin gue dari tadi" Ucap Rara yang terlihat tak tenang.
"Oke-oke kita pulang" Ucap Rekal yang berusaha menenangkan.
Dan terbesit di pikiran Rekal untuk menggoda Rara. "Jangan cemberut gitu dong, nanti cantiknya hilang" ucapnya disertai tawaan.
Rara hanya memutar bola matanya malas. "Gombal mulu lo! udah cepetan!"
Rekal langsung menaiki motornya dan pergi dari sana. Gio yang baru pertama kalinya melihat Rekal tersenyum pun terheran-heran.
~~~
Di perjalanan Rara hanya terdiam, entahlah apa yang ada di pikirannya. Tapi yang pasti Rekal tahu kalau Rara takut bundanya marah atau khawatir.
"Maaf ya, Ra" Ucap Rekal dengan tulus.
"HAH?APA??" Tanya Rara yang tidak mendengar Rekal.
"MAAFIN REKAL YA, RA!!" Ucap Rekal yang sedikit meninggikan nada bicaranya.
Bugh
Pundak Rekal dipukul kuat oleh Rara.
"GAK USAH NGEGAS!!! GUE JUGA UDAH DENGER!!" Teriak Rara dengan kesal.
"Tadi bukannya gak denger?" Tanya Rekal dengan lembut.
"YA TAPI GAK USAH TERIAK JUGA!!"
"Rekal gak teriak kok, Ra" Ucap Rekal lembut.
"HAH? APAAN? GAK KEDENGERAN! LO KALAU NGOMONG YANG KENCENG!" Teriak Rara.
Rekal menghela napasnya. Serba salah ya, tadi suaranya kencang salah, pelan juga salah.
Mau tak mau Rekal pun diam.
"IHH KOK GAK JAWAB?!!" Teriak Rara.
"Tadi suaranya kenceng salah, pelan juga salah. Yang bener yang mana?" Tanya Rekal.
"Dua-duanya salah!"
Rekal pun terdiam. Memang cewek selalu benar.
Tapi, Rekal tidak suka kalau diam-diaman seperti ini. Jadi, Rekal mengulang pertanyaan yang tadi.
"Ra.." Panggil Rekal.
"Hm?" Tanya Rara.
"Tadi siapa yang nelepon, Ra? Kedengeran kan suara Rekal?" Tanya Rekal lebih pasti.
"Bunda" Jawab Rara singkat.
Rekal menghela napasnya, sebenarnya jawaban Rara membuat mood Rekal hancur.
~~~
"Nih, makasih udah anterin gue. Udah sana lo pulang aja!" Ucap Rara yang mengusir.
Hati Rekal mencelos mendengarnya. "Gue mau bilang dulu ke Bunda kenapa lo telat pulangnya."
"Udah gak usah, gak perlu!" Ucap Rara yang langsung membalikkan badannya.
Tapi, tangan Rara langsung di cekal oleh Rekal. "Tunggu dulu!"
"Ck, apasih?!" Tanya Rara yang sudah kesal.
"Gue tau kalau lo pasti bakal di introgasi sama Bunda, makannya gue aja yang ngejelasin semuanya." Ucap Rekal meyakinkan.
Rara tersenyum remeh, "Kalau Bunda belum tentu percaya sama omongan gue, apalagi lo!"
"Bunda pasti percaya kok, tenang aja!" Ucap Rekal yang masih mencekal tangan Rara.
Rara masih berpikir keras, apakah omongan Rekal akan bisa membuat Bunda nya percaya?
"Ya udah, t-tapi kalau bunda jadi tambah marah, ini semua salah lo dan gue gak akan mau bareng lagi sama lo!" Ancam Rara.
Rekal sepertinya sudah yakin seratus persen kalau Bunda Rara akan mempercayainya.
Dengan langkah yang agak ragu, Rara dan Rekal memasuki pekarangan rumah Rara dan mengetuk pintunya.
Tok Tok Tok
Rekal mengetuk pintu rumah Rara dengan percaya diri. Sedangkan Rara sudah ketakutan, walaupun bundanya terlihat lemah lembut, tapi tetap saja Ia takut kalau bundanya akan diam.
Rekal sudah tiga kali mengetuk pintu dan tidak ada jawaban dari dalam. Rekal pun mencoba untuk mengetuk pintu berkali-kali sembari mengucapkan salam.
Tok Tok Tok
"Assalamualaikum, bunda.." Ucap Rekal dan Rara bersamaan.
"Kok bunda gak buka pintunya, biasanya gak kayak gini" Ucap Rara panik.
Rara pun mengintip dari jendela dan mengetuk jendelanya sembari memanggil-manggil bundanya berulang kali. Tapi, tetap saja hasilnya nihil! tidak ada jawaban dari dalam.
Rara sudah panik, "Bunda gue kemana? kok tumben banget gak di jawab salamnya"
Rekal coba menenangkan, dan tiba-tiba ada tetangga Rara yang memanggil Rara.
"Neng Rara.."
Rara menoleh dan sedikit mendekat, "Ada apa ya bu?" Tanya Rara dengan sopan.
"Eneng baru pulang?" Tanya Ibu Lastri, sebut saja begitu.
"Iya bu, ada apa ya memangnya?" Tanya Rara yang mencoba menghilangkan rasa paniknya.
"Aduh neng.., Bunda kamu baru aja masuk rumah sakit" Ucap Bu Lastri.
Deg
Tubuh Rara terasa lemas, semua tubuh terasa seperti tidak ada semangat lagi. Apa ini? Bundanya masuk rumah sakit?
"K-kenapa Bunda saya bisa masuk rumah sakit?" Tanya Rara yang berusaha menahan bulir air mata yang agak jatuh dari pelupuk matanya.
"Itu.., anu.., bunda kamu tadi keserempet motor. Ya mungkin karena kaget, jadi Bunda kamu terjatuh dan kepalanya membentur aspal." ucap Bu Lastri.
Bruk
Rara ambruk ke lantai dan menangis sejadi-jadinya. Rekal yang mendengar semuanya dari awal pun terdiam, Ia merasa kalau ini semua salahnya.
Bu Lastri berusaha menenangkan Rara, "Tenang neng.., Bunda kamu sekarang baik-baik aja cuman luka ringan."
"Terus kenapa gak di bawa pulang?" Tanya Rara yang masih berusaha tegar.
"Bunda kamu masih pingsan. Kamu bisa kan kesana? sekalian liatin keadaan bunda kamu"
"Bisa bu, kalau boleh tau rumah sakitnya di mana ya bu?"
Bukan Rara yang menjawab tapi Rekal yang menjawab dengan tegas.
"Rumah sakitnya di pertigaan sana, itu satu-satunya rumah sakit terdekat dari sini"
"Baik bu terima kasih" Ucap Rekal sopan.
"Ya sudah, Ibu gak bisa lama-lama di sini ya neng..., ibu pulang dulu" Ucap Bu Lastri
Rara mengangguk. Rekal langsung duduk menyerupai Rara.
"Anter gue ke rumah sakit sekarang!" Pinta Rara dengan mata yang sudah berairan air mata.
"Ayok!"
~~~