Loading...
Logo TinLit
Read Story - Fallin; At The Same Time
MENU
About Us  

Bel sekolah berdering kencang, menandakan sudah waktunya untuk pulang. Valerie merasa sangat lelah karena ada begitu banyak kegiatan yang harus dijalaninya seharian ini. Mulai dari kegiatan olahraga di pagi hari, sampai presentasi kelompok yang sudah menyita waktunya selama berhari-hari.

            Akan tetapi, dia tak bisa langsung berbaring di kasurnya setelah sampai di rumah. Valerie harus segera bersiap untuk mengikuti bimbingan. Sangat malas rasanya. Walau pun begitu, dia tetap harus mengikuti bimbingan untuk menyiapkan ujian harian Kimia keesokan harinya.

            Sesampainya di tempat bimbingan, dia merasa sedikit terkejut. Ada Gavin disana! Laki-laki yang bahkan seperti tak peduli pada pendidikannya itu malah mengikuti bimbingan. Bagai sedang berada dalam mimpi, Valerie sampai menepuk pelan pipinya untuk memastikan.

            “Eh Valerie! Sini duduk! Ngapain bengong terus disana?”

            “Kok kamu disini?” Tanya Valerie yang masih merasa terkejut.

            “Ya mau belajar lah, ngapain lagi coba,” Seutas senyum muncul di wajah Gavin setelah mendengar pertanyaan yang dianggapnya konyol. Memangnya apa lagi yang akan dilakukan di tempat bimbingan selain belajar?

            “Ha serius? Kamu? Belajar di luar jam sekolah? Pas jam sekolah aja kerjaannya tidur.”

            “Itu kan dulu. Sekarang aku nyatet tau,” Gavin mengerutkan dahinya, tak terima dengan pernyataan Valerie yang dia tau sendiri adalah sebuah fakta. Tetapi dia sudah membulatkan tekad untuk mengubah kebiasaannya itu. Menginjak kelas 11 berarti dia semakin dekat ke jenjang perkuliahan, dia harus lebih serius pada pendidikannya.

            Berada di kelas yang sama dengan Gavin saja sudah berhasil membuat Valerie kliyengan, dan sekarang, dia harus satu bimbingan dengan sosok yang cukup dia hindari itu. Sosok tengil dan berisik itu. Dia hanya bisa berharap kalau laki-laki itu tak akan merusak fokusnya.

            Sementara itu, Asther yang juga berada di tempat bimbingan,  melihat hal ini sebagai kesempatan untuk mendekatkan Gavin dan Valerie. Dia memang tidak mengetahui secara pasti status hubungan Gavin dan kekasihnya itu, akan tetapi dia sangat yakin bahwa mereka tak memiliki hubungan lagi. Karena itu lah Asther sangat ingin mendekatkan kedua temannya hingga bisa menjadi sepasang kekasih.

            “Yaudah kalau gitu jangan berisik ya.”

            “Iya, iya, ga berisik. Paling gangguin kamu doang,” Gavin menggigit bibirnya, menahan tawa. Dia tahu betul reaksi seperti apa yang akan diberikan Valerie. Gadis itu akan merajuk.

            “Ish, nyebelin!”

            Respons Valerie berhasil membuat Gavin tawa yang sedari tadi ditahan Gavin pecah. Yang dia pikirkan benar, Valerie merajuk. Dia langsung mengerutkan dahi dan memanyunkan bibirnya. Siapa pun yang melihat gadis wajah lucu gadis itu pasti akan tersenyum gemas, begitu juga dengan Gavin.

 

 

 

Bimbingan yang berlangsung selama 1,5 jam itu terasa begitu melelahkan. Valerie sangat lega ketika jam di dinding menunjukan pukul 17.30, yang berarti waktu bimbingan telah selesai. Dia ingin cepat-cepat pulang dan meletakkan dirinya di atas kasur yang empuk.

            “Belum dijemput Val?”

            “Iya nih, tumben. Biasanya-” Ucapan valerie seketika terhenti ketika mendapat panggilan telepon dari mamanya.

            “Halo mi, kenapa? Kok belum jemput?”

            “Iya, ini mami tiba-tiba ada urusan. Kamu bisa ikut ke rumah Asther dulu ga? Entar mami jemput di sana.”

            “Coba aku tanya dia dulu, mi.”

            “Yaudah. Nanti kabar mami lagi ya, Val,” Setelah mengakhiri panggilan telepon dengan mamanya, Valerie memanggil Asther yang sedang mengobrol dengan teman-teman yang lain.

            “As, aku bisa ikut ke rumah kamu dulu ga? Mama katanya ada urusan mendadak jadi ga bisa jemput sekarang. Entar aku dijemput di rumah kamu.”

            “Aduh sorry ya, Val, ga bisa. Keluarga aku mau langsung pergi soalnya. Mau makan-makan di luar.”

            “Kenapa Val?” Saat menyadari kepanikan di wajah Valerie, Gavin langsung turun dari motornya dan menghampiri gadis itu. Asther pun memanfaatkan situasi ini.

            “Ini Gav, si Valerie ga ada yang jemput. Gue juga ga bisa nampung dia di rumah, mau keluar soalnya.”

            “Yaudah, bareng aku dulu aja,” Valerie terkejut dengan tawaran yang diberikan Gavin. Bagaimana bisa laki-laki yang sudah memiliki kekasih itu, menawarkan tumpangan pulang pada perempuan lain?

            “Ha? E-emangnya gapapa?”

            “Ya, gapapa. Aku juga ga buru-buru pulangnya.”

            “T-tapi-”

            “Udah, udah. Ikut aja sama Gavin. Dari pada nunggu sendirian di sini sampe malem kan,” Asther terus saja memaksa Valerie untuk menerima tawaran pulang bersama Gavin. Gadis itu akhirnya pasrah sementara temannya tersenyum jahil. Tak bisa pulang bersama adalah bagian dari rencana Asther. Sebenarnya dia hanya akan berdiam di rumah setelah ini.

            Setelah memberi kabar pada mamanya, Valerie naik ke motor Gavin. Motor itu cukup tinggi, membuat Valerie kesulitan untuk naik, bahkan hampir terjatuh. Gavin sudah menawarkan bantuan pada Valerie, tetapi dia menolaknya. Dia sama sekali tidak mau menyentuh tangan laki-laki  yang sudah memiliki kekasih itu.

            Baru saja Valerie duduk di atas motor hitam milik Gavin, tetapi rasa canggung sudah menyelimuti hatinya. Ini pertama kalinya dia dibonceng laki-laki selain papa dan kakak-kakaknya. Dia sedikit berdebar. Jarak mereka sungguh dekat. Untung saja ada ransel yang dikenakan Gavin, yang memberi jarak di antara mereka. Hanya ada keheningan di antara mereka, sebelum Gavin akhirnya memutuskan untuk mengakhiri kesunyian itu.

            “Apa sih yang kamu khawatirin? Keknya ga mau banget pulang bareng aku,” Lagi-lagi Gavin membuat Valerie terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkannya.

            “Emangnya gapapa kamu nganter aku pulang? Cewe kamu ga bakal marah?” Valerie bertanya dengan hati-hati.

            “Cewe? Ga punya ah.”

            “Lah bukannya kamu pacaran sama Mary, si anak IPS itu?”

            “Udah putus kok. Dari awal liburan.”

            “Lho? Kenapa?”

            “Karna temen,” Jawaban singkat laki-laki itu membuat Valerie semakin penasaran, tetapi dia tak berani bertanya lebih lanjut. Dia hanya bisa terdiam sambil memikirkan topik lain yang bisa dibicarakannya dengan Gavin. Saat Valerie masih terlarut dalam pikirannya, Gavin menghentikan motornya di pinggiran jalan.

            “Kenapa berhenti?”

            “Mindahin ini bentar.”           

            Laki-laki itu meraih tas di punggungnya dan memindahkan ke depan tubuhnya dengan alasan ingin membuat Valerie merasa lebih nyaman. Sial! Padahal dia lebih nyaman jika ada tas itu! Sekarang tak ada lagi yang memberi jarak di antara mereka. Valerie sendiri yang harus memberi jarak itu, jika tidak, dia akan merasa semakin canggung.

            Selama perjalanan, Valerie sama sekali tak membiarkan adanya keheningan di antara mereka. Keheningan itu lah yang membuatnya semakin merasa tak nyaman. Dia terus saja mengajak Gavin mengobrol, mengeluarkan apa saja yang muncul di benaknya.

            “Udah berapa lama kamu temenan sama Noah?”

            Noah, sepupu Valerie sekaligus sahabat Gavin. Valerie baru mengetahui tentang persahabatan mereka saat kelas 10. Ya, dia memang tidak begitu dekat dengan Noah sampai tahu siapa saja teman-temannya. Dunia ini memang sempit hingga pada akhirnya Valerie bisa mengetahui hal itu karena sekelas dengan Gavin saat kelas 10.

            “Udah 4 tahun keknya. Dari awal SMP kita sekelas terus.”

            “Oh gitu. Dah deket banget dong ya?”

            “Iya. Orang tua kita juga udah saling kenal jadi kalau mau izin kemana-mana enak. Selama ada si Noah ya boleh-boleh aja. Makanya dulu aku pernah ikut keluarganya Noah ke Bogor.”

            “Ih enak banget. Dari dulu pengen banget ke luar kota bareng Asther sama temen-temen yang lain. Tapi mau ortuku kenal sama keluarga besar mereka pun, ya tetep ga boleh.”

            “Hahaha. Ya namanya juga anak cewek, pasti lebih dijaga. Kalau anak cowok mah mau ga pulang pun, yasudah.”

            “Enak ya bisa keluyuran terus,” Obrolan mereka itu terus berlanjut hingga sampai ke rumah Valerie. Perjalanan ke rumah yang hanya sebentar itu, terasa lebih lama dari pada biasanya.

            “Makasih ya, Gav,” Ucap Valerie sambil menuruni motor Gavin. Sedikit tak dia sangka bisa sampai rumah dengan selamat.

            “Iya sama-sama. Masuk gih! Kalau kamu dah masuk, baru aku pergi.”

            “Iya. Sekali lagi makasih ya, Gav. Pulangnya ati-ati, jangan ngebut-ngebut.”

            Setelah mengucapkan salam perpisahan dan melihat Valerie masuk ke dalam rumah, Gavin membuka ponselnya. Dia mengirim pesan pada Valerie sebelum melaju pulang.

            Ting! Suara notifikasi ponsel Valerie berbunyi. Dia langsung mengecek ponselnya. Ternyata ada pesan dari Gavin.

Gavin: Kamu keliatan cape.

Gavin: Entar langsung mandi, makan, terus tidur.

Gavin: Jangan tidur malem-malem.

            Apa-apaan laki-laki ini? Kata-katanya yang perhatian itu berhasil membuat hati Valerie sedikit berdebar. Tetapi Valerie sangat yakin Gavin hanya seperti ini sebagai teman saja. Dia memang orang yang sangat ramah kepada semua orang. Ya, bukan pada Valerie saja, itu pikirnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Surat Terakhir untuk Kapten
620      448     2     
Short Story
Kapten...sebelum tanganku berhenti menulis, sebelum mataku berhenti membayangkan ekspresi wajahmu yang datar dan sebelum napasku berhenti, ada hal yang ingin kusampaikan padamu. Kuharap semua pesanku bisa tersampaikan padamu.
Nope!!!
1519      700     3     
Science Fiction
Apa yang akan kau temukan? Dunia yang hancur dengan banyak kebohongan di depan matamu. Kalau kau mau menolongku, datanglah dan bantu aku menyelesaikan semuanya. -Ra-
Reaksi Kimia (update)
5936      1575     7     
Romance
》Ketika Kesempurnaan Mengaggumi Kesederhanaan《 "Dua orang bersama itu seperti reaksi kimia. Jika kamu menggabungkan dua hal yang identik, tidak ada reaksi kimia yang di lihat. Lain halnya dengan dua hal yang berbeda disatukan, pasti dapat menghasilkan percikan yang tidak terduga" ~Alvaro Marcello Anindito~
The One
323      216     1     
Romance
Kata Dani, Kiandra Ariani itu alergi lihat orang pacaran. Kata Theo, gadis kurus berkulit putih itu alergi cinta. Namun, faktanya, Kiandra hanya orang waras. Orang waras, ialah mereka yang menganggap cinta sebagai alergen yang sudah semestinya dijauhi. Itu prinsip hidup Kiandra Ariani.
Prakerin
8168      2148     14     
Romance
Siapa sih yang nggak kesel kalo gebetan yang udah nempel kaya ketombe —kayanya Anja lupa kalo ketombe bisa aja rontok— dan udah yakin seratus persen sebentar lagi jadi pacar, malah jadian sama orang lain? Kesel kan? Kesel lah! Nah, hal miris inilah yang terjadi sama Anja, si rajin —telat dan bolos— yang nggak mau berangkat prakerin. Alasannya klise, karena takut dapet pembimbing ya...
Sepi Tak Ingin Pergi
665      402     3     
Short Story
Dunia hanya satu. Namun, aku hidup di dua dunia. Katanya surga dan neraka ada di alam baka. Namun, aku merasakan keduanya. Orang bilang tak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan. Namun, bagiku sakit adalah tentang merelakan.
Melodi Sendu di Malam Kelabu
523      349     4     
Inspirational
Malam pernah merebutmu dariku Ketika aku tak hentinya menunggumu Dengan kekhawatiranku yang mengganggu Kamu tetap saja pergi berlalu Hujan pernah menghadirkanmu kepadaku Melindungiku dengan nada yang tak sendu Menari-nari diiringi tarian syahdu Dipenuhi sejuta rindu yang beradu
The Boy
1913      746     3     
Romance
Fikri datang sebagai mahasiswa ke perguruan tinggi ternama. Mendapatkan beasiswa yang tiba-tiba saja dari pihak PTS tersebut. Merasa curiga tapi di lain sisi, PTS itu adalah tempat dimana ia bisa menemukan seseorang yang menghadirkan dirinya. Seorang ayah yang begitu jauh bagai bintang di langit.
Bisakah Kita Bersatu?
626      360     5     
Short Story
Siapa bilang perjodohan selalu menguntungkan pihak orangtua? Kali ini, tidak hanya pihak orangtua tetapi termasuk sang calon pengantin pria juga sangat merasa diuntungkan dengan rencana pernikahan ini. Terlebih, sang calon pengantin wanita juga menyetujui pernikahan ini dan berjanji akan berusaha sebaik mungkin untuk menjalani pernikahannya kelak. Seiring berjalannya waktu, tak terasa hari ...
Senja Belum Berlalu
4182      1466     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...