PENAMPAKAN pagi hari kini kembali sedia kala, kemacetan beruntun bersanding dengan suara klakson yang tak sabaran. Pengguna jalan kota Metropolitan ini tak mengenal arti sabar, merasa kesibukan hanya dimiliki seorang saja.
Ergantha tak suka akan kota kelahirannya ini semakin bising dan sesak. Ia hanya pergi sebulan lamanya meninggalkan Jakarta— jejeran penghuni yang ikut serta dalam orasi kemacetan justru semakin membuldak.
Belum ada sehari kembali ke Jakarta, Ergantha sudah merindukan suasana di Bandung. Menghirup udara pagi dari kamar Najwa, melihat wajah tampan Adzkan di sore hari. Jika banyak yang menanti Senja di pergantian sore dan malam, maka ia akan menjadi satu-satunya menanti hadirnya kepulangan Adzkan selepas dari Bengkel. Mengingat Adzkan, Ergantha menggurutu, harusnya ia yang meninggalkan kesan hangat agar laki-laki itu lebih tertarik kepadanya. Melewati ribuan kemacetan Ergantha sampai tak sadar mobil yang tengah dikendarai Pak Arman sampai di Sekolah. Baru saja Ergantha akan memasuki kelas, Rere sudah menyambut histeris.
"Thataaaaaaa!" teriaknya di lorong yang tengah ramai, memeluk Ergantha erat dengan gaya centil.
"Rere kangen tau!"
"Lo enggak ada si Rere galaunya minta ampun. Minta kita semua nyusulin ke Bandung lagi." Lapor Arlin.
"Gue pikir Lo putus Sekolah Tha." Sambut Frans ikut mengomentari.
"Kangen Lo, enggak punya temen buat party...."
"Gue Tha yang kangen sama Lo."Arjun merangkul pundak Ergantha mengedipkan mata, tipikal playboy cacingan.
"Bukan muhrim, jangan main rangkul-rangkul." Ergantha melepas rangkulan Arjun.
"Nikah aja gimana Tha, biar gue bukan cuma bisa ngerangkul Lo doang."
"Enggak sudi!" Ketus Ergantha.
"Biasanya ungkapan enggak sudi itu malu-malu tapi mau."
"Udah ih— kita masuk kelas dulu, keburu bel." Putus Arlin agar mereka berpisah.
Ergantha, Rere dan Arlin memasuki kelas yang sama. Sedang Arjun dan Frans memasuki kelas yang berbeda dengan Dryl yang Ergantha sendiri belum melihat keberadaan laki-laki teladan itu. Sampai dengan jam istirahat berbunyi barulah ia bertemu Dryl di gudang belakang sekolah bersama yang lain. Duduk melingkar membahas hal penting.
"Sekali doang, ya elah... Mumpung kita belum sibuk. Besok-besok kita enggak bisa party lagi."
"Enggak, gue enggak setuju." Bantah Dryl, memijit kening yang mengkerut.
"Kita Adain vote kalau gitu, siapa yang setuju sama gue?" Frans bersedekap.
Ergantha yang baru saja tiba, memandang aneh Frans dan Dryl yang tengah berdebat sengit. Selepas jam istirahat tadi ia dipanggil ke ruang Guru untuk menjelaskan absen kehadiran dengan buah tangan tugas yang tidak berperikemanusiaan. Ergantha bahkan tak sempat ke Kantin dan langsung menuju tempat perkumpulan mereka, sebab jam istirahat sebentar lagi akan habis.
"Ba'da Ashar ada kajian di rumah gue." Arjun mengacungkan tangan ditengah perdebatan Dryl dan Frans. "Gue enggak mungkin bisa gabung party nanti malam. Belum juga bantuin Umi beberes—enggak sanggup gue dikutuk terlalu dini."
"Kajian bergilir lagi?" Arjun mengangguk mengiyakan pertanyaan Arlin. Setiap tiga bulan sekali selalu ada acara kajian kecil-kecilan yang diadakan oleh Umi. Meski begitu, Arjun tetap melakukan hal yang bertentangan dengan isi kajian tersebut.
"Rere ikut!" Rere mengangkat tangan antusias.
"Ikut party?" tanya Frans tersenyum bangga.
"Ya ikut kajian bareng Arjun, lah... Rere mau mendekatkan diri ke Allah supaya ujian kelulusan nanti dipermudah. Tiga bulan lalu Rere juga absen, enggak enak sama Umi Afifah." Biasanya diantara mereka, baik Dryl dan Rere akan selalu menghadiri acara kajian tersebut, sebab terlanjur mengenal dekat dengan Umi Afifah.
"Gue udah ada Janji—tapi kalau buat acara kajian keluarga Arjun gue usahain." Sambung Arlin mengingat dirinya tak pernah mengindahkan undangan dari Umi Afifah.
Frans berdecak kesal, kenapa semua teman-temannya jadi tak suka akan hingar-bingar dunia malam.
"C'mon, sebentar lagi kita bakalan lulus. Momen Party bareng-bareng itu bakalan susah!"
"Lo bisa pergi party sendiri kalau mau." Seru Ergantha yang sejak tadi mencoba memahami.
"Lo juga enggak mau ikut party, Tha?"
Jika yang lainnya tak ikut, Frans bisa memaklumi. Tapi Ergantha... Astagaaa Frans tak sanggup. Bukannya perempuan belagu ini juga suka akan hingar-bingar dan alkohol....
"Gue ikut ke Rumah Arjun." Ergantha memutuskan. Ia memang tak pernah mengikuti acara kajian yang diadakan keluarga Arju. Namun semenjak di Bandung kemarin, Ergantha baru tahu sensasi perasaan tenang dapat ia rasakan di tengah-tengah Majelis yang kerap disebut sebagai Taman Surga.
"Kamu akhirnya mau aku kenalin ke Umi dan keluarga besar?" Pukulan dari snack ringan lantas Ergantha lemparkan kepada Arjun.
"Gue cuma mau ikut kajian," timbal Ergantha.
"Lo enggak lagi abis di ruqyah, 'kan, Tha?" Frans mengernyit curiga.
Ergantha tak pernah menolak perihal pesta ataupun alkohol. Pun jika menolak, alasan satu-satunya karena amarah dan larangan dari Papa. Perempuan yang baru pulang berlibur ini justru mengagetkan Frans dan yang lainnya.
"Beneran abis di ruqyah, Tha?" Arlin ikut menatap penasaran, memastikan telinganya tak salah dengar.
"Thata ke Bandung buat insyaf? Kok enggak ngajak-ngajak sih...."
"Gue abis di bekam!" Ujar Ergantha menghentikan praduga mereka. "Lagian kenapa sih, emang enggak boleh dateng ke Kajian yang diadain keluarga Arjun?"
"Feel free sayang... Duh, jadi enggak sabar kenalin ke Umi." Arjun mengedipkan mata menggoda.
"Bercanda Tha, bercanda!" Arjun mengangkat kedua tangan ke udara, siaga begitu Ergantha berniat melayangkan botol minuman ke wajahnya.
Cukup Snack ringan yang mengenai wajah kearab-arabannya. Arjun berdigik ngeri jika botol minuman itu mengenai hidung yang menyerupai oppa-oppa Korea ini.
"Gue juga ikut ke rumah Arjun." Dryl bersuara, tak ada yang menatap heran, sebab tak mungkin Dryl absen jika bersangkutan dengan acara kajian.
"Gue enggak ikut ah, sekalinya ikut kajian di rumah Arjun, gue jadi serasa diikutin malaikat pencabut nyawa." Frans berdigik ngeri.
"Perasaan gue tadi enggak ada ngomong mau ngundang kalian. Pilihannya cuma ikut apa kata Dryl atau pilih tawaran Frans." Arjun mengelus dagu, memasang wajah sombong dengan alis yang dinaik turunkan.
"Halah, enggak diundang kita juga bakalan dateng untuk Umi Afifah," balas Arlin menyebut sosok seorang yang sangat bertolak belakang dengan Arjun meski memiliki darah yang sama.
"Arjun tuh jadi orang jangan ke-geeran!" Kata Rere.
"Sorry ya, emang pada dasarnya pesona gue itu luar biasa untuk bisa menarik kalian ikut kajian."
"Huek!" Rere meragakan pose ingin muntah sedang Arlin hanya mendengus diikuti oleh Frans yang melemparkan isi snack.