"Bun, Genan berangkat sekolah dulu ya," pamit Genandra kepada Nyonya Sena sambil mencium punggung tangan wanita tersebut.
"Iya, hati-hati ya dijalan, jangan ngebut!" balas Nyonya Sena mengelus kepala Genandra.
"Kak Genan," Viola datang menuruni anak tangga terlihat begitu senang, nadanya juga terdengar ramah. Ia terus berjalan dan berhenti di hadapan Genandra.
"Anterin Viola ke sekolah dong!" pinta Viola bersikap imut.
"Berangkat aja sendiri," jawab Genandra ketus, dan memilih pergi meninggalkan gadis itu.
"Kak!" panggil Viola menyaksikan Kakaknya sudah berjalan keluar melewati pintu.
"Bunda," rengek Viola kepada Nyonya Sena.
"Ya salahnya siapa kemarin pakai godain Kakak kamu, sekarang jadi kesel sendiri kan," balas Nyonya Sena membela Genandra.
"Kok hari ini semua pada marah sama Viola sih!"
********
Hari ini tepatnya di kelas sepuluh IPS 3, hanya ada Hari dan juga Akira di dalam kelas. Benar, hanya ada mereka berdua, sebab sekarang adalah waktunya untuk mereka menjalankan piket.
"Ra, lo nyapu ya!" titah Hari kepada Akira.
"Oke, terus lo?" balas Akira bertanya.
"Gue hapus papan tulis."
"Enggak ah, lo juga harus ikut nyapu. Masa harus gue sendirian yang bersihin kelas segede ini, capek Ri," Akira merasa tidak terima jika Hari hanya bertugas menghapus papan tulis saja.
Emang sih, piket hapus papan tulis menjadi favorit semua murid. Karena gampang dan tidak terlalu menguras tenaga.
"Lo kan rajin Ra, kalau piket sapu kelas itu nanti suaminya ganteng gak burik. Jadi karena gue baik hati, mending lo nyapu aja ya."
"Tapi-"
"Gue doain suami masa depan lo kak Genan, aamiin."
"AMIINNN," teriak Akira sekencang-kencangnya, "Oke, kalau gitu biar gue aja yang nyapu," selepas diberi wejangan kata-kata seperti itu seketika hati Akira langsung menurut, ia pun segera menyapu kelas dengan semangat.
"Cih, gampang banget dibohongin," batin Hari berusaha menahan tawa, memanfaatkan sifat kepolosan Akira pada saat seperti ini ternyata sangatlah berguna.
Beberapa menit kemudian....
"Hah, akhirnya selesai juga ya Ra," penat Hari mengibas-ngibaskan tangannya sembari duduk bersandar di kursi. Wajahnya tampak sangat kelelahan.
Akira hanya bisa diam menatap wajah Hari heran, dirinya yang cuman piket hapus papan tulis saja sudah seperti baru menyelesaikan lari maraton seratus meter. Sedangkan dirinya, menyapu seluruh sudut-sudut bagian kelas hingga bersih sendirian. Dasar!
"PR fisika lo sudah Ra?"
"Sudah," balas Akira mengangguk.
"Kok bisa? Gue ngerjain nomer satu aja gak kelar-kelar loh Ra, malahan makin tambah pusing."
"Gak semua sih yang gue kerjain sendiri, ada beberapa yang lihat google."
"Ih gak boleh Akira, gak boleh lihat google, nanti gak pinter-pinter loh kalau contek google terus," nasihat Hari.
"Halah gaya lo, terus kalau gak lihat google gimana? Gue mesti jawab asal gitu, males banget dapet nilai jelek. Lagipula ini juga seusai ajaran lo, Akira kalau gak bisa jawab lihat google aja, lebih praktis."
"Lagipula zaman sekarang repot Ri, dapet nilai bagus dikira contek, dapet nilai jelek malah dimarahi, serba salah jadi murid," keluh Akira.
"Iya deh iya Mbak suhu, sekarang gue pinjem buku fisika lo ya, mau gua salin jawabannya," pinta Hari.
"Sama aja, contek temen sama lihat google apa bedanya?" Akira mengambil buku tulis fisikanya di dalam tas ransel, lalu memberikannya kepada Hari.
"Thank you," Hari mengambil buku tersebut dari tangan Akira, dan segera menyalin semua jawabannya kepada buku catatannya, Hari menulisnya sedikit terburu-buru karena sebentar lagi jam pertama akan segera dimulai.
//Kriiingggg// akhirnya bel masuk jam pertama berbunyi, semua murid tergopoh-gopoh masuk ke dalam kelas mereka masing-masing dan segera duduk di tempat duduknya. Hari langsung mengembalikan buku fisika milik Akira, dan tak lama kemudian bapak guru pun datang.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh anak-anak, selamat pagi!" salam Pak Sugi guru fisika.
"Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh Pak," balas semua murid bersama-sama.
"Hari ini kita koreksi bersama tugas pekerjaan rumah kalian ya, sudah selesai semua kan?"
"Sudah."
"BELUM PAK!" teriak seorang siswa bernama Raja yang duduk di pojok dekat jendela kelas.
"Kok belum nak? Kan saya sudah bilang kalau sekarang waktunya mengoreksi bersama," balas Pak Sugi.
"Minggu kemarin saya kan gak masuk sekolah Pak, sakit."
"Kenapa gak tanya sama teman-teman kamu? Kalian sudah buat grub kelas kan? Harusnya di sana dibuat sharing tugas-tugas Bapak Ibu guru biar semuanya tahu," ujar pak Sugi bertanya kepada anak-anak, tapi tidak ada satupun dari mereka yang menjawab.
"Bikin kok Pak, saya sudah koar-koar sampai spam chat di grub tapi pada diem semua. Biasalah Pak, seleb," jawab Raja terdengar menyindir.
"Neva, kamu ketua kelas kan? Kenapa gak beri tahu tugas saya ke Raja," tanya pak Sugi kepada Neva si ketua kelas yang duduk di bangku depan.
"Males saya Pak, anaknya gak sopan, tanya di grub spam chat banyak-banyak sampai nama hewan di kebun bintang keluar semua. Harusnya kan bisa tanya baik-baik, udah kasar ngotot minta jawabannya juga lagi," balas Neva melirik tajam pada Raja.
"Sudah-sudah jangan pada ribut ya, Raja sekarang Bapak kasih kamu tugas, kerjakan tugas fisika di buku paket halaman enam puluh, lengkap dengan soalnya ditulis juga."
"Iyah Pak," jawab Raja terdengar malas.
"Sekarang kita koreksi ya, saya tunjuk satu anak maju ke depan untuk mengerjakan di papan, biar semua tahu betul apa tidak, nanti Bapak jelaskan juga."
"Sekarang tanggal berapa?"
"Lima belas pak," balas salah satu murid.
"Oke kalau begitu," Pak Sugi mulai mengecek buku absen yang berisi nama-nama siswa sepuluh IPS 3. "Hari Syafa Agustina, maju ke depan kerjakan nomer satu ya!"
"Mati gue," batin Hari terkejut. "Ck, gue aja gak paham sama apa yang gue tulis."
"Hari," panggil Pak Sugi sekali lagi.
"I-iyah Pak," jawab Hari ragu, mulai berdiri dari tempat duduknya sambil membawa buku.
"Semangat Hari," ujar Akira menyemangati sahabat perempuannya itu.
"Ini spidolnya," ucap Pak Sugi memberikan spidol hitam kepada Hari, "Tolong nanti kalau sudah selesai jelaskan juga ya, Bapak mau tahu tingkat belajar kamu sampai mana."
Hari menelan ludah, belum-belum telapak tangannya sudah mengeluarkan keringat. "What? Kenapa harus pake dijelasin segala sih."
"Gak perlu dijelasin deh Pak, anak-anak pasti sudah paham."
"Itu hasil pekerjaan kamu sendiri kan? Masa gak paham sama catatan sendiri, sudah sana kerjakan!"
Hari mulai berjalan menuju ke depan papan tulis, tangan kanannya terangkat untuk menulis di benda persegi panjang itu. Sambil sesekali melihat ke arah buku catatannya, jujur Hari sama sekali tidak paham dengan apa yang ia tulis.
"Ya Allah bantu Hari," batinnya ketakutan.
"Hari sudah?" tanya Pak Sugi setelah melihat Hari berhenti menulis.
"Su-sudah Pak," jawabnya gugup kembali menutup spidol hitam tersebut.
"Wah, jawaban kamu lengkap banget Hari, Bapak jadi bangga mungkin nanti kalau sekolah kita ada lomba fisika kamu bisa ikut," ujar pak Sugi merasa senang dengan jawaban yang Hari tulis di papan tulis.
"Gawat," batin Hari meremas bukunya.
"Anak-anak Bapak minta perhatiannya sebentar, ini adalah jawaban nomer satu yang sudah ditulis oleh teman kalian Hari, dan Hari juga akan menjelaskan mengenai jawaban yang ia tulis. Karena Bapak tidak mau kalau kalian hanya sekedar menulis, tapi juga paham maksud dari soal tersebut."
"Silahkan Hari," ujar Pak Sugi mempersilakan.
"Baiklah teman-teman ku semua. Sebelum saya di sini akan menjelaskan mengenai soal yang sudah saya kerjakan di papan, mmm mungkin lebih tepatnya nyalin jawaban," ucap Hari menatap ke arah teman-temannya yang sedang fokus mendengarkan apa yang ia katakan.
"Saya mau mengakui sesuatu, bahwa sebenarnya... sebenarnya semalam saya sama sekali tidak mengerjakan tugas fisika yang diberikan oleh Pak Sugi, saya lebih memilih tidur karena saya ngantuk. Lalu waktu di sekolah saya menyontek tugas teman saya Akira," seketika atensi semua murid tertuju kepada Akira.
"Ha-hai," ujar Akira merasa aneh dengan semua tatapan itu.
"Jadi untuk Pak Sugi, Bapak tadi bilang mau mengikutkan saya lomba fisika untuk mewakili sekolah. Sebelum itu terjadi, saya pesankan lebih baik jangan Pak, sebelum harga diri sekolah SMA Negeri 1 yang sudah tinggi tiba-tiba jatuh karena siswi seperti saya," pungkas Hari menaruh spidol hitam itu di atas meja guru, dan kembali duduk di bangkunya.
Seisi kelas dibuat melongo dengan apa yang Hari lakukan, terutama Pak Sugi. Benar-benar di luar dugaan.
Semangat kak yok up lagi😗
Comment on chapter Mas fiksi lebih menggoda