"Haduh Akira mana sih, kok gak pulang-pulang dia," cemas Arzan berdiri di dekat jendela yang mengembun terkena air hujan.
"Lagi-lagi gue gak bakal kebujuk sama omongannya si Cakra," sambungnya menyesal, mereka terlalu asik mengobrol di cafe dekat kampus, sampai lupa untuk menjemput Adiknya.
Ditambah lagi banyak sekali notifikasi panggilan tak terjawab dari Akira, beberapa jam yang lalu Akira mencoba menelpon pada Arzan kalau dirinya sudah pulang. Tapi tidak diangkat oleh dirinya.
"Akira," panggil Arzan terus menerus, lalu terlihat kilauan lampu berwarna kuning di tengah-tengah derasnya hujan, ternyata sinar tersebut berasal dari sebuah mobil berwarna hitam yang berhenti di depan gerbang rumah Arzan.
"Itu siapa lagi?" Arzan mengamati mobil tersebut dari dalam rumah, seorang perempuan berseragam SMA keluar dari dalam mobil itu dan menggunakan tas ranselnya sebagai payung.
"Adek," kejut Arzan langsung bisa mengenali siapa anak itu, dengan segera membukakan pintu rumah.
"Akira, untung kamu sudah pulang Dek," lega Arzan dengan Akira sudah berdiri di depan pintu rumah, rambutnya basah, begitupun juga dengan tas ranselnya yang tadi ia gunakan sebagai payung.
"I-iyah Kak," balas Akira menggigil kedinginan, mendekap tubuhnya dengan kedua tangan.
"Ayo cepetan masuk! Kakak buatin kamu susu hangat," ujar Arzan memegang pundak Adiknya, mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah.
Arzan menyuruh Akira agar mandi terlebih dahulu membersihkan badannya, supaya tidak sakit. Sedangkan dirinya, sibuk di dapur untuk menyiapkan makanan serta susu hangat untuk Akira.
-Di meja makan.
Di saat Arzan baru saja menaruh makanan serta minuman tersebut di atas meja, Akira berjalan keluar dari dalam kamar mandi menuju meja makan, sambil menggosok-gosok kepalanya menggunakan handuk kecil.
"Sini makan dulu!" ucap Arzan menarik satu kursi di sebelahnya, dan Akira pun duduk di kursi tersebut. Akira mulai memakan makanan yang dibuat oleh Arzan, wajahnya terlihat begitu kesal, pada saat makan pun Akira mengetuk sendok makannya pada piring sedikit keras. Sebagai kode, agar Arzan itu tahu kalau ia sedang marah.
"Dek," panggil Arzan mulai mengerti maksud dari Akira.
"Kenapa Kak Arzan gak angkat telepon dari aku?" tanya Akira to the point.
"Iyah Dek Kakak minta maaf, oh ya aku nemuin boneka pinguin warna biru di kresek yang kamu bawa tadi, itu punya kamu?"
"Jangan coba-coba ganti topik! Jawab dulu pertanyaannya Akira!" sebal Akira sebab Arzan mencoba lari dari pertanyaan yang ia ajukan.
"Iya deh, tadi Kak Arzan diajak sama teman sekampus nongkrong bareng di cafe, niatnya cuman ngopi-ngopi bentar sama ngobrol. Tahu-tahunya keenakan," jawab Arzan.
"Owh, terus telepon dari Akira, kenapa gak diangkat?"
"Kuota Kak Arzan lagi habis Dek, pulsa juga. Dan kebetulan tadi di cafenya gak ada WiFi, notifikasi nya baru masuk waktu gue balik ke kampus lagi."
"Waktu dapat spam chat sama telepon dari kamu Kakak langsung khawatir, dan cepet-cepet jemput kamu ke sekolah. Eh, tapi kamunya malah gak ada di sana, Kakak mau keliling buat cariin kamu tapi keburu hujannya turun."
"Alesan, masa di cafe gak ada WiFi sih Kak?" ujar Akira tidak percaya.
"Beneran Dek sumpah, gak ada WiFi di sana. Mau minta hotspot ke temen-temen Kakak mereka juga sama gak punya kuota," balas Arzan bersungguh-sungguh, mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V.
"Hmmm," deham Akira menatap Arzan sinis, "Ya udah enggak apa-apa, Akira gak jadi marah. Lagipula Kak Arzan juga jarang kumpul sama teman-temannya Kakak, aku maafin deh."
"Arigatou gozaimasu Akira-chan," jawab Arzan begitu senang sebab Akira sudah memaafkan dirinya.
"Idih wibu," sahut Akira dengan wajah datar.
"Jangan panggil Kakak wibu Dek, gue bukan wibu," balas Arzan merasa tidak terima, kini giliran dia yang merasa sebal kepada Akira.
"Terus kalau bukan wibu apa? Kakak kan suka sama anime, ya pasti wibulah."
"Wibu sama otaku itu beda ya Akira, jangan disamain."
"Sama aja, sama-sama suka anime," balas Akira ketus.
********
"Genan, tadi Viola bilang kamu gak bisa anterin dia pulang karena mau nganterin cewek kamu dulu. Emangnya iya?" tanya Nyonya Sena sontak membuat Genandra tersedak dari minumnya.
"Enggak," jawab Genandra mengelap bibirnya menggunakan tisu.
"Eh, jagoan Papa sudah punya pacar?" sahut Tuan Arga.
"Enggak Pa, Genan gak lagi deket sama siapa-siapa," jawab Genandra menekuk kedua alisnya. Lalu menatap tajam ke arah Viola yang tengah asik memakan roti lapisnya di kursi sebelah Bunda.
"Kenapa wajah lo Kak? Kesurupan?" balas Viola.
"Biasa aja kali kalau lihat, nanti copot loh matanya," pungkas Viola mengambil sehelai roti lagi di atas meja, gelagatnya sungguh santai seperti tidak merasa bersalah sama sekali.
Genandra mendorong sedikit kursinya ke belakang dan berdiri. "Genan sudah kenyang," ucap Genandra lalu berbalik badan, berjalan menuju kamarnya meninggalkan ruang makan.
"Sayang!" panggil Nyonya Sena kepada putranya, melihat piring Genandra yang belum habis membuatnya khawatir. Ya, Genandra walau keren-keren begini memang ngambekan anaknya.
"Viola, lain kali jangan begitu sama Kakak kamu. Kamu tahu sendiri kan Genandra itu gak bisa diganggu dikit hatinya," tutur Nyonya Sena kepada Viola.
"Biarin aja Bun, laki-laki kok baperan, digituin dikit langsung marah."
********
Genandra masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu tersebut agar tidak ada siapapun yang bisa masuk. Lampu ia matikan, pencahayaan hanya bisa masuk melalui jendela kamar yang terbuka, sinar rembulan dan sapuan angin malam, dia sangat menyukainya.
Duduk di atas ranjang kasur seorang diri, menatap sebuah foto yang ia pegang di tangan kanannya. Sesaat hati Genandra kembali sakit, ketika menatap benda persegi itu. Rindu, ia amat merindukan sosok tersebut.
"Al, sejak lo pergi. Sampai sekarang gue masih belum siap buat buka hati lagi," ujar Genandra menatap sedih kepada secarik foto bergambar seorang perempuan cantik.
Semangat kak yok up lagi😗
Comment on chapter Mas fiksi lebih menggoda