-Kelas sepuluh IPS 3.
Sekarang, pembelajaran sudah dimulai, sedari awal tadi Hari dibuat tidak fokus dengan materi yang dijelaskan oleh Ibu guru. Pandangan perempuan itu terus saja tertuju kepada bangku kosong yang ada di sampingnya.
"Akira kok belum dateng, apa dia sakit ya? kalau sakit kok gak kabarin gue?" batin Hari bertanya-tanya.
"Assalamu'alaikum!" pintu kelas terbuka, nampak seorang siswi berdiri gugup di ambang pintu, dengan cucuran keringat membasahi pelipisnya.
"Wa'alaikumussalam, Akira kamu kok bisa telat nak?" balas Ibu guru menurunkan sedikit kacamatanya, melihat ke arah Akira yang menunduk sambil meremas-remas jari-jarinya.
"Maaf Bu, tadi saya dihukum sebentar sama calon imam saya, menyapu lapangan upacara sampai bersih," jawab Akira dan mendapat suara bisik-bisikan dari anak-anak lain, ada juga yang memutar bola mata mereka. Sudahlah, siapa lagi kalau bukan Genandra.
"Apa? Calon imam?" ulang Ibu guru memastikan tidak salah mendengar.
"Iya Bu," senyum Akira.
"Siapa?" tanya Ibu guru penasaran, siapa calon imam yang Akira maksud.
"GENANDRA MAHAVIR ADITAMA ITU LOH BUUU!!!" serentak satu kelas membuat Ibu guru terkejut, dengan aksi yang tak terduga itu. untung gak punya penyakit jantung!
"Haha, benar Bu, Kak Genan itu calon imamnya Akira," tambah Akira tertawa.
"Owalah, Genandra. Si ketua OSIS itu kan, dia suka sama kamu Ra?"
"AKIRA YANG SUKA SAMA DIA BU SAMPAI DIBUAT GAK WARAS PIKIRANNYA!!!" serempak satu kelas sekali lagi, sekarang tidak membuat Akira senang melainkan risih, iris mata Akira menatap tajam ke arah semua teman-temannya.
"Apa sih kalian, sok tahu banget!" jawab Akira kesal.
"Ehem jadi begini Bu, Ibu tahu kan kalau ada yang mengatakan cinta itu buta. Nah, cintanya Akira sama Kak Genan itu sudah tinggiii banget, sampai-sampai kalau Akira lihat bayangannya aja tuh seneng banget," jelas Akira begitu mendalami setiap kata yang dia ucapkan, sedangkan Ibu guru hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Dih alay!"
"Kalau cinta itu buta gak bikin orang bego juga kali."
"Dia aja gak suka sama lo, benci iyah."
"Gini nih kalau kecilnya belum pernah diimunisasi, gedenya gak bisa bedain mana yang serius mana yang enggak." Semua cibiran itu membuat telinga Akira menjadi panas, rasanya seperti ada asap kebakaran mengepul di atas kepalanya.
Apa teman-teman sekelas Akira jahat? Jawabannya tidak. Mereka hanya mau gadis itu sadar, mereka sama sekali tidak menyalahkan kalau Akira mencintai Genandra.
Hanya saja, harus mengerti batasannya juga bukan? Cinta sih boleh, tapi jangan berlebihan. Lagi pula, sampai sekarang Genandra belum sama sekali membalas perasaan tulus dari Akira. Melainkan lebih ke arah mengacuhkan, dan menurut teman-teman Akira hal itu sangatlah tidak baik untuk dirinya.
"Sudah-sudah jangan pada berantem, Akira silahkan duduk! Lain kali jangan sampai terlambat lagi ya!" tutur Ibu guru.
"Kok bisa telat Ra? Gue pikir lo beneran gak masuk sekolah tadi," tanya Hari kepada Akira yang baru saja menempatkan bokongnya di kursi.
"Kak Arzan bangunnya lama Ri, jadi gue harus nunggu dia tadi," balas Akira mengeluh.
"Owh terus, kok bisa lo sampai dihukum sama Kak Genan?"
"Kan gue telat Ri, makanya dihukum."
"Hm, katanya Kak Genan sudah mulai suka sama lo tapi kok dihukum, kalau sayang pasti bakal dilepasin lah," ujar Hari.
"Emang sejak kapan gue bilang kalau Kak Genan suka sama Akira?" jawab Akira.
"Nanti Hari, nanti pasti dia bakal suka sama gue. Dia bakal ngemis-ngemis, lihat aja."
"Belum juga suka gue sudah takut duluan Ra, gue trauma lihat lo saking cintanya sama dia. Gue takut lo sakit hati nanti," ujar Hari khawatir.
"Hei kalian yang di belakang!" tegur Ibu guru melemparkan kapur kecil ke meja Akira dan Hari. "Sekarang waktunya pelajaran, bukan cinta-cintaan, dasar anak muda pikirannya bucin terus."
"Lo sih," sebal Hari menyenggol lengan Akira.
"Hari yang mulai duluan Bu!" Jawab Akira tak terima, ikut menyenggol lengan Hari sama kerasnya.
********
"Hari, temenin gue yuk!" ajak Akira langsung berdiri dari tempat duduknya, setelah Ibu guru keluar meninggalkan kelas disusul dengan anak-anak yang lain, sebab bel istirahat baru saja berbunyi.
"Kemana?" tanya Hari mendongak menatap wajah Akira.
"Ngasih ini buat Kak Genandra tersayang," Akira mengeluarkan coklat batang bertalikan pita pink dan sepucuk surat dari dalam tas ranselnya.
"Masya Allah Akira, lo itu sehat apa enggak sih hah?" kejut Hari bercampur rasa emosi. Perempuan mana coba yang masih mau memperjuangkan seseorang, sedangkan orang itu saja sama sekali tidak menyukai dirinya.
"Daripada lo ngasih coklat itu buat Kak Genan, mending buat gue aja deh Ra. Dia pasti gak bakal mau terima coklat itu dari lo," usul Hari mencoba mengingatkan.
"Lo kok malah ngomong gitu sih, harusnya dukung Akira dong semoga dia suka sama coklat pemberian gue," balas Akira memanyunkan bibirnya.
"Iyah-iya gue dukung, nanti kalau ditolak jangan nangis, gua sudah peringati lo mulai sekarang."
"Siap, tenang aja," Akira langsung menggandeng lengan Hari, lalu berjalan bersama-sama keluar kelas.
Mereka berdua menuju ke tempat lemari loker siswa, mencari-cari loker milik Genandra untuk menaruh coklat batang serta surat itu ke dalam sana.
"Yakin lo Ra? Nanti kalau Kak Genan lihat kita ada di sini gimana?"
"Enggak apa-apa Ri, gue udah biasa kok taruh coklat di sini. Jam segini nih biasanya Kak Genan sama teman-temannya pada ke kantin," jawab Akira mulai membuka loker yang terdapat tempelan stiker kecil bergambar motor.
"Gila, ini anak hafal banget sama aktivitasnya Kak Genan," batin Hari.
"Sudah Ra? Cepetan dong, lama banget," cemas Hari sambil memperhatikan sekeliling.
"Ish sebentar Ri, dikit lagi."
"Sudah, yuk!" sambungnya senang dan kembali menutup pintu loker itu.
"Lo apakan loker gue?" tiba-tiba saja, terdengar suara dingin dari arah sebelah kanan tubuh Akira, Hari juga ikut mendengarnya dan langsung memegang telapak tangan Akira erat-erat.
"Kak Genan," bola mata Akira membulat, mendapati Genandra, Novan, dan Alam berada di sana. Raut wajah Genandra begitu datar, menatap dingin kepada Akira, menunggu penjelasan dari perempuan itu.
"A-"
"Minggir!" titah Genandra menyuruh agar Akira dan Hari menjauh dari lokernya.
Kening anak itu berkerut, menemukan sebatang coklat dan sebuah surat ada di dalam loker. "Sampah lagi," gumam Genandra kesal, sudah beberapa kali dia harus membersihkan isi lokernya dari barang-barang tidak berguna itu.
"Lo yang taruh coklat ini di sini?" Genandra memegang coklat batang tersebut sambil menunjukkannya kepada Akira.
"Iya, coklat itu dari Akira buat Kakak," Jawab Akira menganggukkan kepalanya begitu bersemangat.
"Owh," Genandra tersenyum smirk, lalu melemparnya begitu saja ke arah dinding, sampai membuat coklat itu patah terbelah menjadi dua bagian. Bungkusnya robek, begitupun juga dengan pitanya.
Mereka semua dibuat syok dengan perbuatan Genandra barusan, Akira terdiam, pandangannya sama sekali tidak teralihkan dari coklatnya yang sudah berserakan di lantai.
Hari menggenggam tangan Akira yang sudah lemas, jujur dia merasa begitu marah sekarang.
"Thanks," pungkas Genandra dan pergi begitu saja tidak memperdulikan bagaimana perasaan Akira, Novan dan Alam tidak bisa berkata apa-apa selain ikut pergi bersama temannya.
"WOYY!!!" teriak Hari kepada ketiga laki-laki itu, membuat langkah mereka berhenti dan berbalik badan.
"Nih! Makan tuh coklat!" Hari melempar patahan coklat yang ia ambil dari lantai ke arah Genandra, coklat itu berhasil mengenai seragam putihnya hingga meninggalkan noda di sana.
"Kenapa? Gak terima lo?" ujar Hari membusungkan dada dengan nada menantang, melihat iris mata Genandra menatap tajam kepada dirinya.
"Hari, dia itu Kakak kelas kita," lirih Akira takut, dengan perubahan sifat Hari seperti orang kesetanan.
"Diam Ra, gue gak ada urusan dia Kakak kelas kita atau bukan, intinya gue gak bisa terima kalau lo diperlakukan seperti ini sama dia. Coklat itu mahal Ra, dan dia main buang begitu aja. Mendingan tadi buat beli nasi pecel aja Ra di warung Emak gue."
"Berani banget temannya Akira," bisik Alam kepada Novan yang berdiri di belakang tubuh Genandra.
"Emang lo gak kenal siapa dia? Dia itu si Hari Lam. Gua denger-denger hobi dia bully Kakak kelas, cewek sebelas MIPA 4 aja sampai kena mental," balas Novan.
"Eh Gen, lo mau kemana?" Alam dan Novan menyaksikan Genandra berjalan sendirian kembali menghampiri Akira dan Hari. Wajahnya nampak begitu marah bercampur kesal.
"Gawat," batin Akira semakin merasa cemas, sekarang Genandra sudah berdiri di hadapan mereka berdua, lebih tepatnya di depan Hari. Tatapan keduanya saling beradu, tidak ada yang mau mengalah sedikitpun.
"Kak Genan, Akira minta maaf!" pinta Akira langsung menundukkan kepalanya.
"Akira lo-" ucapan Hari terpotong, ketika tangan kiri Akira langsung mendorong kepala Hari menunduk ke bawah.
"Kami berdua minta maaf sudah bikin Kakak marah, tolong biarkan kita pergi ya Kak!" mohon Akira yang masih dengan posisi menundukkan kepala, lalu segera mengajak Hari untuk pergi dari sana.
"Adik kelas zaman sekarang, minim tata krama semua," gerutu Genandra menyaksikan punggung kedua anak itu yang mulai menjauh.
Semangat kak yok up lagi😗
Comment on chapter Mas fiksi lebih menggoda