Di dalam kamar Genandra, dengan kondisi ruangan yang gelap serta minim pencahayaan, berasal dari jendela kamar dengan tirai sedikit terbuka.
Laki-laki itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang, sungguh tempat yang pas untuk mengistirahatkan pikiran. Sepasang manik mata Genandra menatap kosong, ke arah langit-langit kamar.
"Apa gue salah ya tolongin dia tadi?" gumam Genandra, kembali memikirkan tentang peristiwa siang tadi di sekolah.
"Lagian, jadi cewek baperan amat."
-Flash back-
"Eh, ngapain dia tiduran di situ?" Genandra memicingkan matanya, kepada seorang murid yang terbaring di tengah koridor sekolah, dengan rasa penasaran Genandra pun berjalan untuk menghampiri anak tersebut.
"Cewek?" ia baru menyadari kalau anak yang terbaring itu adalah seorang perempuan, Genandra berjongkok di dekatnya dan mencoba untuk membangunkannya.
"Heh bangun! Ngapain lo tidur di sini!?" Genandra menggoyang-goyangkan tubuh anak itu, hingga tak sengaja membuat tubuhnya berbalik dan menghadap ke arah nya. "A-Akira," kejut Genandra.
"Woy Akira bangun! Jangan manja lo jadi cewek," entah kenapa tiba-tiba saja Genandra merasa kesal, ini pasti salah satu akal-akalan dia saja supaya mendapatkan perhatian dari dirinya.
"Akira, gue bila-" ucapan Genandra seketika berhenti, setelah menemukan bercak darah di telapak tangan Akira yang sudah lemas dan pucat. "Ini cewek beneran pingsan?" dengan segera, Genandra langsung cepat-cepat untuk membawa Akira menuju ke ruang UKS dengan membopong tubuhnya.
-Ruang UKS.
Genandra merebahkan tubuh Akira di atas brankar UKS, suasananya begitu sepi hanya ada dia dan gadis itu saja di sana, memang karena sekarang sudah waktunya jam pelajaran kedua dimulai.
Genandra mengambil sebotol minyak kayu putih di dalam kotak obat, lalu mengoleskannya pada telapak tangan, dahi, hidung, serta leher Akira. Berharap dengan cara ini dia cepat sadar.
"Dia sakit apa?" ujar Genandra menatap wajah pucat Akira, melihat gadis itu dalam kondisi lemah seperti ini, ada rasa ketenangan ketika Genandra memandangnya. Ia terlihat lebih cantik saat tidur.
"Ck, jantung gue kenapa sih," batinnya merasakan ada desiran aneh timbul di dalam hatinya, tapi dengan cepat-cepat ia langsung menepisnya.
"Lebih baik gue pergi dari sini, daripada nanti malah muncul gosip yang enggak-enggak, bisa repot gue," Genandra pun memutuskan untuk keluar dari ruang UKS, dan pergi sebentar ke kelas Akira untuk memberitahukan kalau temannya sedang dirawat di sana.
-Flash back selesai-
//Drrrtt drrrtt drrrtt// bunyi nada dering berasal dari handphone Genandra yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidur, ia pun segera mengambilnya dan mengangkat telepon tersebut.
Novan is calling you~
"Halo Van, ada perlu apa?" tanya Genandra dalam panggilan.
"Bro, kita ngopi yuk! Sekalian sama Alam juga gue ajak," balas Novan dari seberang sana.
"Gue gak bisa."
"Kok gak bisa sih, ya harus bisa lah Gen, mumpung gue ada duit nih," paksa Novan.
"Gak bisa Van, sekarang orang tua gue lagi keluar, di rumah cuman ada Viola sama gue doang. Masa gue harus tinggalin dia sendirian," jelas Genandra dalam telepon.
"Halah, gak perlu sok-sokan cosplay jadi Abang baik lo, Viola udah gede bukan bayi lagi. Ditinggal sebentar gak masalah, mau nanti ada yang ngerampok rumah lo juga bakalan kalah pencurinya, Viola kan galak."
"Ya udah deh entar gue kabarin lo lagi, gue pikir-pikir dulu," jawab Genandra.
"Oke, beneran ikut ya Gen, gue tunggu lo di rumahnya Alam, kita kumpul di sana."
"Iyah gampang."
"Oke bro."
//Tut Tut tut// panggilan telepon pun tertutup, handphone Genandra ia lempar begitu saja ke atas kasur, "Van Van, ada-ada aja ini anak," keluh Genandra mengacak-acak rambutnya.
********
"Kak Arzan mau pergi kemana?" tanya Akira kepada Arzan mengenakan jaket kulit hitamnya, berjalan melewati ruang keluarga yang pada saat itu Akira tengah menonton televisi di sana.
"Mau pergi keluar sebentar beli makanan," balas Arzan.
"Aku ikut ya Kak!" pinta Akira antusias.
"Jangan, kamu di rumah aja, kata dokter kamu gak boleh sampai kecapekan, nanti sakit kamu bisa kambuh lagi Dek," tutur Arzan.
"Kok cemberut gitu sih mukanya, Kakak keluarnya sebentar aja kok, gak sampai satu jam."
"Tapi Akira juga mau ikut, orang sakit kalau diem di rumah terus juga lama-lama bosen, bisa stres pikirannya. Kakak lupa dokter ngomong apa? Sekali-kali Akira juga harus pergi keluar jalan-jalan."
"Iya deh iya, kamu cepet pergi siap-siap sana, Kakak tunggu kamu di depan," pasrah Arzan mengalah mendengar jawaban dari Akira, bagaimanapun juga ia hanya ingin Adiknya itu bahagia.
"Oke," senang Akira langsung bergegas menuju kamarnya untuk berganti pakaian.
Beberapa menit kemudian, setelah selesai mengganti pakaiannya ia langsung pergi ke depan rumah untuk menemui Kakaknya. Di depan sana, terlihat Arzan sudah siap duduk di atas joke motor menunggu kedatangan Akira.
Dengan cepat Akira mengunci pintu rumah, lalu berlari menghampiri Arzan dan naik ke atas kendaraan tersebut. "Sudah siap?" tanya Arzan kepada Akira yang sedang sibuk memakai helm.
"Sudah," balas Akira, Arzan pun menyalakan mesin motornya, lalu melaju meninggalkan area rumah menuju ke suatu tempat.
Di sepanjang perjalanan, kedua sudut bibir Akira terus mengembang, sengaja kaca helm ia buka agar semilir angin dapat dengan leluasa membelai wajahnya. Sebagai anak rumahan yang kerjanya cuman rebahan di kamar, sekali diajak keluar rumah Akira merasa sangat senang.
Seperti ada ribuan kupu-kupu terbang di dalam perutnya, mungkin terdengar terlalu berlebihan, tapi itulah yang gadis itu rasakan sekarang.
"Di sini Kak?" tanya Akira ketika Arzan memberhentikan sepeda motornya, di sebuah parkiran mall yang cukup besar.
"Kenapa gak beli di pinggir jalan aja? Kan lebih banyak tuh pilihan makanannya, murah lagi," sambung Akira melihat Arzan melepas helm full facenya dan menaruhnya di kaca spion motor.
"Iyah Kakak tahu, tapi Kakak juga lagi ada urusan di sini, Kakak mau ketemuan sama teman Kakak," jawab Arzan.
"Teman?"
"Iya, urusan pekerjaan," balas Arzan lalu mengajak Akira untuk segera masuk ke dalam mall tersebut.
Di dalam sana, banyak sekali orang-orang yang berlalu lalang. Arzan terus menggandeng tangan Adiknya, supaya mereka berdua tidak terpisah. "Gue bukan bayi lagi Kak," batin Akira, merasakan betapa eratnya Arzan menggenggam tangannya, walau begitu dia tetap merasa sangat senang karena Arzan adalah sosok Kakak yang baik untuknya.
Sekarang, mereka sudah sampai di sebuah cafe, Arzan meminta agar Akira duduk di salah satu kursi di sana.
"Kakak pergi sebentar. Kamu tunggu di sini aja dulu, gak bakalan lama kok, kalau mau pesen minum pesen aja atau makanan terserah kamu," sambung Arzan.
"Oke Kak, hati-hati!" balas Akira lalu menyaksikan Arzan meninggalkan cafe tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh Kakaknya, Akira pun memesan minuman dan beberapa makanan di cafe tersebut, jujur dia merasa sangat lapar. Setelah selesai menghabiskan itu semua, Akira kembali berkutat dengan handphonenya. Akan tetapi ya, lama-kelamaan gadis itu mulai merasa bosan.
"Kak Arzan kemana sih?" gumam Akira celingukan mencari-cari keberadaan Kakaknya dari jendela kaca cafe, alih-alih menemukan sosok Arzan, kedua mata Akira malah menangkap seorang laki-laki yang sepertinya ia kenal.
"Hah, i-itu.... itu Kak Genan bukan?" mulut Akira membulat sempurna, melihat seorang laki-laki yang ia duga kalau itu adalah Genandra.
"Gue samperin ah, sekalian mau ucapin terima kasih karena sudah tolongin gue tadi siang," dengan segera Akira langsung meninggalkan cafe itu dan berjalan menghampiri lelaki tersebut.
"Ck, ini dua anak pada kemana sih? Beli makanan di toko sebelah lama banget," sebal Genandra kepada Novan dan Alam, bahkan kopi yang ia pesan sudah habis beberapa waktu yang lalu, akan tetapi dua anak itu belum juga kembali.
Genandra kembali fokus kepada handphone miliknya, dan merasakan seperti ada seseorang yang duduk di kursi kosong di depannya.
"Hai Kak Genan," sapa Akira tersenyum lebar memandang wajah tampan Genandra, sedangkan laki-laki itu tidak memperdulikan keberadaan Akira sama sekali.
"Kak Genandra kalau cuekin Akira kelihatan makin ganteng deh," goda Akira berharap bisa mendapat respon darinya.
"Ngapain lo duduk di sini?" tanya Genandra menatap datar wajah Akira.
"Karena Akira suka deket sama kak Genan," jawabnya santai.
"Dari sekian banyaknya tempat duduk di mall sebesar ini, lo bisa cari kursi lain. Sekarang gue minta lo pindah, karena gue gak mau duduk berdua sama lo," titah Genandra membuat hati Akira kembali sakit, tapi gadis itu tetap harus tersenyum.
"Memangnya kenapa? Kursi ini punya Kakak, enggak kan. Lagian kalau orang lain ngira kita pacaran Akira malah seneng kok, seneng banget malah."
"Kalau gitu gue yang pindah," Genandra langsung berdiri dari tempat duduknya, mengambil beberapa langkah untuk pergi meninggalkan Akira.
"Kak Genan mau pergi kemana?" teriak Akira membuat langkah Genandra berhenti.
"Tujuan Akira ke sini cuman mau bilang terima kasih aja kok, karena Kak Genan sudah mau bantuin Akira tadi waktu pingsan di sekolah, itu aja. Maaf, kalau kedatangan Akira malah mengganggu."
"Tahu diri juga lo," sinis Genandra memutar tubuhnya, menghadap ke arah Akira.
"Aku... aku juga mau tanyakan sesuatu ke Kakak."
"Apa?" balas Genandra.
"Akira sudah lama banget suka sama Kakak, terus Kak Genan gak punya rencana gitu buat suka juga sama aku?" pertanyaan dari Akira, membuat Genandra semakin benci kepada gadis itu.
"Sampai kapan pun, gue gak bakal suka sama lo," Sarkas Genandra, Akira hanya bisa menelan ludah mendengarnya.
"Tapi Akira sudah belajar masak sekarang, Akira sudah jago masak demi Kak Genan."
"Hah demi gue?" bingung Genandra menautkan kedua alisnya.
"Iya, Kakak kan calonnya Akira."
"Calon apaan sih?" Genandra semakin dibuat bingung, dengan semua perkataan yang diucapkan Akira.
"Kak Genandra kan calon suami masa depannya Akira, Akira belajar masak biar setiap hari bisa masakin makanan yang enak buat suaminya Akira nanti."
"Stress," cetus Genandra dan meninggalkan Akira begitu saja. Dia sudah tidak sanggup lagi mengahadapi sikap aneh perempuan itu.
"Kok malah bilang Akira stress sih," sebal Akira menggembungkan pipinya, dia juga bingung sebenarnya terbuat dari apa hati si pangeran pujaan hatinya itu, semen? Beton? Batu? susah banget diluluhin.
Semangat kak yok up lagi😗
Comment on chapter Mas fiksi lebih menggoda