Berhari-hari mereka telah melakukan perjalanan yang menyenangkan dan penuh dengan wawasan yang berharga. Ini adalah hari-hari terakhir mereka disini dan kunjungan ke semua tempat telah dilewati, hari ini mereka akan diberikan waktu untuk beristirahat atau sekadar untuk jalan-jalan di dekat kawasan hotel mereka.
“HAHHHH!!!” Yara tiba-tiba saja bersuara yang mengagetkan Hasya dan Winda yang sedang bersantai karena pagi ini mereka baru saja mandi dan sarapan.
“Kenapa? Kenapa lo?” Winda langsung mendekati Yara yang berada di depan jendela sambil melihat ke arah ponselnya. Karena Yara yang diam saja, Winda langsung berinisiatif melihat apa yang sedang dilihat Yara dari ponselnya.
“Ya ampun, gue kira apaan.” Winda kembali mundur dan kembali duduk di kursi yang tersedia.
“Ada apaan emang Win?” Hasya yang selalu dengan sikap santainya sambil membenahi riasannya.
“Vino ngajakin Yara jalan.” Dengan santainya Winda menjawab.
“Aku harus bilang apa ya? Kalian ikut yuk.” Winda dan Hasya secara bersamaan langsung memandangi Yara secara bersamaan.
“Gue sih nggak bisa Yar soalnya udah janjian mau jalan sama my baby, sorry.” Hasya juga ada rencana sendiri untuk hari ini. Kemudian Yara menoleh ke arah Winda yang sibuk dengan gamenya, melihat Yara yang memandanginya tentu saja Winda langsung paham apa maksut dan tujuan dari tatapan Yara tersebut.
“He, he, gue juga nggak bisa Win, lagi sibuk ini.” Dengan nyengir, Winda memberikan alasan yang kurang bagus, “Udah, nggak papa, lo berangkat sendiri aja, lagian deket dari sini kan?”
Yara menunduk ia tak enak jika harus menolak ajakan Vino, jadi ia memutuskan untuk pergi sendiri ke tampat tersebut, tempatnya adalah sebuah cafe yang tidak jauh dari hotel, jadi Yara hanya perlu untuk berjalan kaki saja.”Okey deh.” Yara akhirnya beranjak dari sana dan segera untuk bersiap-siap.
Ia sudah akan berjalan keluar dari hotel tersebut, saat melewati resepsionis, ia tidak menyadari bahwa Al sedang berdiri di sana karena sebuah urusan. Al melihat Yara melewatinya begitu saja,
“Mau kemana lo?” Al menghentikan langkah kaki Yara seketika itu juga.
“Loh Al, ngapain di sini?” Yara malah bertanya balik pada Al dan tidak menjawab pertanyaan dari Al.
“Gue juga nginep di sini.” Jawab Al, “Lo belum jawab pertanyaan gue.”
“Oh, gue mau ke cafe depan itu sebentar.” Sambil menunjuk cafe yang ada di seberang hotel itu. Al melihat kemana arah yang ditunjuk oleh Yara.
“Ngapain?” Langkahnya kembali terhenti dengan pertanyaannya, ia kembali berbalik badan ke arah Al.
“Ini kak Vino ngajak ketemuan sebentar, ” Yara menjelaskan semuanya tanpa ragu.
“Sendirian? Nggak takut lo, kalau diculik orang gimana?” Al menatakan semuanya seperti ada rasa khawatir dalam dirinya.
“Ya ampun Al, aku kan udah gede, siapa juga yang mau nyulik.” Yara tersenyum mendengar pertanyaan Al, “Aku pergi dulu ya.” Yara memegang pundak Al untuk meyakinkannya dan melambaikan tangan sebelum ia pergi.
Al tak menjawab sepatah kata apapun dan hanya melihat Yara yang semakin jauh darinya. Tanpa berpikir lagi, Al langsung mengikuti Yara, di saat akan keluar dari pintu hotel, Ari dan Angga melihatnya.
“Lah, mau kemana tuh Al, disuruh minta kunci serep malah pergi.” Angga menunjuk Al yang sedang berjalan keluar, ternyata tujuan Al ke resepsionis adalah untuk meminta kunci cadangan karena kunci mereka tertinggal di dalam dan mereka terkunci dari luar.
“Pantesan lama banget, sampai kita kayak gembel.” Keluh Ari, “WOI Al, MAU KEMANA LOO??” Ari meneriaki Al yang membuat ia menjadi pusat perhatian.
“Aduh, lo kalu mau malu-maluin jangan ajakin gue dong.” Angga hanya bisa senyam senyum ketika semua mata tertuju pada mereka berdua. Meskipun telah mengorbankan rasa malunya, Al sama sekali tidak menjawab dan terus melanjutkan langkah kakinya. Akhirnya mereka berdua menyerah dan mengambil sendiri kunci cadangan tersebut.
“Yar, tunggu.” Al berhasil mengejar Yara yang berada cukup jauh di depannya.
“Loh Al, kamu mau ikut?” Langkah kaki Yara sontak terhenti.
“Gue bosen aja, sama pengen nyobain cafe di sini.” Al memberi alasan yang cukup baik.
Mereka telah sampai dalam cafe tersebut, Yara masuk duluan dan Vino telah berada di dalamnya sambil melambai ke arah Yara dengan senyuman yang merekah. Namun senyuman itu seketika hilang dari wajah Vino setelah Al memasuki ruangan tersebut.
“Dia kok iku Yar?” Vino penasaran kenapa Al bisa muncul kembali di saat seperti ini.
“Oh katanya dia bosen di hotel, jadi ikut deh.” Yara menjelaskan apa adanya.
“Emang nggak punya temen? Sampai ikut tanpa diajak.” Vino tersenyum sinis sambil menyindir Al yang berada di depannya.
“Apa nggak kebalik, harus banget ngajakin anak SMA keluar tanpa pengawasan? Lagian zaman sekarang orang asing kan bahaya banget.” Al membalas sindiran Vino. Keadaan disana sangat tegang, Yara yang berada di antara mereka jadi bingung harus berbuat apa. Di saat yang tept, akhirnya pesanan mereka datang, Yara merasa sedikit lega karena suasanya jadi sedikit berubah.
“Makasih kak.” Yara menerima pesanan tersebut, “Kita minum dulu yuk, ayo-ayo minum dulu.” Yara menyuruh Al dan Vino untuk segera meminum pesanannya dan berharap setelah ini kepalanya bisa dingin.
Gagal sudah hari ini rencana Vino untuk berdua bersama Yara karena Al yang tiba-tiba saja muncul tanpa undangan, tapi itu semua tidak menyurutkan tekat Vino untuk mengambil kesempatan lain kali.
Yara dan Al berjalan pulang, saat perjalanan pulang Al melihat taman di dekat sana, “Yar, nanti malem lo sibuk nggak?” Tiba-tiba saja Al menanyakan hal tersebut.
“Enggak, kenapa Al?” Yara sudah menantikan apa yang ingin dikatakan Al selanjutnya.
“Nanti aku tunggu di taman ini.” Yara melihat ke arah taman tersebut. Ia mengangguk dengan semangat, ia sangat menantikan momen-momen ini. Yara kembali ke kamarnya dengan perasaan yang berbunga-bunga, Winda yang melihatnya merasa heran.
“Kenapa lo Yar?” Winda segera bertanya pada sahabatnya itu, “Lo jadian sama kak Vino ya?”
“Ih ngaco banget.” Yara langsung membantah tebakan Winda.
“Terus kenapa lo? Seneng banget kayaknya.” Yara langsung mendekati Winda yang sedang rebahan di kasur.
“Al nanti malam ngajakin aku ketemuan.” Yara dengan senyum-senyum menceritakan semuanya pada Winda.
“Tuh kan, apa gue kata, jangan gampang nyerah.” Winda memberi semangat pada Yara, “Udah lo tenang aja, gue sama Hasya pasti bantuin lo.” Yara mengangguk dengan senang.
Malam yang ditunggu akhirnya datang, mereka sangat sibuk dengan Hasya dan Winda yang membantu bersiap-siap dan Yara yang semakin deg-deg an karena akan bertemu Al.
Yara akan berangkat sendiri, namun akan tetap diantar oleh Hasya dan Winda sampai depan taman tersebut. Meskipun ini bukan kencan Winda dan Hasya, namun mereka tak kalah semangatnya.
“Oke Yar, lo masuk ke taman sendirian ya.” Mereka telah sampai di depan taman, Yara mengangguk paham dengan ucapan Hasya.
Yara sangat bahagia, ia berjalan dengan bersenandung ria, sampai akhirnya ia melihat Al di sana, namun ada yang aneh di sini. Ternyata Al tidak sendirian, Zaviya sudah berdiri tepat di depannya sambil memegang tangan Al, entah apa yang mereka obrolkan, yang pasti hal tersebut sudah berhasil membuat keretakan dalam hati Yara.
Yara segera berbalik badan dengan menahan tangisnya, ia berlari untuk kembali pulang. Yara berlari tanpa memedulikan sekitar, sampai akhirnya ia akan menyebrang sebuah jalan.
“TIIINNNNN!!!!” Hampir saja, Al langsung menarik tangan Yara sebelum terjadi hal yang sama seperti 9 tahun yang lalu.
“Lo gila ya? Kalo ketabrak gimana?” Al menarik Yara ke tepi jalan dan memarahinya karena rasa khawatirnya.
Yara hanya memandang Al dengan menahan rasa ingin menangisnya, mukanya merah. Karena hal tersebut Al merasa sedikit bersalah karena memarahinya. “Lo nggak papa?” Yara seketika malah menangis dengan sejadi-jadinya.
“Al, kenapa kamu dulu ninggalin aku?” Al kaget dengan pernyataan yang baru saja keluar dari mulu Yara, “Kamu lama banget baliknya.” Dengan sesenggukan Yara mengatakan semua itu.
Al memeluk Yara dan ikut menangis bersama Yara, tangis mereka bersama pecah dalam kegelapan malam. Akhirnya mereka kembali berjalan ke taman bersama untuk menenangkan diri bersama.
“Lo udah inget Yar?” Tanya Al untuk memastikan.
“Akhir-akhir ini aku sering dapat ingatan yang terpenggal-penggal, sampai akhirnya aku dapat ingatan itu dengan jelas waktu mau ketabrak. He he.” Yara menjelaskan semua yang dialaminya selama ini.
Terlihat senyuman di wajah Al, “Aku lega dengernya.” Al dengan wajah lega. “Usaha gue ternyata nggak sia-sia.”
Mereka tersenyum lega, “Tapi Al, kamu bener lagi suka sama Zaviya?”
Al mengernyitkan dahinya, “Enggak, kata siapa?” Al bingung dengan pertanyaan Yara.
“Kata Ari, kamu suka sama Zaviya, lagian tadi kamu juga di taman sama Zaviya, jadinya aku balik deh.” Yara menceritakannya dengan wajah yang masam.
“Oh, lo cemburu?” sekarang giliran Yara yang mengernyitkan dahinya.
“Sok tahu ye,” Yara menjawab dengan ketus.
“Gue selalu nunggu lo dan akan selalu akan ada di sisi lo. Itu janji gue saat lo sakit.” Yara merasa terharu bercampur senang dalam hatinya. Mulai sekarang mereka akan selalu bersama.
“Makasih Al, maaf kalo aku lupa tentang kita.” Yara menyenderkan kepalanya di pundak Al, Al merangkul Yara dengan hangatnya, semua rahasia di antara mereka telah sirna. Sekarang mereka bisa melewati hari tanpa ada beban yang dikubur, ditemani dengan langit yang indah di penuhi bintang-bintang. Tak terasa hujan bisa mempertemukan mereka dalam sebuah kisah yang penuh dengan rahasia.
TAMAT.