Semua siswa sibuk membawa dan memperhitungkan barang bawaannya yang akan di bawa untuk pergi studytour hari ini, mereka sangat teliti dalam mengeceknya karena khawatir akan ada yang tertinggal. Hari ini semua siswa akan berangkat ke Bali untuk perjalanan pembelajaran sekaligus berwisata juga selama satu minggu.
“Aduh, berat banget nih tas gue,” Keluh Ari yang merasa keberatan membawa barang-barangnya dalam tas.
“Emang lo bawa batu, makanya bisa berat gitu.” Sahut Angga di sebelahnya yang terlihat santai.
“Sembarangan lo.” Ari yang tak terima langsung menjawab Angga dengan spontan.
“Oh, berarti itu bawa dosa lo.” Sekarang giliran Winda yang menambahi. Hari tidak menjawab dan hanya menghela nafas.
“Ngomong-ngomong Yara kok belum sampai ya?” Sambil melihat jam kemudian Hasya melihat kesana kemari mencari keberadaan Yara yang belum terlihat.
“Al juga belum datang nih, kemana tuh orang.” Angga juga sama khawatirnya seperti Hasya karena sahabatnya itu belum datang juga.
“Itu bukannya mereka?” Tunjuk Ari ke arah Al dan Yara yang baru saja datang bersama. “Kok mereka tumben barengan ?” sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal.
“Yee, itu mah lo aja yang nggak tahu apa-apa.” Winda menoleh ke Hasya dengan wajah yang sumringah melihat Al dan Yara bisa berangkat bersama.
“Hahh?” Ari terheran-heran, “Emangnya gue ketinggalan apaan?” dengan membuka tangannya ke arah Angga sebagai isyarat karena dia tidak paham apa yang sudah terjadi selama ini.
“Mereka kan tetanggaan.” Pertanyaan yang terbayang-bayang dalam pikiran Ari pun telah sirna setelah dijawab oleh Angga. “Lo pikun apa bagaimana.”
“Emmm, kayaknya memori di otak gue udah penuh,” Sambil memukul pelan kepalanya dan memiringkannya seperti membuang sampah-sampah dalam otaknya.
Yara dan Al telah sampai, Yara melambaikan tangan dengan manis dan Al mengangkat tangan dengan wajah dinginnya. “Kalian udah lama?” Yara membuka interaksi di antara mereka.
“Aduh Yar, udah se abad kita di sini, kenapa baru berangkat?” Ari mencoba menggoda Yara karena tahu pasti responnya akan seperti yang diharapkannya. Namun, belum sempat Yara menjawab kepala Ari malah ditoyor oleh Winda.
“Udah Yar, gausah di dengerin, yuk kita kumpul di sana, udah disuruh kumpul juga.” Mereka bergegas ke sumber suara untuk segera berkumpul dan berdoa’a bersama sebelum keberangkatan mereka semua.
Mereka akan menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, namun semua itu akan segera terbayarkan saat mereka sampai ke tempat tujuan yang menyimpan banyak keindahan di dalamnya.
Akhirnya mereka pun sampai di tempat tujuan, baru saja menginjakkan kaki di tanah ini, udaranya sudah terasa sangat sejuk dan budaya yang kental. Mereka akan menuju hotel terlebih dahulu untuk beristirahat dan keesokan harinya baru akan memulai perjalanannya.
“Aduh, capek juga nih punggung.” Winda segera berbaring di tempat tidurnya, sedangakn Yara dan Hasya menata semua barang-barangnya. Yara berjalan menuju jendela dan membuka tirainya terlihat keindahan yang luar biasa di sana.
“Indah banget ya di sini, pasti bakalan betah nih.” Dengan memandang ke sekeliling, tiba-tiba ponselnya berbunyi dengan nyaring, ia mengambil ponsel di sakunya dan terlihat nama dalam ponsel tersebut, ‘Kak Vino’. Ya, tentu saja semua sudah tahu siapa Vino, kecuali Hasya yang mungkin hanya tahu sedikit tentangnya.
“Siapa Yar?” Tanya Winda yang awalnya sedang berbaring di belakangnya kini beranjak duduk.
“Kak Vino.” Winda tersenyum licik melihat ke arah Yara dan Hasya hanya bisa kebingungan dengan situasi ini, “Aku nggak ada apa-apa ya sama kak Vino, kalian jangan mikir yang aneh-aneh.” Ia kemudian mengangkat panggilan vidio tersebut.
“Hallo kak, ada apa?” Belum sempat Vino menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba Winda muncul dan mengambil ponsel Yara.
“Wiiii, gercep juga ternyata kak, gimana mau aku bantuin nggak?” Dengan senyuman liciknya sekarang Winda mengejek Vino.
“Oh, sama Winda juga,” Jawab Vino.
“Oh nggak cuma berdua kak, kita bertiga nih, sama Hasya, kenalin.” Hasya melambaikan tangan ke arah kamera ponsel Yara.
“Hallo semua, rame juga ya.” Vino membalas lambaian tangan dan menyapa mereka semua. “Emang kalian dimana? Di hotel ya?” Tanya Vino.
“Kita lagi studytour nih kak, di Bali, tempat kakak kuliah, hehe.” Jawab Winda dan Yara hanya mengangguk membenarkan perkataan Winda.
“Loh, kebetulan banget, nanti kapan-kapan kita main bareng bisa kan? Biar kalian bisa lebih tahu banyak di sini.” Mereka semua mengangguk kecuali hasya yang sibuk membenahi riasannya di belakang dan tidak memperdulikan percakapan tersebut. “Okey, aku tutup dulu ya.”
“Okay kak, bye-bye.” Vino menutup telponnya dan hanya berbicara dengan singkat, Vino berencana akan mengajak mereka jalan-jalan ketika ada waktu luang.
“Emang dia siapa sih?” Hasya mendekat ke Yara dan Winda setelah selesai membenahi riasannya.
“Dia tuh anak yang punya konveksi baju yang kita pesen.” Winda menjelaskan semuanya pada Hasya, “Dia kenal Yara waktu Yara ngambil pesenan baju kita.”
“Oh jadi ceritanya dia lagi PDKT sama Yara.” Hasya membuat kesimpulan sesuai fakta yang ada.
“Enggak, kan Winda juga sering kan di telfon, bukan aku aja.” Yara tida setuju dengan pendapat Yara dan membuat alasan.
“Nggak pernah tuh, paling dia telfon kalau ada urusan baju.” Winda membantah pernyataan Yara, “Hayo, berarti lo sering telfonan sama kak Vino kan? Ngaku deh.” Winda menunjuk Yara dengan ekspresi mengintimidasi. Yara tetap menggelengkan kepalanya dan menganggap semua itu adalah hal wajar.
“Udah deh, itu udah jelas banget Yar, nggak perlu ada yang ditutup-tutupi.” Hasya memperjelas semuanya.
Yara menunduk, “Terus aku kudu gimana?” Tanya Yara pada dua sahabatnya.
“Ya santai ajalah, lagian kak Vino juga belum ngungkapin apa-apa.” Jawab Winda. Yara menghela nafas panjang, “Udah lo tenang aja, ini semua itu hal wajar.” Winda menepuk pundak Yara dan beranjak pergi ke kamar mandi.
Keesokan harinya semua siswa-siswi berkumpul di lobi hotel untuk memulai perjalanan pertama ini. Yara terlihat celingak celinguk seperti mencari seseorang di sana, pundaknya ditepuk oleh seseorang di belakangnya, “Bentar Win, dia kok nggak kelihatan ya.” Dia mengabaikan tepukan tersebut dan mengira bahwa itu Winda.
Orang tersebut kembali menepuk pundaknya, “Bentar Win.” Sekali lagi ia menepis tepukan tersebut, tak sengaja matanya menangkap Winda dan Hasya yang berdiri di kejauhan sedang mengambil minum, “Kalo Winda dan Hasya di sana, terus yang di belakang siapa dong?” Ia kemudian membalikkan badannya dan orang yang berada di belakangnya adalah orang yang ia cari. “Eh, kamu Al, aku kira Winda, hehe.”
“Cari siapa? Gue kan?” Mata Yara langsung terbelalak karena terkejut mendengar perkataan Al, bagaimana ia bisa tahu bahwa Yara memang sedang mencarinya.
“Eng-enggak, aku cari Winda sama Hasya.” Yara menyangkal Al
“Oh, jadi ternyata lo bener nyari gue.” Al malah tidak percaya dengan alasan Yara.
“Apaan sih, enggak kok.” Yara memutar badannya dan terlihat ia tampak kebingungan.
“Udah ayo.” Al menggandeng tangan Yara dan mengajaknya pergi dari sana.
“Eh, eh mau kemana?” Yara hanya bisa ikut saja. Saat melintas Al menggandeng tangan Yara, Zaviya tentu saja melihatnya dengan sinis dan merasa marah dalam dirinya.
Al ternyata membawa Yara ke Winda dan Hasya, dan tentu saja di sana juga ada Ari dan Angga. “Nih Win, anak lo nyariin.” Al melepas gandengan tangannya.
“Lo nyariin gue Yar?” Yara hanya bisa mengeluarkan senyum yang dibuat-buat.
Tak berselang lama, guru mereka telah memberi pengumuman bahwa mereka akan segera melanjutkan perjalanan dan kampus pertama yang mereka kunjungi ternyata adalah kampus Vino. Dalam bus, ternyata Vino kembali membuat panggilan vidio kepada Yara.
Yara menjawab panggilan tersebut, untuk sekarang tidak ada yang mengganggunya karena Winda yang berada di sampingnya sedang tertidur karena semalam dia begadang untuk push rank.
“Hallo Yar, mau perjalanan ke mana, kelihatannya udah naik bus.” Seperti biasa Vino menyapa dengan manis kepada Yara.
“Kebetulan banget ini mau perjalanan ke kampus kakak.” Yara menjawab apa adanya, namun tanpa disadarinya Al dari tadi sudah memperhatikannya dari belakang dengan tatapan tajam. Sedang fokus-fokusnya memperhatikan Yara, Ari yang tidur tiba-tiba saja jatuh ke pundak Al, tanpa belas kasihan Al langsung mendorong kepala Ari agar tidak bersandar dipundaknya. Meskipun telah didorong Al, Ari tidak bangun begitu saja dan malah melanjutkan tidurnya kembali. Al kembali melihat Yara dan kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Sampai jumpa di sana ya Yar, aku tunggu.” Yara melambaikan tangannya dan mengakhiri panggilan tersebut. Yara menoleh ke belakang dan melihat Al, Al juga melihatnya namun tak lama dia langsung memalingkan wajahnya dengan sinis dari Yara. Yara kemudian kembali menghadap depan dan merasa bahwa sepertinya ia memang tak ada harapan.
Mereka telah sampai di kampus tujuan dan semua siswa segera turun dari bus untuk dikumpulkan terlebih dahulu dalam satu ruangan untuk mendapat informasi tentang kampus tersebut. Mereka fokus mendengarkan tentang informasi yang dipaparkan, setelah mendapat informasi tersebut mereka diperbolehkan untuk melihat-lihat kampus tersebut.
Yara berdiri bersama Winda dan Hasya untuk melihat-lihat di sekeliling mereka yang terlihat luar biasa, ponsel Yara bergetar pertanda adanya pesan masuk, ia melihatnya dan pesan tersebut dari Vino, Vino menyuruhnya berbalik badan melihat ke arah pohon besar di sana. Vino melambaikan tangan, Vino meminta Yara untuk menghampirinya sebentar untuk berbincang.
“Guys, aku kesana bentar ya.” Winda dan Hasya sibuk mencari spot foto yang bagus di sana.
“Oke Yar, jangan lama-lama ya, kita tungguin di sini.” Seru Winda.
Yara melangkah menuju Vino berdiri, tak lupa Al masih memperhatikan kemana Yara pergi, ia mengikutinya namun dengan jarak yang tidak terlalu dekat. Terlihat Yara telah sampai di tempat tujuan dan menemui seseorang, Al dengan serius memperhatikan orang yang ditemui oleh Yara,
“Vino?” Al akhirnya mengetahui siapa orang yang ditemui oleh Yara. Baru saja Al akan menyusul Yara, ia malah ditarik oleh Ari.
“Ettt, mau kemana nihhh?” Al mengibaskan tangan Ari yang memegangnya.
“Apaan sih lo,” Al kembali melihat ke arah Al dan Yara, namun mereka telah hilang dari pandangan Al.
“Ayo ikut gue, lo pasti akan seneng banget deh.” Ari menarik Al dan ingin mengajaknya ke suatu tempat, Al hanya bisa pasrah mengikuti kemana Ari pergi, namun ia beberapa kali masih melihat ke belakang untuk mencari kemana perginya Yara tadi.
“Udah, lo berdiri di sini.” Al berdiri yang dimana disampingnya sudah ada Zaviya dan Ari menjauh dari mereka berdua.
“Okeyyy, kita mulai,” Angga telah siap di depannya dengan kamera di tangannya, ternyata Ari membawa Al kesini untuk foto bersama dengan Hasya, “Aduh, jangan canggung gitu dong, yang akrab.” Hasya dan Al saling berpandangan, kemudian Hasya memegang tangan Al dengan tersenyum.
“Oke, satu, dua, tiga....” Zaviya sangat berbunga-bunga karena sepertinya langkah untuk mencapai tujuannya akan semakin dekat.
“Eh, Win lihat deh.” Hasya menghentikan langkah Winda dan menunjuk Al yang sedang berfoto bersama dengan Hasya, “Yara nggak boleh lihat ini sih.”
“Sejujurnya gue bingung banget sama Al, apa bener dia suka sama Zaviya?” Sekarang wajah Winda berubaha menjadi serius sambil menyilangkan tangan didepan.
“Emang kenapa Win? Perasaan gue nggak ada yang aneh.” Tanya Hasya.
“Al terlalu ngasih harapan ke Yara, disadari atau nggak, Al itu ngasih perhatian sama Yara.” jelas Winda.
“Iya sih, tapi masa iya Ari salah duga?” sambil celingak-celinguk Hasya melihat sekitar, “Ngomong-ngomong Yara kemana?” Mereka baru saja ingat bahwa tadi Yara izin pergi ke suatu tempat, karena sibuk berfoto jadinya tadi Winda tidak bertanya banyak kemana Yara pergi.
“Lah, iyaya, pergi kemana dia.” Mereka baru melihat kesana kemari untuk mencari keberadaan Yara.
Di satu sisi Yara sedang mengobrol bersama Vino di kursi taman pada kampus tersebut.
“Kamu suka sama kampus ini?” Tanya Vino pada Yara.
“Suka kak, di sini sejuk, lingkungannya juga nyaman banget.” Dengan melihat sekitar, “Tapi kakak mau ngomong apa?”
“Emmm apa yaa?” dengan memegang dagunya Vino pura-pura bingung menjawab pertanyaan Yara, “Nggak ada yang spesial sih, cuman pengen ngobrol aja sama kamu, kita udah lama kan nggak ketemu?”
“Hehe, iya sih. Kakak suka kuliah di sini?” Yara sepertinya ingin tahu lebih dalam tentang kampus ini.
“Ya ada sukanya, ada dukanya. Kamu mau daftar di sini?” Merasa seperti ada keinginan dalam diri Yara untuk melanjutkan pendidikannya di tempat tersebut, “Kalo kamu sekolah di sini, sukanya bakal nambah-nambah.” Mereka tertawa bersama, Yara menganggap semua yang diungkapkan Vino hanyalah gurauan semata.
Yara melihat jamnya, mungkin ini adalah saatnya untuk kembali pada teman-temannya. “Emm, Aku balik dulu ya kak, takutnya udah dicariin.” Yara berdiri dari tempat duduknya yang kemudian diikuti oleh Vino.
“Okey, ayo aku antar.” Vino menawarkan agar Yara tidak kembali sendiri.
“Udah, nggak usah, bye-bye.” Belum sempat menjawab, Yara malah meninggalkan Vino begitu saja setelah berpamitan.
“Ta-tapi...” Vino ingin menghentikan Yara namun tidak berdaya, ia hanya melihat gadis itu berlarian pergi sambil melambaikan tangan padanya, “Dasar, anak bayi.” Vino ikut melambaikan tangannya juga ke Yara.
Yara melihat Winda dan Hasya sepertinya telah selesai berfoto ria, mereka terlihat berjalan seperti mencari sesuatu. Yara berjalan mengendap-endap mendekati mereka dari belakang, kemudiann,
“DORRRR!!!” Tepat sekali, Yara mengagetkan kedua sahabatnya itu.
“Aduh, hampir aja jantungan,” Hasya memegang dadanya karena merasa terkejut, “Kemana aja lo, kita nyariin.”
“Oh jadi kalian lihat kanak kiri nyariin aku ya?” Dengan wajah tanpa bersalah, Yara malah menggoda dua sahabatnya itu.
“Enggak kok, kita nyari bunga 7 rupa.” Jelas Winda dengan senyuman palsu di wajahnya.
Yara tertawa puas, “Maaf-maaf, tadi aku nemuin kak Vino sebentar, tadi aku udah izin kamu kan Win.”
“Ya ampun, tadi gue pikir lo mau ke toilet.” Winda tidak menyadari Yara akan pergi kemana dan malah berfikir akan pergi ke toilet, jadi dia mengiyakan tanpa banyak tanya.
“Cie-cie, sekarang Yara udah besar, udah PDKT aja nih sama cowok.” Hasya menggoda Yara dengan mencubit pipi Yara. “Gue ngerasa seperti ngebesarin anak Win, anak gue udah besar ternyata.” Hasya malah menjadi-jadi.
“PDKT apa? Kita cuman ngobrol biasa.” Winda mengelak dengan tuduhan Hasya.
“Iya-iya, cuman ngobrol, sekarang ayo kita pergi ke bus untuk berangkat ke tempat selanjutnya, nanti kita lanjutkan diskusi ini.” Winda langsung merangkul kedua temannya itu dan mengajaknya untuk segera pergi ke parkiran bus, “Gue nggak siap kalau harus jadi gelandangan di sini.”
Yara dan Hasya hanya mengangguk dan mengikuti Winda yang menarik mereka berdua menuju parkiran.
“Nah, ini dia, kemana aja baru muncul?” Ari sudah siap di sana dan langsung menyambut mereka bertiga. “Yah Win, sekarang udah mau pulang, kita nggak bisa foto deh kayak Al sam..........aduhhh.” Tiba-tiba saja Winda menginjak kaki Ari dan akhirnya Ari tidak bisa melanjutkan perkataannya.
“Sama siapa?” Yara tiba-tiba menanyakan hal tersebut dan terlihat Ari masih kesakitan dan memegangi kakinya.
“Sama itu, sama Angga, iya kan Ngga?” Winda dengan senyum-senyum menjawab pertanyaan Yara.
Hasya menyenggol-nyenggol bahu Angga, “I-iya Yar.” Yara mengangguk-ngangguk mendengar jawaban Angga dan terlihat Al baru kembali dari suatu tempat, wajahnya terlihat lega melihat Yara yang ternyata sudah ada di sana. Yara melihatnya dengan senyuman di wajahnya.
Akhirnya semua murid telah lengkap dan semua memasuki bus dengan bergantian, mereka akan melanjutkan perjalanan ke tempat selanjutnya.