— — —


Violin, gadis anti-sosial...Read More >>"> Coneflower (a c h t :: change seats) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Coneflower
MENU
About Us  

 

————

 

"Teman-teman, agar kita lebih akrab satu sama lain. Bagaimana kalau tiap minggu kita rolling per-bangku?" Usul Dinda, sekertaris kelas. Dia berdiri di depan kelas dengan ketua kelas di sampingnya. 

 

Sarah, Bella, dan Lina yang tengah bergurau seketika terdiam, lalu menatap ke depan. Violin yang tadinya tengah menulis catatan juga mendongak untuk mendengarkan rapat kelas. Kemudian, Rara mengacungkan tangan, Dinda segera mempersilahkannya untuk berbicara. 

 

"Itu sistem roling nya gimana? Pindah bangku dari bangku lain gitu? Atau diacak?" Tanya Rara. 

 

Dinda tersenyum mengerti, lalu kembali menghadap ke anak kelas. "Baiklah, sistem roling-nya itu diacak! Jadi nanti bakal di-share tiap minggu untuk rolling dan perubahan tempat duduknya juga." 

 

Bella menatap ke belakang, tepatnya ke arah Sarah. "Hah, aku gak mau banget pindah tempat duduk! Aku maunya sama Sarah!" 

 

Lina juga kembali menatap ke belakang. "Iya tuh! Lagian ngapain juga harus akrab sekelas, gak banget. Toh juga paling kumpulnya sama circle masing-masing kan ya? Iya kan?" 

 

Violin hanya terdiam mendengarkan Lina bahkan agak tertohok karena tidak mempunyai circle pertemanan. Pada akhirnya, dia kembali mencatat materi yang diberikan oleh guru di grup. Sejujurnya dia tidak akrab dengan siapapun di kelas kecuali circle Sarah sekarang, tetapi dia justru merasa tidak dianggap. 

 

Terkadang Violin merasa dirinya tidak diterima dimanapun. 

 

Pikiran barusan membuat pikiran Violin seketika berkabut. Tangannya yang memegang bolpoin mulai menegang. Perasaan cemas itu mulai kembali dia rasakan. 

 

Tiba-tiba tangan Mytha sudah memegang tangannya. Violin juga bisa merasakan tangan lain yang merangkul badannya. Tangan yang agak bisa dia rasakan, bahkan terasa hangat. Lalu, semua perasaan dan pikiran buruk di dalam dirinya mulai menghilang. 

 

"Jangan khawatirkan apapun, Violin..." Suara lembut mengalun di telinganya. 

 

Violin menghembuskan nafasnya perlahan. Lalu, semua ilusinya menghilang. Dia menundukkan kepalanya dengan tatapan kosong. Kemudian, Violin mengusap wajahnya perlahan. 

 

"Aku hanya berharap diriku baik-baik saja." Ujar Violin lirih. 

 

Dia menoleh ke samping. Seperti biasa Sarah, Bella, juga Lina tengah berbicara tentang hal yang tidak dia pahami. Violin menundukkan kepalanya lagi. Lalu, dia beranjak dari tempat duduknya. Kemudian, keluar dari bangku bahkan keluar kelas. Langkahnya sekarang ke arah kamar mandi. 

 

Setelah turun dari tangga kemudian berbelok, langkah Violin terhenti saat menemukan seseorang di koridor. Itu Cakra, tampaknya dia baru saja dari kamar mandi. Violin tersenyum senang, lalu dia menghampiri pemuda itu. 

 

"Heh, Cakra! Apa kabar?" Tanya Violin. 

 

Cakra menatapnya dengan bingung. "Kok kaya kita gak pernah ketemu aja dah. Padahal tiap hari sering chat-tan."

 

Violin menggelengkan kepalanya. "Ya kan setelah waktu itu, kita udah gak pernah ketemu lagi. Aku kangen kamu." 

 

Tatapan Cakra berubah agak terkejut. Lalu, dia memalingkan kepalanya. "Oh lupa, kamu mau kemana dah?" Tanyanya. 

 

Violin seketika teringat urusannya. "Oh iya, aku mau ke kamar mandi. Aku pergi dulu ya." Dia melewati Cakra sembari menepuk pundaknya pelan. Kemudian, dia berlari melewati koridor. 

 

Setelah sampai di kamar mandi, dia masuk ke dalam kemudian duduk di tempat berlapis semen yang ada di depan deretan toilet. Violin menyandarkan tubuhnya di dinding. Lalu, menengadahkan kepalanya ke atas. Matanya terpejam sesaat sembari menghela nafasnya pelan. 

 

"Kenapa kamu kemari?" Tanya Mytha yang sudah duduk di sampingnya. 

 

Violin melirik ke samping sebentar, lalu tersenyum kecil. "Aku.. hanya ingin ketenangan." 

 

"Apa kau terpikirkan karena rolling bangku yang dibicarakan di kelasmu barusan?" Mytha bertanya dengan nada cukup khawatir. 

 

Violin tersenyum kecil. Kemudian, tangannya yang berada di bawah dia arahkan untuk memegang tangan Mytha di sampingnya. 

 

"Asalkan kamu ada bersamaku, aku akan baik-baik saja." 

 

 

————

 

 

"Violin, kamu cukup lama sekali di kamar mandi." Sarah berujar saat Violin hendak berjalan masuk ke dalam bangku. 

 

Violin tersenyum kecil. "Biasalah, panggilan alam." 

 

Kemudian, terdengar suara tepukan tangan menginterupsi seolah memanggil perhatian anak-anak kelas. Setelahnya suasana kelas menjadi hening, semua menatap ke pengurus kelas yang ada di depan. Tampaknya rolling akan dilakukan, mereka akan membaca nama dengan nama yang akan duduk sebangku. 

 

"Baik teman-teman! Setelah ini kita langsung rolling ya! Ini sudah diundi siapa sama siapa dan bangkunya juga. Habis ini bakal ditulis Dinda di papan!" David, sang ketua kelas, berteriak. 

 

Setelahnya, Dinda segera menulis di papan menggunakan spidol. Dia mulai menulis nama panggilan satu lalu nama panggilan lain yang akan menjadi teman satu bangku. Kemudian, dia juga menulis dimana letak meja yang akan ditempati. 

 

Suasana kelas berubah ramai, apalagi membicarakan dengan siapa dia akan duduk. Ada anak yang begitu senang, tetapi ada juga yang tidak, begitu pun dengan yang biasa saja, seperti Violin. Dia menatap ke arah papan, tepat ke nama miliknya sendiri, dengan orang lain yang ada di samping namanya. 

 

Aneisha, itu adalah nama yang ada di samping namanya di papan tulis. 

 

"Baik, bagaimana? Sudah fix ini?" Tanya David kembali. 

 

Lina mengangkat tangannya. "Izin mengeluh. Aku tidak ingin duduk dengan cowok boleh engga? Aku.. engga nyaman soalnya." 

 

Seketika kelas kembali ramai kembali apalagi setelah kata-kata Lina barusan. 

 

"Kenapa Lina? Kan kita satu kelas, akan lebih baik kita akrab satu sama lain. Toh cowonya lebih dikit dari cewe nya loh." Ujar Dinda.

 

Lina memasang wajah kesal. "Intinya aku tidak ingin duduk dengan cowok. Akan lebih baik aku bisa duduk sama Sarah. Eh kamu, Vira! Mau tukar engga?" 

 

Vira, gadis dengan kacamata dan duduk di pojok kelas di bagian seberang, langsung menundukkan kepalanya saat semua anak kelas menatapnya. Wajahnya tampak sangat gugup di tempatnya. Violin yang menatapnya berpikiran sama, jika mata anak kelas menatapnya seperti itu pun dia akan melakukan hal sama seperti gadis itu. 

 

Tatapan tatapan itu sangat menakutkan bahkan dapat membuat gangguan kecemasan dalam dirinya kambuh. 

 

"Itu.. tidak apa-apa." Jawab Vira lirih. Dia tidak berani menatap ke depan. 

 

Dinda mengernyitkan dahinya, wajahnya sedikit marah, dia menatap ke arah Linda dengab tatapan songongnya. "Linda, tidak boleh seperti itu. Tidak ada yang bisa meminta tukar seperti itu." 

 

Linda berdecih di tempatnya. "Hah? Gak boleh? Kamu siapa ngatur-ngatur aku?!" 

 

"Kalau kamu ga setuju sama pengurus kelas lebih baik kau keluar dari kelas ini saja!" David berteriak nyaring sembari menunjuk pintu kelas. Menyuruh Linda untuk segera pergi meninggalkan kelas. 

 

Linda naik emosi di tempatnya. Dia mengambil kotak pensil milik Violin, yang dimana pemiliknya langsung panik. Kemudian, melempar kotak pensil tersebut hingga mengenai wajah David. 

 

"DASAR KETUA KELAS PAYAH! SEHARUSNYA AKU TIDAK MEMILIHMU! KAU BAHKAN TIDAK LEBIH DARI KOTORAN SAPI!" Teriak Linda. 

 

Seluruh kelas dibuat menganga dengan kata-kata Linda barusan yang terdengar sangat kasar. Sarah dan Bella menatap Linda seolah hidupnya berakhir sekarang karena bisa-bisa mereka dibenci satu kelas nantinya. Sementara, Violin terdiam dengan mulut yang sedikit terbuka karena kotak pensilnya yang menjadi sebuah tumbal. 

 

"Aku pergi dari sini!" 

 

Linda keluar dari bangku lalu melewati ketua dan sekretaris kelas. Dia berjalan keluar dengan pintu kelas, lalu Sarah dan Bella juga menyusulnya. Suasana kelas begitu sangat sunyi dan runyam karena hal-hal barusan. 

 

Dinda menggaruk rambutnya tidak gatal karena merasa canggung. "Ya sudah, sekarang bisa rolling tempat duduk.. Kalau mau tukar juga terserah deh.." 

 

Tampaknya sekertaris terlihat sudah lelah karena kejadian barusan. Setelahnya seisi anak kelas mulai memasukkan barang-barang di meja ke dalam tas. Kemudian, mereka mulai beranjak dari tempat duduk dan duduk di tempat duduk yang sudah disepakati. 

 

Violin sudah duduk di tempatnya yang sekarang. Sampai akhirnya, ada gadis dengan rambut panjang yang dia kucir satu duduk di sampingnya. Violin menoleh sebentar menatap ke arah gadis di sampingnya. 

 

Aneisha, gadis yang ada di sampingnya saat ini. Dia tengah mengeluarkan barang-barang dari dalam tasnya ke meja. Wajahnya tampak sedikit lembut, sepertinya dia gadis yang sedikit pemalu. 

 

Aneisha menoleh dan menyadari jika Violin sekarang tengah menatapnya. Wajahnya berubah malu sendiri. "Eh, kenapa? Apa ada sesuatu di wajahku?" Tanyanya dengan nada agak sedikit khawatir. 

 

Violin sadar dari lamunannya, lalu menggeleng. "Engga ada.. apapun kok." Jawabnya. 

 

Aneisha tersenyum kecil. "Baguslah deh." 

 

Violin terdiam sejenak di tempatnya, lalu dia menatap ke depan. Tampaknya jam keenam tidak ada jam kosong, karena guru mulai masuk ke dalam kelas. Setelahnya, pelajaran dimulai. 

 

 

————

 

 

Esoknya pun sama saja seperti biasanya. Violin dan Aneisha tidak terlalu sering berbicara. Terkadang mereka bicara saat perlu saja, selain itu tidak pernah. Ini juga karena Violin yang tidak terlalu bisa bersosialisasi, dan bersanding dengan Aneisha yang tampak pemalu. 

 

Namun saat istirahat pun, mereka berdua tetap berada di bangku. Mereka akan makan bekal bersama tanpa pembicaraan apapun. Violin agak heran dengan Aneisha yang hanya terus berada di tempatnya, dia mengira mungkin gadis itu sudah memiliki teman dekat atau grup pertemanan. Tapi sekarang kenapa dia dan Violin tampak sama?

 

Karena sama-sama tidak memiliki teman. 

 

Violin sudah selesai dengan bekal miliknya. Dia menoleh ke arah Aneisha dan gadis itu juga sudah menyelesaikan makannya. Violin kembali mengalihkan pandangannya ke arah bekalnya, lalu berbalik untuk memasukkannya ke dalam tas. Setelahnya, dia membuka ponselnya dan fokus pada benda tersebut. 

 

"Anu, itu.."

 

Violin sadar dari ponselnya, lalu menoleh ke arah Aneisha. Dia sedikit agak kaget karena gadis itu mengajaknya bicara sekarang. Dia bisa melihat Aneisha tampak sedikit malu-malu di tempatnya. 

 

"Itu.. wallpapermu, bukannya itu Yoshida Haru?" Tanya Aneisha, dia melanjutkan kata-katanya barusan setelah tiga menit lamanya. 

 

Violin mengedipkan matanya sejenak saat mendengarkan kata-kata Aneisha barusan. "Kamu.. tahu Yoshida Haru?" 

 

Aneisha dengan antusias mengangguk. "Tentu saja! Aku melihat series anime itu, judulnya my little monster iya kan?" 

 

Violin membuka mulutnya lebar setelah mendengar kata-kata barusan. Aneisha mengetahuinya? Apa mungkinkah mereka sefrekuensi? 

 

"Kamu.. lihat animenya juga?!" Tanya Violin dengan sedikit antusias. Ini pertama kalinya baginya mengetahui ada orang yang sefrekuensi dengannya kecuali Cakra dan orang-orang di internet. 

 

Aneisha melengkukkan senyum. "Iya! Aku lihat! Aku suka banget sama series-nya, bener-bener kaya anak sekolahan banget! Terlebih Haru green flag parah dan ganteng banget!" 

 

Violin tersenyum lebar. "Iya!! Kakaknya si Yuzan juga ganteng banget! Aku suka dia!" 

 

"Ya sudah Haru kumiliki ya!" Jawab Aneisha. 

 

"Gak boleh gitu dong!!" Tolak Violin. 

 

"Eh kamu juga liat apa lagi? Suka film-film dari Studio Ghibli engga??" Tanya Aneisha. 

 

"Ghibli?? Liat dong!! Aku suka banget Sho dari Arrietty!" 

 

"Kalau aku Jiro!! Ganteng bangett idaman juga walaupun cuma gambar sih hehehe." 

 

 

————

 

 

Setelahnya, Violin bisa merasakan punya teman saat ini. Dimanapun dan kapanpun, dia akan bersama Aneisha. Mereka akan berbicara tentang hal yang mereka suka hingga melupakan hari. Bahkan terkadang saat jam kosong seharian karena para guru rapat, mereka akan mulai bicara dari jam tujuh pagi, dan berakhir pulang sekolah pukul tiga sore. 

 

Violin ataupun Aneisha merasa sangat nyaman karena bisa membicarakan hal yang dia sukai satu sama lain. Walaupun hal itu adalah hal yang sejujurnya agak aneh karena mereka menyukai sebuah gambar dan menganggapnya ganteng, tapi Violin dan Aneisha tidak peduli akan hal itu. 

 

Violin merasa ini kedua kalinya dia merasa nyaman pada seseorang selain Mytha juga Cakra yang sering ada di sisinya. Dia merasa sangat nyaman dengan Aneisha. Dan dia berharap bisa terus bersama dengan Aneisha sampai masa kelas sepuluhnya berakhir. 

 

Saat ini mereka tengah berada di taman sekolah. Mereka tengah duduk bebarengan di sebuah bangku. Violin dan Aneisha tengah berbicara dengan ponsel di masing-masing tangan mereka. Layar ponsel mereka menampilkan sebuah gambar kartun dari Jepang yang mereka anggap tampan. 

 

"Aku suka banget Children of The Sea! Art style-nya bagus!!" Ujar Aneisha dengan antusias. 

 

Violin mengernyitkan dahinya. "Itu film atau series?" 

 

"Film!! Jangan bilang kamu belum ngeliat itu!!" Jawab Aneisha. 

 

Violin otomatis menggeleng. "Kayaknya belum pernah liat deh. Kalau Violet Evergarden pernah engga?" 

 

"Oohh!! Karakter anime yang paling cantik itu ya! Belum pernah sih, soalnya katanya ceritanya sedih. Aku engga mau liat hal-hal yang sedih, hariku jadi suram nantinya." Jawab Aneisha panjang. 

 

Violin menatapnya agak sedikit bingung. "Harimu jadi suram kalau ngeliat hal-hal yang sedih?" 

 

Aneisha mengangguk cepat. "Iya. Aku anaknya agak sensitif hehe, jadi gampang berubah gitu nih mood." 

 

Violin hanya ber-oh ria dengan jawaban Aneisha. Tampaknya dia ingin mengetahui lebih banyak hal soal Aneisha sekarang. Dia ingin mengenal temannya lebih dekat. 

 

"Kamu anaknya agak pemalu ya, Ane?" 

 

Aneisha terdiam di tempatnya. Violin jadi terkejut di tempatnya. Dia kepikiran apakah mungkin cara memanggilnya salah sekarang?

 

Aneisha tersenyum hingga matanya terpejam. "Sedikit, eh banyak deh kayaknya. Soalnya ya gitu." 

 

Violin tersenyum kecil sembari memiringkan kepalanya. "Kulihat kamu pemalu banget, bahkan seminggu kita sebangku engga pernah ngomong sama sekali." 

 

"Ah.. iya sih. Lah kamu sendiri kok engga ngajak aku ngomong coba?" Aneisha bertanya. 

 

"Maaf. Aku tidak terlalu bisa bersosialisasi. Jadi ya begitu juga deh." 

 

Mereka berdua saling berpandangan sesaat. Lalu, berakhir dengan tertawa bersama. 

 

"Hahaha apa itu 'ya gitu' lalu 'jadi ya begitu'. Rasanya kaya kehabisan kata-kata deh!" Ujar Aneisha sembari mengusap matanya yang berair karena tertawa. 

 

"Lah kamu sendiri juga begitu tuh!" Jawab Violin sembari menunjuk Aneisha. 

 

"Lah gimana lagi? Aku bingung mau ngomong apa!"

 

 

———

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sunset in February
787      434     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.
Rembulan
687      368     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Aranka
3676      1264     6     
Inspirational
Aranka lebih dari sebuah nama. Nama yang membuat iri siapa pun yang mendengarnya. Aland Aranka terlahir dengan nama tersebut, nama dari keluarga konglomerat yang sangat berkuasa. Namun siapa sangka, di balik kemasyhuran nama tersebut, tersimpan berbagai rahasia gelap...
Aku Istri Rahasia Suamiku
7409      1817     1     
Romance
Syifa seorang gadis yang ceria dan baik hati, kini harus kehilangan masa mudanya karena kesalahan yang dia lakukan bersama Rudi. Hanya karena perasaan cinta dia rela melakukan hubungan terlarang dengan Rudi, yang membuat dirinya hamil di luar nikah. Hanya karena ingin menutupi kehamilannya, Syifa mulai menutup diri dari keluarga dan lingkungannya. Setiap wanita yang telah menikah pasti akan ...
Air Mata Istri Kedua
90      79     0     
True Story
Menjadi istri kedua bukanlah impian atau keinginan semua wanita. Begitu juga dengan Yuli yang kini telah menikah dengan Sigit. Seorang duda yang dia kenal satu tahun lalu. Pernikahan bahagia dan harmonis kini justru menjadi bencana bagi Yuli saat dia mengetahui jika Sigit sebenarnya bukanlah seorang duda seperti yang dia katakan dulu. Pria yang diketahui bekerja sebagai seorang pelayan di seb...
OF THE STRANGE
921      481     2     
Science Fiction
ALSO IN WATTPAD @ROSEGOLDFAE with better graphics & aesthetics! Comment if you want this story in Indonesian New York, 1956 A series of mysterious disappearance baffled the nation. From politicians to socialites, all disappeared and came back in three days with no recollection of what happened during their time away. Though, they all swore something attacked them. Something invisible...
It Takes Two to Tango
409      299     1     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...
Lost Daddy
4154      890     8     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...
Tumpuan Tanpa Tepi
6624      2536     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Jam Terus Berdetak
80      71     1     
Short Story
Dion, seorang pemuda yang berencana menjual lukisannya. Sayangnya, ia terlambat datang ke tempat janji bertemu. Alhasil, ia kembali melangkahkan kaki dengan tangan kosong. Hal tidak terduga justru terjadi pada dirinya. Ketika Dion sudah berpasrah diri dan mengikhlaskan apa yang terjadi pada dirinya.