— — —


Violin, gadis anti-sosial...Read More >>"> Coneflower (e i n s: first day at high school) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Coneflower
MENU
About Us  

"Aku memimpikan kehidupan yang indah."

 

 

———

 

Terdapat sebuah coretan tanda silang di salah satu tanggal di kalender. Tanggal 17 Juli. Kemudian, di bawahnya tertulis 'hari masuk sekolah'. Sesosok yang menandainya tersenyum kecil. Dia terus memandangi tanggal kalender yang baru dia silang tersebut dengan fokus. Entah apa yang dipikirkan oleh gadis berambut pendek itu dengan terus memandanginya. 

 

Selanjutnya, tangannya bergerak menyentuh ke kalendernya, tepatnya pada tanggal tersebut. Dia mengelusnya pelan. 

 

"Selama ini, aku melihat banyak film, novel yang menceritakan jika masa SMA adalah masa yang menyenangkan. Masa dimana semua orang merasakan kebebasan, kebahagiaan, dan mimpi-mimpi."

 

"Semua orang bilang jika masa SMA sangat menyenangkan hingga mereka yang sudah tua pun tidak bisa melupakan masa-masa itu." 

 

"Katanya masa SMA adalah masa dimana dunia ini tidak terbatas untuk dijelajahi, bersama dengan teman-teman yang setia kawan, semuanya akan terasa begitu indah. Kemudian, adanya masa percintaan.. Hahah! Aku tidak menginginkan hal itu sih!" 

 

Sesosok gadis itu beranjak untuk mengambil sebuah kertas di mejanya. Dia masih terduduk di kasur untuk tetap memandang pada kalender tersebut. Di kertas kecil itu, dia menuliskan sesuatu. Terlihat dari kertasnya tulisannya seperti 'plan saat di SMA'. 

 

Setelah menulis judul catatan, gadis itu terdiam sejenak sembari berpikir. Dia mengetuk-ngetuk bolpoin yang dia pegang ke pipi. Pikirannya berkelana ke arah lain, dia butuh ide untuk 'plan di SMA'. 

 

Setelah menemukan suatu ide, dia segera menulisnya pada kertas kecil tersebut. Pertama, dia menomorinya, kemudian dia menulis huruf-huruf di sampingnya. Setelah beberapa menit menulis lalu berpikir berkali-kali, 'plan di SMA' miliknya selesai ditulis. 

 

Gadis itu tersenyum bahkan sampai berguling-guling di atas kasurnya. Sepertinya dia memikirkan hal-hal yang baru saja dia tulis. 

 

"Ah! Pasti masa SMA-ku pasti akan seru! Aku yakin itu!" Teriaknya kegirangan sendiri. 

 

Setelahnya, dia menatap ke arah kertas kecil yang dia bawa. Kemudian, kembali berguling-guling di atas kasur. Selanjutnya, dia berhenti dengan merebahkan dirinya di atas kasur. Mata gadis itu menatap ke arah atap kamarnya. Pikirannya mengelana ke arah manapun. Apalagi hal-hal yang nantinya berkaitan dengan SMA-nya. 

 

Tangannya bergerak naik ke atas. Seolah hendak menggapai sesuatu. 

 

"Semoga saja masa SMA-ku akan berbeda dengan masa SMP-ku. Aku berharap.. Aku sangat berharap.." 

 

"..masa SMA-ku akan menjadi masa yang tidak akan ku lupakan nantinya, tidak seperti masa SMP-ku yang sangat ingin ku lupakan." 

 

Gadis itu—Violin Karina Cheryl—tersenyum kecil. Dia berharap jika hidupnya ke depannya, baik-baik saja. Hanya itu yang dia harapkan. 

 

 

Plan di SMA !!

 

- Bersosialisasi, berteman dan akrab dengan siapapun

- Dapat bicara di depan umum (publik speaking)

- Pandai dalam menguasai materi

- Percaya diri

- Social butterfly, extrovert person

- Anxiety menghilanglah!

- Mendapat ranking.. (kalau mungkin)

- Memiliki banyak teman!

 

 

———

 

 

Di hari pertama masuk di SMA, Violin terkejut dengan suasana sekolahnya yang terbilang mencekam. Selama ini, dia mengira kalau masa pengenalan lingkungan sekolah atau biasa disebur MPLS cukup menyenangkan. Namun, ternyata hal itu tidak sesuai yang diharapkannya. 

 

Violin merasa kesulitan saat MPLS. Entah itu dimulai dari dirinya yang masih kesulitan bersosialisasi. Lalu, tugas di MPLS yang cukup banyak dan sulit. Kegiatan-kegiatan di dalamnya yang membuatnya lelah. Bayangkan seberapa lelah dirinya jika hanya duduk di atas lantai dengan sempit sampai tubuh tidak bisa bergerak. Dan itu berlangsung selama berjam-jam lamanya. 

 

Jika ada yang tertidur atau berbicara sendiri pada saat materi, dia akan difoto oleh kakak OSIS lalu foto tersebut akan ditampilkan di layar pada saat evaluasi. MPLS menurut Violin juga menjadi tempat dimana adik kelas akan terus bersalah atas setiap hal. Violin tahu ini salah satu trik untuk meningkatkan mental. Tetapi, terkadang dia juga kesal karena banyak kesalahan-kesalahan dibuat-buat agar dia terus dimarahi. 

 

Violin paling benci dengan senioritas. Terlebih jika kakak kelas seolah paling berkuasa di atas segalanya. Kemudian, adik kelas harus menuruti, menerima, melaksanakan, apapun yang dikatakan oleh kakak kelas tersebut. 

 

Violin tengah berjalan di koridor saat pulang sekolah dengan lunglai. Dia serta anak-anak satu angkatan lainnya baru saja dimarahi habis-habisan di sekolah. Kakak kelas akan berteriak-teriak lewat mikrofon, kemudian menyuruh satu angkatan untuk terus menyanyikan lagu sekolah. Selanjutnya, menghukum segala perbuatan yang melanggar tata tertib, dipanggil maju ke depan, lalu dimarahi habis-habisan di sana. 

 

"Aku berharap semua ini berakhir dan cepat-cepat pembelajaran saja. MPLS menyusahkan sekali." Violin berbicara sendiri dengan wajah yang begitu mengantuk sembari berjalan di koridor yang ramai dengan anak-anak satu angkatannya. 

 

Tambahan, sejujurnya dia sendiri tidak bisa bersosialisasi karena berbicara pun tidak diperbolehkan di kelas. Karenanya, dia belum memiliki teman sama sekali. Dia hanya terus berharap MPLS untuk berakhir. 

 

Violin sampai di depan kelas MPLS-nya. Kemudian, dia duduk di kursi yang ada di depan kelas. Dia mengistirahatkan badannya, lalu mengambil air minum yang hampir habis di tasnya. Setelahnya, dia meneguk air minumnya hingga tidak tersisa. 

 

Violin menatap ke arah sekitar, area sekolahnya cukup ramai. Mungkin karena sepanjang kegiatan mereka disuruh tertib, bahkan sampai tidak bisa berbicara, sekarang mereka seolah tengah berkenalan satu sama lain dan bercengkrama. 

 

Violin teringat dengan plan yang dia tulis jika dia harus memiliki banyak teman. Tangannya yang memegang botol tergenggam erat. Mulai besok dia harus bersosialisasi dan memiliki teman setidaknya hanya satu. 

 

Saat beranjak dari sana, matanya langsung terpaku dengan seseorang. Senyum Violin terbit, itu seseorang yang dia kenal. Apakah dia harus menghampirinya lalu mengajaknya bicara? Atau, lebih baik dia hanya menyapa kemudian pulang? 

 

Violin memilih opsi yang kedua. Dia datang menghampiri orang yang hendak berjalan ke depan melewati koridor. Berbalikan dengannya yang hendak ke belakang karena Violin membawa motor sendiri. 

 

Violin berpapasan dengan orang itu, lalu menepuk pundaknya pelan tanpa berhenti berjalan. "Cakra!" Panggilnya. Kemudian, mereka berjalan berlawanan arah. 

 

Orang tersebut—Cakra—berhenti melangkah lalu menoleh ke belakang. Violin melambaikan tangannya seolah mengucapkan selamat tinggal. 

 

"Aku duluan ya teman!" Teriak Violin. Kemudian, dia berbalik lalu berjalan pergi. 

 

Cakra Danish Kenan, seorang pemuda dengan kacamata yang selalu menghiasi wajahnya. Dia merupakan teman dekat Violin. Cakra terbilang cukup tertutup dan pendiam sejak dahulu. Namun, entah bagaimana Violin bisa berteman dekat dengannya hanya karena mereka satu les cukup lama. 

 

Violin merasa senang karena akhirnya dia bertemu dengan teman yang bisa dia sapa. Selanjutnya, dia mempercepat langkahnya untuk sampai ke parkiran. Setelah sampai, Violin segera menaiki motornya. Lalu pergi meninggalkan sekolah barunya dengan perasaan lelah. 

 

 

———

 

 

MPLS selama tiga hari yang melelahkan bagi Violin sudah berakhir. Sekarang adalah hari pertama untuk pembelajaran di kelas barunya. Violin gugup sepanjang perjalanan dari rumah ke sekolah. Dia juga terus berpikir bagaimana nantinya jika dia tidak bisa bersosialisasi. Atau mungkinkah dia nantinya memiliki teman. Atau jangan-jangan dia harus mengurung diri di kamar mandi karena gangguan kecemasannya, seperti SMP dahulu.

 

Violin turun dari motornya yang barusan dia parkir. Dia terus mengambil nafas lalu menghembuskannya sepanjang berjalan di koridor. Bahkan, dia takut untuk melihat ke arah sekitar. Gangguan kecemasan Violin datang, sekarang gadis itu berhenti melangkah dan hanya mematung di tempatnya. 

 

Dadanya kesakitan. Seluruh kekhawatiran yang ada di pikirannya menumpuk dirinya. Bahkan, untuk bergerak rasanya cukup sakit. Tetapi, bukankah berdiam seperti ini juga aneh? 

 

Bagaimana tanggapan orang-orang tentangnya? Apa yang akan dipikirkan orang-orang nantinya? Dia begitu takut jika tidak memiliki teman nantinya. Namun, dia berpikir jika dia tidak mungkin bisa bersosialisasi. Sejak dulu seperti itu, apakah hari ini juga akan seperti dulu? 

 

Puk! 

 

"Boom!" 

 

Sebuah tepukan di pundaknya membuat Violin tersadar. Setelahnya, si pelaku berjalan melewati Violin. Dia berbalik, lalu menatap ke arah Violin dengan sorot mata yang tidak bisa diartikan. 

 

"Mytha.." Panggil Violin lirih. 

 

Mytha, sesosok gadis yang berdiri di depannya dengan menggunakan baju santai. Rambut panjangnya yang tergerai terlihat cukup cantik saat dia menaruhnya di depan. Kemudian, kedua tangannya dia lipat di dada. Sorot matanya menatap ke arah Violin dari bawah ke atas. 

 

Mytha, teman imajinasinya sendiri. 

 

"Hei! Hei! Apakah anxiety-mu aktif lagi? Apa sih yang kau pikirkan, Vio? Ish, ish, ish, berhentilah overthinking! Semua akan baik-baik saja seperti yang kukatakan!" Mytha berteriak pada Violin. 

 

Violin menundukkan kepalanya. Mytha menghembuskan nafasnya. Kemudian, dia berjalan ke belakang Violin. Dia menepuk-nepuk pundak belakang Violin. 

 

"Ayo, ayo, jalan. Pelajaran pertama akan dimulai lho Vi." Mytha mengingatkan. 

 

Violin menelan ludahnya takut. Selanjutnya, dia kembali berjalan menuju kelasnya. Berkat kata-kata Mytha akhirnya dia memberanikan diri untuk melangkah. Ilusinya itu tidak menghilang begitu saja. Mytha berjalan beriringan dengan Violin. Walaupun orang-orang tidak melihat Mytha, Violin bisa merasakan keberadaan Mytha di sampingnya. 

 

Violin menaiki tangga karena kelasnya terletak di lantai atas. Sekarang, dia sudah ada di depan pintu kelasnya. Kelas X-5 adalah tempatnya selama setahun di kelas 10. Tangan Violin masih ragu untuk memegang ganggang pintu. Kakinya juga tidak bisa melangkah maju. 

 

Mytha menggenggam salah satu tangannya. "Violin. Ayo masuk." Ajaknya dengan melebarkan senyumnya, gigi kelinci dari Mytha tampak lucu membuat dirinya sangat manis. 

 

Violin melirik sebentar ke arah teman ilusinya. Lalu, pandangannya kembali ke arah pintu. Dia mendongakkan kepalanya. Kemudian, tangannya memegang ganggang pintu, dan dia mendorongnya ke dalam. Di dalam kelas sudah cukup ramai dengan anak-anak sepantarannya. Violin agak kikuk, di tempatnya, terlebih ada beberapa yang menatap ke arah dirinya. 

 

"Hei! Hei! Ayo cepat cari tempat!" Teriak Mytha di belakangnya. 

 

Violin langsung berjalan masuk sembari matanya yang bergerak untuk mencari tempat. Dia menemukan bangku yang masih kosong di bagian pinggir, nomor dua dari depan. Dengan segera, Violin langsung menempati tempat duduk tersebut. Dia sampingnya terdapat jendela. Violin menoleh, dia bisa melihat jejeran kelas lain di bawahnya. Kelas itu dimulai dari X-1, X-2, lalu X-3. 

 

Tunggu, X-3? Dia baru teringat jika kelas itu adalah kelas Cakra saat ini. Dari jendela, Violin mengedarkan pandangannya ke arah suasana kelasnya sendiri. Beberapa anak kelasnya tampak sudah saling mengenal satu sama lain. 

 

"Wah! Kamu bukannya satu MPLS denganku ya kemarin?" 

 

"Eh iya juga ya! Kenalin, aku Viska!" 

 

"Ayo mutualan Instagram! Habis itu kita fotbar, nanti ku tag deh!" 

 

"Ayo! Ayo!"

 

Violin menghembuskan nafasnya. Tampaknya sekarang hanya dia yang sendirian. Bahkan kursi di sebelahnya tidak ada yang menempati, apa jangan-jangan memang tidak ada yang ingin menempatinya? 

 

"Violin, kenapa sih kamu ini? Kan ku bilang jangan berpikir negatif. Kamu harus berpikir positif!" 

 

Entah dari mana tiba-tiba Mytha sudah duduk di sampingnya dan kembali menceramahinya. 

 

Violin menoleh sebentar ke arah samping. Lalu, dia menatap ke arah meja dengan tatapan kosong. 

 

"Bersosialisasi bagaimana? Aku bahkan tidak bisa bicara sepatah kata pun." Jawab Violin. 

 

"Jangan menyerah. Ayo berkenalan dengan orang di depanmu, atau belakangmu ini. Sepertinya berbicara dengan mereka tampak seru!" Ujar Mytha. 

 

"Aku.. tidak bisa melakukannya, Mytha. Sejujurnya aku tidak tahu cara melakukannya. Aku bingung dengan diriku sendiri yang seperti ini." 

 

Mytha memegang pundak Violin. "Kau bilang ingin bisa berteman dan akrab dengan siapapun. Apakah kau sudah menyerah sekarang?" 

 

"Aku tidak tahu cara berbicara dengan mereka. Extrovert apanya, paling semuanya hanya mimpi. Semua plan-plan yang kutulis dengan tanganku sendiri itu.." 

 

"Jangan menyerah! Ayo berbicara! Tidak usah pikirkan apapun dan bicaralah, Violin!" Mytha berusaha menyemangati Violin. 

 

"Anu, permisi.." 

 

Wajah Violin berubah terkejut saat mendengar ada yang mengajaknya bicara. Dia menoleh, lalu menemukan seorang gadis yang agak canggung berbicara dengannya. 

 

"Itu—"

 

"Duduk di sini saja, Sarah! Iya kan, engga apa-apa kan?" Gadis yang duduk di depan Violin menepuk-nepuk meja di sebelah Violin. Dia menatap Violin dengan wajah memohon. 

 

"Hahah, karena teman-temanku di sini. Aku boleh kan duduk di sini? Maaf kalau aku terkesan mengganggu." 

 

"Ah, tidak apa-apa. Duduk saja, sepertinya hanya tersisa di sini." Violin mempersilahkan. Dia tersenyum ramah. 

 

"Yey!! Sarah duduk di belakangku!! Sarah! Aku kangen banget sama kamu! Aku engga percaya akhirnya kita sekelas lagi setelah SMP memisahkan kita!" Gadis yang duduk di depan Violin berseru dengan heboh. 

 

"Sarah. Dia sudah gila. Saat aku memutuskan untuk duduk di sebelahnya, dia hanya terus menerus membicarakanmu. Aku muak mendengarnya." 

 

Sekarang gadis yang duduk di sebelahnya mulai mengoceh. 

 

"Apa sih Lin?! Bagaimana kau bisa muak terhadap temanmu sendiri?!" Gadis heboh itu terus mengoceh. 

 

Lina—gadis yang duduk di sampingnya—menghembuskan nafas lelah. "Aku benar-benar berpikir kau sudah gila, Bel. Apa kau menyukai Sarah? Kenapa terus membicarakannya seperti orang gila?" 

 

"Yang punya mulut tuh aku! Terserah aku mau ngomong apapun dong!" Bella kembali berteriak.

 

Sejujurnya, Violin agak tidak nyaman dengan suasana ramai di sekitarnya. Tetapi, dia berusaha memaksakan senyum. Dia berpikir, apa mungkin mereka mau berteman dengannya? 

 

"Hei, jangan ramai dong. Kasihan yang duduk di sebelahku ini lho." Sarah mengingatkan. Sekarang mata ketiga gadis itu mengarah pada Violin. 

 

Violin agak kikuk di tempatnya, apalagi ditatap dengan mereka. Hampir saja anxiety-nya kembali jika Mytha tidak berteriak-teriak di kepalanya. 

 

"Ah, engga. Kalian bicara saja. Aku baik-baik saja kok." Jawab Violin tidak jujur. 

 

Sarah, sekilas Violin melihat pada ciri-ciri gadis itu, tampaknya dia cukup tomboy. Rambutnya pendek menggelombang. Kemudian, struktur wajahnya yang keras, membuatnya tampak seperti gadis yang cukup kuat. Dia menyimpulkan jika Sarah mungkin merupakan sebuah gadis yang cukup berani dalam segala apapun. Auranya begitu kuat. 

 

"Oh, ngomong-ngomong aku belum tahu namamu. Aku Sarah, lengkapnya Taraseliya Sarah Naufal. Siapa namamu?" Tanya Sarah. 

 

Violin tersenyum kecil. Kedua teman Sarah yang ada di depannya juga memperhatikannya. Tampaknya, mereka juga menantikan jawaban Violin. 

 

Violin menaruh tangannya di atas dada. "Aku Violin, Violin Karina Cheryl." 

 

"Senang bertemu denganmu, Violin." Sar

ah mengulurkan tangan, mengajaknya bersalaman. 

 

Violin tersenyum hingga matanya tidak terlihat. Lalu, dia membalas uluran tangan Sarah. 

 

"Senang bertemu denganmu juga, Sarah." 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Selfless Love
3820      1111     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
HURT ANGEL
101      78     0     
True Story
Hanya kisah kecil tentang sebuah pengorbanan dan pengkhianatan, bagaimana sakitnya mempertahankan di tengah gonjang-ganjing perpisahan. Bukan sebuah kisah tentang devinisi cinta itu selalu indah. Melainkan tentang mempertahankan sebuah perjalanan rumah tangga yang dihiasi rahasia.
I Hate My Brother
339      237     1     
Short Story
Why my parents only love my brother? Why life is so unfair??
After School
897      614     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Dialog Tanpa Kata
8806      3148     19     
Romance
Rasi mencintai Sea dalam diam Hingga suatu hari Sea malah dinikahi oleh Nolan kakak dari Rasi Namun pernikahan Sea dan Nolan yang terlihat aneh Membuat Rasi bebas masuk ke kehidupan Sea Bahkan selalu menjadi orang pertama saat Sea membutuhkan bantuan Akankah Sea berpaling pada Rasi atau lagilagi perasaan Rasi hanya sebuah dialog dalam hati yang tak akan pernah terucap lewat kata Sea pada Rasi Ras...
Sunset in February
751      408     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.
Something about Destiny
109      93     1     
Romance
Devan Julio Widarta yang selalu dikenal Sherin sebagai suami yang dingin dan kurang berperasaan itu tiba-tiba berubah menjadi begitu perhatian dan bahkan mempersiapkan kencan untuk mereka berdua. Sherin Adinta Dikara, seorang wanita muda yang melepas status lajangnya pada umur 25 tahun itu pun merasa sangat heran. Tapi disisi lain, begitu senang. Dia merasa mungkin akhirnya tiba saat dia bisa mer...
SOSOK
77      68     1     
Horror
Dunia ini memang luas begitu pula seisinya. Kita hidup saat sendiri namun bersama sosok lain yang tak terlihat. SOSOK adalah sebuah cerita yang akan menunjukkan sisi lain dunia ini. Sebuah sisi yang tak terduga dan tak pernah dipikirkan oleh orang-orang
Perverter FRIGID [Girls Knight #3]
1006      395     1     
Romance
Perverter FIRGID Seri ke tiga Girls Knight Series #3 Keira Sashenka || Logan Hywell "Everything can changed. Everything can be change. I, you, us, even the impossible destiny." Keira Sashenka; Cantik, pintar dan multitalenta. Besar dengan keluarga yang memegang kontrol akan dirinya, Keira sulit melakukan hal yang dia suka sampai di titik dia mulai jenuh. Hidupnya baik-baik saj...
Gareng si Kucing Jalanan
5118      2526     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...