Read More >>"> Gunay and His Broken Life (8. Kakak, Kita Ke Perpustakaan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gunay and His Broken Life
MENU 0
About Us  

"Jadi pacar gue."

Dugh!

Dimas langsung memukul kepala Gunay keras-keras.

"Ughh ... atit, Mas ...." Gunay mengerang, wajahnya berkerut.

"Kalo lo mau jadi homo, ya jangan ajak-ajak gue!!"

"Tapikan berdua itu lebih baik, Mas."

"Ya jangan gue!"

"Ih ... kangmas ...." Gunay memeluk-meluk Dimas bertingkah manja dengan sengaja untuk membuat sahabatnya itu semakin jengkel.

"Lepasin ihh ... bau lo udah kaya kayu basah."

"Kayu basah pala lo! Ini tuh cendana ... aroma kesukaan Kanselir," kata Gunay sambil menghirup dalam-dalam aroma pakaiannya.

"Dasar bucin!"

Dimas beranjak dari tempat duduknya meninggalkan makhluk yang disebutnya bucin itu. Keluar mencari udara segar dari pengapnya bau Gunay.

Tepat di ambang pintu kelas, Dimas berpapasan dengan Mirza yang kebetulan akan masuk.

Mirza sedikit lebih tinggi dari Dimas membuatnya harus menaikkan sedikit pandangan saat menatap Mirza.

Bukannya langsung beralih, keduanya malah saling tatap-tatapan.

Kenapa adegannya jadi romantis begini?!

Mirza yang duluan menyadari hal itu langsung mengangkat kepalanya lagi, mencari celah lain di pintu kemudian masuk.

Melihat tak ada lagi penghalang, Dimas pun melanjutkan jalannya.

Di sepanjang jalan, dia terus memikirkan betapa lekatnya pandangan Mirza tadi, jika dikatakan menantang? Tidak, tidak ada tatapan menantang di matanya. Lalu apa?

Dimas terus berjalan tanpa arah. Beberapa saat kemudian dia berhenti, tersadar. Sebenarnya mau kemana dia tadi??

.

.

.

Di kantin ...

"Kenapa lo cemberut gitu, Sel?" tanya Yumna sambil menggigit bakpao di tangannya.

Kanselir duduk di sampingnya, menopang dagu dengan sebelah tangan.

"Itu, si Gunay, dia pake parfum aroma cendana ...."

"Emang kenapa kalo dia pake parfum aroma itu?"

"Itukan khasnya babang Mirza, Na! Dia pasti niru-niru tuh. Mentang-mentang Mirza keren, dia gak mau kalah."

"Gak usah ber-husnuzon dulu, jangan-jangan emang parfum itu lagi tren, Sel!" Yumna berujar semangat seolah perkataannya itu adalah fakta yang sebenarnya.

Kanselir hening sejenak, memikirkan perkataan Yumna barusan.

"Iya kali, ya, pantesan aja Kak Yanli beliin dia parfum itu."

"Kak Yanli yang beliin? Uhh ... Kak Yanli emang kakak idaman banget, deh, beruntung ya si Gunay punya kakak kayak dia."

"Tau, tuh, makanya tingkahnya kekanakan banget itu, dimanjain mulu sih sama kakaknya."

"Iya! Tau gak pas gue kerja kelompok di rumah Gunay waktu kelas sepuluh dulu, karena kebetulan gue sendiri cewe di kelompok itu, Kak Yanli ngajak gue ke kamarnya trus ngasih gue sunscreen mahalnya! Katanya dia belinya kebanyakan makanya dia kasihin ke gue, baik banget, kan?"

"Ohh ... lo dikasih sunscreen? Gue juga pernah sih, tapi dikasih liptint."

"Uwahh ... baik banget ya dia. Padahal kayanya dia bukan tipe cewek yang suka skinkeran, dia kan punya natural face." Yumna memegang kedua pipinya sambil tersenyum-senyum.

"He'em."

Tanpa mereka berdua sadari, bahwa di seberang sana, seorang gadis berkuncir kuda dengan ikat merah sedang menguping semua pembicaraan mereka.

Mingyan yang bertepatan datang ke kantin saat Kanselir menyebutkan nama Gunay langsung memutuskan duduk di tempat lain dan mendengarkan obrolan mereka dengan seksama.

Setelah cukup puas menguping, dia pun beranjak pergi dari kantin tersebut. Di perjalanan, ia terus memikirkan setiap perkataan mereka tadi sambil tersenyum, namun, matanya tidak ikut tersenyum.

.

.

.

Di akhir Minggu, Yanli mengajak adik tersayangnya itu pergi berjalan-jalan. Mereka pergi dengan mobil milik Yanli, namun, yang mengendarainya kali ini adalah Gunay.

Beberapa menit sebelumnya di rumah, Gunay berguling-guling di lantai merengek-rengek ingin dia yang mengendarai mobil. Awalnya kakaknya itu tak setuju dikarenakan Gunay yang belum cukup umur. Namun rengekan Gunay semakin parah saja, membuat Gadis penyayang itu tak sampai hati menolaknya.

Mata Gunay berbinar cerah setelah akhirnya mendapatkan persetujuan kakaknya.

Sepanjang perjalanan, Gunay terus berceloteh tanpa henti, bercerita tentang teman-temannya, tentang gadis yang suka dia usili, tentang guru-guru yang membosankan di sekolah, sampai ke hal tak penting seperti bentuk batu di halaman rumah yang menurutnya lucu. Semua ia ceritakan. Yanli menanggapinya sesekali, namun lebih sering menanggapi hanya dengan melontarkan senyumannya yang cerah bak mentari di pagi hari.

Akhirnya mereka pun tiba di sebuah perpustakaan umum yang terletak tepat di tengah kota. Yang mengajak ke tempat ini adalah Yanli. Dia ingin mencari buku-buku yang akan dia jadikan referensi untuk skripsinya nanti.

"Kak, Gunay tunggu di mobil aja atau mesti ikut, nih?"

"Ya harus ikut, dong, kayak kamu tahan aja duduk lama di mobil, paling gak sampe dua menit dah ngilang aja, ujung-ujungnya kakak juga jadinya yang cape nyariin."

"Ehehehe, oke deh Gunay ikut."

Mereka pun melangkah masuk ke gedung perpustakaan yang luas bangunannya hampir menyamai kebun satu hektar.

Gedung bercat putih itu mempunyai pilar-pilar yang terbuat dari batu berkualitas tinggi yang seolah dipahat oleh seniman papan atas.

Gunay duduk dengan malas di sudut ruangan perpustakaan itu memandangi kakaknya yang sedang asik memilah-milah buku.

"Gunay ... liat, deh, buku ini kayaknya cocok buat kamu."

Mendengar kakaknya seperti menemukan hal yang menarik, dia pun langsung berdiri dan berjalan dengan setengah berlari pergi ke tempat kakaknya menemukan buku itu.

Dugh

Tiba-tiba tubuh seseorang menabraknya saat ia sedikit lagi hampir sampai di tempat kakaknya. Tidak, lebih tepatnya Gunay lah yang menabrak orang itu. Dia benar-benar tak memperhatikan jalannya.

Ia pun menoleh dan ingin meminta maaf pada orang yang sudah dia tabrak.

"Eh, maaf y—"

"Gunay?" orang itu tiba-tiba berseru senang menyadari orang di hadapannya.

Siapa?" tanya Gunay heran, merasa tak pernah bertemu dengan orang ini.

"Aku Mingyan! Teman sekelas kamu, Nay!"

"Minyan? Minyan ... Minyan ...." Gunay mengulang-ulang nama itu mencoba mengingatnya.

"Gue gak inget punya temen yang namanya Minyan," ujarnya polos

Gadis bernama Mingyan itu tersenyum canggung, kemudian menjawab dengan canggung pula.

"Eum ... iya ... aku ... murid baru di kelas kamu."

Dih, padahal kan udah seminggu gue sekelas ama dia, masa iya gak ingat. Untung ganteng, batin Mingyan. 

Sebenarnya keadaan ini agak memalukan baginya. Tapi bagaimana pun, dia masih mencoba bersikap ramah.

"Ohh, jadi lo murid baru? Maaf, gue emang kurang peka sama sekitar, eh tapi, lo tau nama gue dari mana?" tanya Gunay.

Beberapa saat Mingyan terdiam, mencoba mencari alasan yang tepat untuk disampaikan. Rasanya tak mungkin jika dia mengatakan kalau dia tahu nama Gunay dari Mirza yang tampaknya dimusuhi Gunay.

"Kan bu guru sering menegur kamu di kelas," kata Mingyan mencoba terlihat netral.

"Oh? Hehehehe." Mendengar hal memalukan itu, Gunay hanya nyengir bodoh.

"Temannya Gunay, ya?" tanya Yanli yang muncul dari belakang Gunay.

Mingyan tersenyum, mengangguk sambil berkata pelan, "Iya, Kak."

Lalu dia meneruskan, "Kakak ... Kak Yanli, kan?"

Tanpa berpikir, ia mengeluarkan begitu saja pertanyaan tersebut membuat orang yang ditanyai merasa heran. Bukan orang yang ditanyai yang terheran, tetapi Gunay.

"Lo tau nama kakak gue dari mana?"

Mampus! Mingyan merasa benar-benar bodoh saat ini, padahal dia hanya mencoba terlihat ramah di hadapan Gunay dan kakaknya, tapi tindakannya malah menimbulkan kecurigaan pihak lain.

"Engg ..."

"Apa dia cewe yang sering kamu ceritain ke kakak, Nay?"

Menyadari kecanggungan gadis itu, Yanli mencoba mengalihkan Gunay dengan menanyakan pertanyaan lain. Padahal Yanli sendiri sudah tahu bahwa Gunay sudah pasti akan memberi jawaban 'tidak'.

"Gak, Kak, bukan dia, Gunay aja baru ini tahu namanya dia."

Kenapa Yanli malah semakin memperburuk keadaan? Malah membuat gadis cantik itu makin merasa canggung saja. Yanli pun hanya diam tak menjawab. Tebakannya benar.

"Ngomong-ngomong, lo ngapain di sini?" Gunay kini beralih lagi ke gadis itu, mengganti pertanyaannya.

Akhirnya Mingyan bisa bernapas lega kembali. "Aku emang suka mampir ke sini, aku suka baca buku."

Gunay hanya ber-oh ria mendengar itu, lalu ia beralih ke kakaknya lagi.

"Mana bukunya, Kak? "

"Oh? Emm ... itu ...." Yanli menggaruk kepalanya, wajahnya memerah seolah baru saja bertemu suatu hal yang membuat jantungnya tidak karuan. "Tadi ada yang tiba-tiba datang trus bilang dia perlu buku itu."

"Yaudah, Kakak udah selesai belum? Gunay laper, nih."

"Udah, kok."

"Kalo gitu yuk pergi?"

Gunay pun merangkul bahu kakaknya dengan sayang, hampir saja melupakan keberadaan orang lain di antara mereka..

"Oh, Minyan, gue duluan, ya." Gunay mengangkat kelima jari tangannya berpamitan.

Di sebelah Gunay, Yanli pun turut serta menganggukkan kepala bermaksud ingin berpamitan juga padanya.

Mingyan hanya menjawabnya dengan senyum yang dipaksakan, menatap punggung kedua orang itu yang semakin menjauh.

Minyan apaan, kok sikapnya dingin gitu sih, gak ada ramah-ramahnya perasaan. Padahal di sekolah dia keliatannya aktif banget, apalagi sama cewek itu... huh, bikin badmood aja. Tapi dia gemes banget pas sama kakaknyaaa, aaaah....

Mingyan pun melanjutkan langkahnya sambil tersenyum penuh arti. Dalam kepalanya, dia terus memutar-mutar kembali situasi barusan yang menurutnya sangat mengesankan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
North Elf
1931      871     1     
Fantasy
Elvain, dunia para elf yang dibagi menjadi 4 kerajaan besar sesuai arah mata angin, Utara, Selatan, Barat, dan Timur . Aquilla Heniel adalah Putri Kedua Kerajaan Utara yang diasingkan selama 177 tahun. Setelah ia keluar dari pengasingan, ia menjadi buronan oleh keluarganya, dan membuatnya pergi di dunia manusia. Di sana, ia mengetahui bahwa elf sedang diburu. Apa yang akan terjadi? @avrillyx...
Just Me [Completed]
27544      2874     1     
Romance
Gadis cantik bersifat tomboy itu adalah Viola dia biasa dipanggil Ola, dibalik sifatnya yang tomboy dia menyimpan duka yang teramat dalam yang hanya keluarganya yang dia tahu dia tidak ingin orang-orang khawatir berlebihan tentang kondisinya. dia anak yang pintar maka dari itu dia bisa sekolah di Amerika, tapi karena kondisinya sekarang dia harus pindah ke Jakarta lagi semenjak ia sekolah di Ja...
SIBLINGS
6528      1152     8     
Humor
Grisel dan Zeera adalah dua kakak beradik yang mempunyai kepribadian yang berbeda. Hingga saat Grisel menginjak SMA yang sama dengan Kakaknya. Mereka sepakat untuk berpura-pura tidak kenal satu sama lain. Apa alasan dari keputusan mereka tersebut?
Coneflower
3386      1541     3     
True Story
Coneflower (echinacea) atau bunga kerucut dikaitkan dengan kesehatan, kekuatan, dan penyembuhan. Oleh karenanya, coneflower bermakna agar lekas sembuh. Kemudian dapat mencerahkan hari seseorang saat sembuh. Saat diberikan sebagai hadiah, coneflower akan berkata, "Aku harap kamu merasa lebih baik." — — — Violin, gadis anti-sosial yang baru saja masuk di lingkungan SMA. Dia ber...
Rumah Arwah
1007      541     5     
Short Story
Sejak pulang dari rumah sakit akibat kecelakaan, aku merasa rumah ini penuh teror. Kecelakaan mobil yang aku alami sepertinya tidak beres dan menyisakan misteri. Apalagi, luka-luka di tubuhku bertambah setiap bangun tidur. Lalu, siapa sosok perempuan mengerikan di kamarku?
Prakerin
6736      1855     14     
Romance
Siapa sih yang nggak kesel kalo gebetan yang udah nempel kaya ketombe —kayanya Anja lupa kalo ketombe bisa aja rontok— dan udah yakin seratus persen sebentar lagi jadi pacar, malah jadian sama orang lain? Kesel kan? Kesel lah! Nah, hal miris inilah yang terjadi sama Anja, si rajin —telat dan bolos— yang nggak mau berangkat prakerin. Alasannya klise, karena takut dapet pembimbing ya...
Maroon Ribbon
475      336     1     
Short Story
Ribbon. Not as beautiful as it looks. The ribbon were tied so tight by scars and tears till it can\'t breathe. It walking towards the street to never ending circle.
Romance is the Hook
3555      1336     1     
Romance
Tidak ada hal lain yang ia butuhkan dalam hidupnya selain kebebasan dan balas dendam. Almira Garcia Pradnyani memulai pekerjaannya sebagai editor di Gautama Books dengan satu tujuan besar untuk membuktikan kemampuannya sendiri pada keluarga ibunya. Namun jalan menuju keberhasilan tidaklah mudah. Berawal dari satu kotak cinnamon rolls dan keisengan Reynaldo Pramana membuat Almira menambah satu ...
Ketika Kita Berdua
33559      4497     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
HABLUR
4629      1408     2     
Romance
Almarhum Mama selalu bilang, "Yang membedakan permata dengan batu lain adalah tingkat tekanan yang mengubahnya." Ruby Andalusia. Coba tanyakan nama itu ke penghuni sekolah. Dijamin tidak ada yang mengenal, kecuali yang pernah sekelas. Gadis ini tidak terkenal di sekolah. Ia ikut KIR, tetapi hanya anggota biasa. Ia berusaha belajar keras, tetapi nilainya sekadar cukup untuk ber...