Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gunay and His Broken Life
MENU
About Us  

"Jadi pacar gue."

Dugh!

Dimas langsung memukul kepala Gunay keras-keras.

"Ughh ... atit, Mas ...." Gunay mengerang, wajahnya berkerut.

"Kalo lo mau jadi homo, ya jangan ajak-ajak gue!!"

"Tapikan berdua itu lebih baik, Mas."

"Ya jangan gue!"

"Ih ... kangmas ...." Gunay memeluk-meluk Dimas bertingkah manja dengan sengaja untuk membuat sahabatnya itu semakin jengkel.

"Lepasin ihh ... bau lo udah kaya kayu basah."

"Kayu basah pala lo! Ini tuh cendana ... aroma kesukaan Kanselir," kata Gunay sambil menghirup dalam-dalam aroma pakaiannya.

"Dasar bucin!"

Dimas beranjak dari tempat duduknya meninggalkan makhluk yang disebutnya bucin itu. Keluar mencari udara segar dari pengapnya bau Gunay.

Tepat di ambang pintu kelas, Dimas berpapasan dengan Mirza yang kebetulan akan masuk.

Mirza sedikit lebih tinggi dari Dimas membuatnya harus menaikkan sedikit pandangan saat menatap Mirza.

Bukannya langsung beralih, keduanya malah saling tatap-tatapan.

Kenapa adegannya jadi romantis begini?!

Mirza yang duluan menyadari hal itu langsung mengangkat kepalanya lagi, mencari celah lain di pintu kemudian masuk.

Melihat tak ada lagi penghalang, Dimas pun melanjutkan jalannya.

Di sepanjang jalan, dia terus memikirkan betapa lekatnya pandangan Mirza tadi, jika dikatakan menantang? Tidak, tidak ada tatapan menantang di matanya. Lalu apa?

Dimas terus berjalan tanpa arah. Beberapa saat kemudian dia berhenti, tersadar. Sebenarnya mau kemana dia tadi??

.

.

.

Di kantin ...

"Kenapa lo cemberut gitu, Sel?" tanya Yumna sambil menggigit bakpao di tangannya.

Kanselir duduk di sampingnya, menopang dagu dengan sebelah tangan.

"Itu, si Gunay, dia pake parfum aroma cendana ...."

"Emang kenapa kalo dia pake parfum aroma itu?"

"Itukan khasnya babang Mirza, Na! Dia pasti niru-niru tuh. Mentang-mentang Mirza keren, dia gak mau kalah."

"Gak usah ber-husnuzon dulu, jangan-jangan emang parfum itu lagi tren, Sel!" Yumna berujar semangat seolah perkataannya itu adalah fakta yang sebenarnya.

Kanselir hening sejenak, memikirkan perkataan Yumna barusan.

"Iya kali, ya, pantesan aja Kak Yanli beliin dia parfum itu."

"Kak Yanli yang beliin? Uhh ... Kak Yanli emang kakak idaman banget, deh, beruntung ya si Gunay punya kakak kayak dia."

"Tau, tuh, makanya tingkahnya kekanakan banget itu, dimanjain mulu sih sama kakaknya."

"Iya! Tau gak pas gue kerja kelompok di rumah Gunay waktu kelas sepuluh dulu, karena kebetulan gue sendiri cewe di kelompok itu, Kak Yanli ngajak gue ke kamarnya trus ngasih gue sunscreen mahalnya! Katanya dia belinya kebanyakan makanya dia kasihin ke gue, baik banget, kan?"

"Ohh ... lo dikasih sunscreen? Gue juga pernah sih, tapi dikasih liptint."

"Uwahh ... baik banget ya dia. Padahal kayanya dia bukan tipe cewek yang suka skinkeran, dia kan punya natural face." Yumna memegang kedua pipinya sambil tersenyum-senyum.

"He'em."

Tanpa mereka berdua sadari, bahwa di seberang sana, seorang gadis berkuncir kuda dengan ikat merah sedang menguping semua pembicaraan mereka.

Mingyan yang bertepatan datang ke kantin saat Kanselir menyebutkan nama Gunay langsung memutuskan duduk di tempat lain dan mendengarkan obrolan mereka dengan seksama.

Setelah cukup puas menguping, dia pun beranjak pergi dari kantin tersebut. Di perjalanan, ia terus memikirkan setiap perkataan mereka tadi sambil tersenyum, namun, matanya tidak ikut tersenyum.

.

.

.

Di akhir Minggu, Yanli mengajak adik tersayangnya itu pergi berjalan-jalan. Mereka pergi dengan mobil milik Yanli, namun, yang mengendarainya kali ini adalah Gunay.

Beberapa menit sebelumnya di rumah, Gunay berguling-guling di lantai merengek-rengek ingin dia yang mengendarai mobil. Awalnya kakaknya itu tak setuju dikarenakan Gunay yang belum cukup umur. Namun rengekan Gunay semakin parah saja, membuat Gadis penyayang itu tak sampai hati menolaknya.

Mata Gunay berbinar cerah setelah akhirnya mendapatkan persetujuan kakaknya.

Sepanjang perjalanan, Gunay terus berceloteh tanpa henti, bercerita tentang teman-temannya, tentang gadis yang suka dia usili, tentang guru-guru yang membosankan di sekolah, sampai ke hal tak penting seperti bentuk batu di halaman rumah yang menurutnya lucu. Semua ia ceritakan. Yanli menanggapinya sesekali, namun lebih sering menanggapi hanya dengan melontarkan senyumannya yang cerah bak mentari di pagi hari.

Akhirnya mereka pun tiba di sebuah perpustakaan umum yang terletak tepat di tengah kota. Yang mengajak ke tempat ini adalah Yanli. Dia ingin mencari buku-buku yang akan dia jadikan referensi untuk skripsinya nanti.

"Kak, Gunay tunggu di mobil aja atau mesti ikut, nih?"

"Ya harus ikut, dong, kayak kamu tahan aja duduk lama di mobil, paling gak sampe dua menit dah ngilang aja, ujung-ujungnya kakak juga jadinya yang cape nyariin."

"Ehehehe, oke deh Gunay ikut."

Mereka pun melangkah masuk ke gedung perpustakaan yang luas bangunannya hampir menyamai kebun satu hektar.

Gedung bercat putih itu mempunyai pilar-pilar yang terbuat dari batu berkualitas tinggi yang seolah dipahat oleh seniman papan atas.

Gunay duduk dengan malas di sudut ruangan perpustakaan itu memandangi kakaknya yang sedang asik memilah-milah buku.

"Gunay ... liat, deh, buku ini kayaknya cocok buat kamu."

Mendengar kakaknya seperti menemukan hal yang menarik, dia pun langsung berdiri dan berjalan dengan setengah berlari pergi ke tempat kakaknya menemukan buku itu.

Dugh

Tiba-tiba tubuh seseorang menabraknya saat ia sedikit lagi hampir sampai di tempat kakaknya. Tidak, lebih tepatnya Gunay lah yang menabrak orang itu. Dia benar-benar tak memperhatikan jalannya.

Ia pun menoleh dan ingin meminta maaf pada orang yang sudah dia tabrak.

"Eh, maaf y—"

"Gunay?" orang itu tiba-tiba berseru senang menyadari orang di hadapannya.

Siapa?" tanya Gunay heran, merasa tak pernah bertemu dengan orang ini.

"Aku Mingyan! Teman sekelas kamu, Nay!"

"Minyan? Minyan ... Minyan ...." Gunay mengulang-ulang nama itu mencoba mengingatnya.

"Gue gak inget punya temen yang namanya Minyan," ujarnya polos

Gadis bernama Mingyan itu tersenyum canggung, kemudian menjawab dengan canggung pula.

"Eum ... iya ... aku ... murid baru di kelas kamu."

Dih, padahal kan udah seminggu gue sekelas ama dia, masa iya gak ingat. Untung ganteng, batin Mingyan. 

Sebenarnya keadaan ini agak memalukan baginya. Tapi bagaimana pun, dia masih mencoba bersikap ramah.

"Ohh, jadi lo murid baru? Maaf, gue emang kurang peka sama sekitar, eh tapi, lo tau nama gue dari mana?" tanya Gunay.

Beberapa saat Mingyan terdiam, mencoba mencari alasan yang tepat untuk disampaikan. Rasanya tak mungkin jika dia mengatakan kalau dia tahu nama Gunay dari Mirza yang tampaknya dimusuhi Gunay.

"Kan bu guru sering menegur kamu di kelas," kata Mingyan mencoba terlihat netral.

"Oh? Hehehehe." Mendengar hal memalukan itu, Gunay hanya nyengir bodoh.

"Temannya Gunay, ya?" tanya Yanli yang muncul dari belakang Gunay.

Mingyan tersenyum, mengangguk sambil berkata pelan, "Iya, Kak."

Lalu dia meneruskan, "Kakak ... Kak Yanli, kan?"

Tanpa berpikir, ia mengeluarkan begitu saja pertanyaan tersebut membuat orang yang ditanyai merasa heran. Bukan orang yang ditanyai yang terheran, tetapi Gunay.

"Lo tau nama kakak gue dari mana?"

Mampus! Mingyan merasa benar-benar bodoh saat ini, padahal dia hanya mencoba terlihat ramah di hadapan Gunay dan kakaknya, tapi tindakannya malah menimbulkan kecurigaan pihak lain.

"Engg ..."

"Apa dia cewe yang sering kamu ceritain ke kakak, Nay?"

Menyadari kecanggungan gadis itu, Yanli mencoba mengalihkan Gunay dengan menanyakan pertanyaan lain. Padahal Yanli sendiri sudah tahu bahwa Gunay sudah pasti akan memberi jawaban 'tidak'.

"Gak, Kak, bukan dia, Gunay aja baru ini tahu namanya dia."

Kenapa Yanli malah semakin memperburuk keadaan? Malah membuat gadis cantik itu makin merasa canggung saja. Yanli pun hanya diam tak menjawab. Tebakannya benar.

"Ngomong-ngomong, lo ngapain di sini?" Gunay kini beralih lagi ke gadis itu, mengganti pertanyaannya.

Akhirnya Mingyan bisa bernapas lega kembali. "Aku emang suka mampir ke sini, aku suka baca buku."

Gunay hanya ber-oh ria mendengar itu, lalu ia beralih ke kakaknya lagi.

"Mana bukunya, Kak? "

"Oh? Emm ... itu ...." Yanli menggaruk kepalanya, wajahnya memerah seolah baru saja bertemu suatu hal yang membuat jantungnya tidak karuan. "Tadi ada yang tiba-tiba datang trus bilang dia perlu buku itu."

"Yaudah, Kakak udah selesai belum? Gunay laper, nih."

"Udah, kok."

"Kalo gitu yuk pergi?"

Gunay pun merangkul bahu kakaknya dengan sayang, hampir saja melupakan keberadaan orang lain di antara mereka..

"Oh, Minyan, gue duluan, ya." Gunay mengangkat kelima jari tangannya berpamitan.

Di sebelah Gunay, Yanli pun turut serta menganggukkan kepala bermaksud ingin berpamitan juga padanya.

Mingyan hanya menjawabnya dengan senyum yang dipaksakan, menatap punggung kedua orang itu yang semakin menjauh.

Minyan apaan, kok sikapnya dingin gitu sih, gak ada ramah-ramahnya perasaan. Padahal di sekolah dia keliatannya aktif banget, apalagi sama cewek itu... huh, bikin badmood aja. Tapi dia gemes banget pas sama kakaknyaaa, aaaah....

Mingyan pun melanjutkan langkahnya sambil tersenyum penuh arti. Dalam kepalanya, dia terus memutar-mutar kembali situasi barusan yang menurutnya sangat mengesankan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tembak, Jangan?
261      218     0     
Romance
"Kalau kamu suka sama dia, sudah tembak aja. Aku rela kok asal kamu yang membahagiakan dia." A'an terdiam seribu bahasa. Kalimat yang dia dengar sendiri dari sahabatnya justru terdengar amat menyakitkan baginya. Bagaimana mungkin, dia bisa bahagia di atas leburnya hati orang lain.
Cinta Datang Tanpa Menyapa
783      515     2     
Short Story
Setelah Reina menolong Azura, dia mendapat kesempatan untuk kuliah di Jepang. Kehidupanya selama di Jepang sangat menyenangkan sampai hari dimana hubungan Reina dengan keluarga Azura merenggang, termasuk dengan Izana.salah satu putra Azura. Apa yang sebenarnya terjadi? dan mengapa sikap Izana berubah?
Rindu Yang Tak Berujung
573      405     7     
Short Story
Ketika rindu ini tak bisa dibendung lagi, aku hanya mampu memandang wajah teduh milikmu melalui selembar foto yang diabadikan sesaat sebelum engkau pergi. Selamanya, rindu ini hanya untukmu, Suamiku.
IMPIANKU
27760      4206     14     
Mystery
Deskripsi Setiap manusia pasti memiliki sebuah impian, dan berusaha untuk mewujudkan impiannya itu. Walau terkadang suka terjebak dengan apa yang diusahakan dalam menggapai impian tersebut. Begitu pun yang dialami oleh Satria, dalam usaha mewujudkan segala impiannya, sebagai anak Broken Home. Walau keadaan keluarganya hancur karena keegoisan sang ayah. Satria mencoba mencari jati dirinya,...
Stars Apart
638      446     2     
Romance
James Helen, 23, struggling with student loans Dakota Grace, 22, struggling with living...forever As fates intertwine,drama ensues, heartbreak and chaos are bound to follow
PETI PUSAKA
547      372     4     
Short Story
Impian bisa saja terpendam di relung seseorang. tapi tidak ada yang tahu jika sebuah keyakinan bisa mengangkat kembali impian itu, walaupun orang lain yang mewujudkannya.
Golden Cage
504      291     6     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Iblis Merah
9800      2611     2     
Fantasy
Gandi adalah seorang anak yang berasal dari keturunan terkutuk, akibat kutukan tersebut seluruh keluarga gandi mendapatkan kekuatan supranatural. hal itu membuat seluruh keluarganya dapat melihat makhluk gaib dan bahkan melakukan kontak dengan mereka. tapi suatu hari datang sesosok bayangan hitam yang sangat kuat yang membunuh seluruh keluarga gandi tanpa belas kasihan. gandi berhasil selamat dal...
Her Glamour Heels
545      381     3     
Short Story
Apa yang akan kalian fikirkan bila mendengar kata heels dan berlian?. Pasti di khayalan kalian akan tergambar sebuah sepatu hak tinggi mewah dengan harga selangit. Itu pasti,tetapi bagiku,yang terfikirkan adalah DIA. READ THIS NOWWW!!!!
Mars
1193      645     2     
Romance
Semenjak mendapatkan donor jantung, hidup Agatha merasa diteror oleh cowok bermata tajam hitam legam, tubuhnya tinggi, suaranya teramat halus; entah hanya cewek ini yang merasakan, atau memang semua merasakannya. Dia membawa sensasi yang berbeda di setiap perjumpaannya, membuat Agatha kerap kali bergidik ngeri, dan jantungnya nyaris meledak. Agatha tidak tahu, hubungan apa yang dimiliki ole...