Read More >>"> Gunay and His Broken Life (9. Kakak, Ada Bidadari!) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gunay and His Broken Life
MENU
About Us  

Gunay dan Yanli memutuskan makan siang di tempat sederhana seperti warung bakso yang berada tepat di pinggir jalan. Warung tersebut terletak tidak jauh dari perpustakaan umum tadi, hanya berjarak kurang lebih 200 meter dari gerbang depan.

"Tadi Kakak mau nunjukin buku apa, sih?" tanya Gunay sambil mengunyah bakso di mulutnya.

"Ehh ... gak boleh bicara pas lagi makan, Dek," kata Yanli sambil mengelap pinggir bibir Gunay yang terkena saus dengan tisu.

Gunay pun semakin mendekatkan wajahnya pada kakaknya itu, membiarkan Yanli lebih leluasa membersihkan wajahnya.

"Berapa umurmu, Unay?" tanya Yanli setelah melihat adiknya itu selesai menelan bakso di mulutnya.

"Tiga tahun!!" seru Gunay mengeluarkan suara selayaknya seorang bocah, bertingkah manja di hadapan kakaknya tanpa menyadari tatapan aneh orang-orang di sekitar mereka saat ini.

"Tiga tahun kayaknya terlalu tua, gimana kalo satu tahun?"

Gunay menggembungkan pipinya, memasang tampang sok imut.

Yanli tersenyum, mencubit pipi adik kecilnya itu dengan gemas.

"Jadi gini, buku yang mau kakak tunjukkan ke kamu tadi tuh sebenarnya buku yang berjudul '10 Cara Menjadi Dewasa'. Kakak pikir itu pasti pas banget buat kamu. Eh, tiba-tiba dari samping kakak, ada cowo yang colek bahu kakak minta maaf dengan sopan trus bilang dia perlu buku itu, ya jadi kakak kasih, deh."

Mendengar penuturan kakaknya, Gunay mengerucutkan bibir. "Ughh, jadi menurut kakak Gunay gak dewasa, gitu?"

"Oh? Bocah yang bangunnya mesti dibangunin, makannya dimasakin, PR nya dikerjain sama kakaknya, ikan cupang peliharaannya yang ngasih makan juga kakaknya, trus juga suka ngambek kalo gak dikasih apa yang dia minta, apa itu udah dewasa namanya?"

Perasaan malu semakin menumpuk dalam benak Gunay, dia pun hanya bisa nyengir menanggapi fakta itu.

"Selagi ada Kakak, kenapa harus Gunay? Ya, gak?"

"Jangan gitu, Dek. Kapan lagi kamu bisa mandiri? kalo kakak udah gak ada gima—"

"Husst."

Tak tahan jika mendengar kalimat terakhir, Gunay memotong ucapan kakaknya. Alisnya bertaut tidak suka.

"Jangan ngomong gitu, Kak, Kakak bakal terus ada, selalu ada buat Gunay!"

Yanli hanya bisa tersenyum melihat Gunay yang ekspresinya kini berubah serius.

"Yaudah, yuk, habis ini kita kemana?" Yanli mencoba mencairkan suasana

"Gimana kalo ke pekan raya, Kak? Sekarang 'kan minggu, pasti rame tuh. Udah lama juga Gunay gak makan permen kapas."

Yanli tersenyum lagi, adiknya itu memang mudah sekali berubah mood-nya. Ia mengangguk, menyetujui ucapan adiknya.

Mereka pun segera beranjak dari warung bakso itu dan membayar pesanan mereka.

Kali ini yang mengendarai mobil adalah Yanli, ia tak mengizinkan adiknya yang membawa dikarenakan jalanan yang akan mereka lewati adalah tengah kota yang mana begitu banyak kendaraan berlalu lalang, disertai lampu merah yang hampir ada di setiap persimpangan jalan.

Ditambah lagi, tempat yang akan mereka tuju adalah pekan raya yang merupakan tempat yang akan dipenuhi keramaian, Yanli yakin bahwa Gunay pasti akan kesulitan berkendara saat menjumpai keramaian seperti itu. Terutama untuk mencari tempat parkir yang cocok.

Hari sudah menjelang malam saat dua orang itu tiba di tempat tujuan mereka. Yanli memarkirkan mobilnya agak jauh dari pusat pekan raya yang membuat mereka jadinya harus berjalan cukup jauh.

Mata Gunay berbinar cerah melihat pemandangan di depan matanya, rasanya sudah lama sekali dia tidak pergi ke tempat seperti ini. Dari yang dia ingat, terakhir kali dia mengunjungi pekan raya adalah dua belas tahun yang lalu, bersama bundanya, saat masih hidup.

Sesaat muncul sekelebat bayangan di hadapannya, bayangan seorang anak laki-laki yang sedang tertawa riang di genggaman ibunya, serta seorang anak perempuan yang berlari ke arah mereka memegangi dua buah permen kapas.

Tiba-tiba Gunay menunduk lemah, sesuatu yang bening seperti akan jatuh dari matanya.

"Gunay?" Yanli menepuk pundak adiknya itu, menyadarkannya dari lamunan yang ia yakini pastilah bukan sesuatu hal yang menyenangkan.

Gunay mengangkat kepalanya lagi, ia tiba-tiba menarik tangan kakaknya mengajak berkeliling dengan semangat seperti bocah berusia lima tahun.

"Kak! Kesana yuk, Kak!" ucapannya terdengar penuh antusias, benar-benar seperti bocah.

Yanli tersenyum memandangi adiknya itu, tentu saja dia tak akan pernah melupakan saat-saat bahagia mereka dulu bersama bundanya, dia seperti merasa bernostalgia.

"Eh?"

Gunay tiba-tiba menghentikan langkahnya, matanya tertuju pada sesuatu yang menurutnya sangat familiar, sedangkan tangannya masih menggenggam pergelangan tangan kakaknya erat.

"Itukan ..."

"Kenapa, Nay?"

"Ada bidadari, Kak!" Setelah berkata begitu, dia sontak melepaskan genggamannya dan langsung berlari menuju ke tempat dia mengatakan ada bidadari.

"Hm?" Yanli agak kebingungan dengan perkataan Gunay barusan. Walau begitu, dia tetap mengikuti dari belakang.

Sampai akhirnya dia melihat Gunay berhenti. Tepat di depan sebuah tempat bermain memancing ikan.

Dari sudut pandang Gunay, di depannya, ada seorang gadis sedang berjongkok dengan wajah berkerut sambil memegangi sebuah pancing. Di hadapannya ada kayu bercat biru yang sudah dilapisi plastik transparan berbentuk lingkaran. Di dalamnya diisi begitu banyak ikan-ikan mainan berbagai jenis.

Wajah gadis itu terlihat kesal, tampaknya dia sudah jengah sedari tadi tak mendapatkan satupun hasil tangkapan.

"Kansel ... kita main di tempat lain aja, yuk? Di sini gak asik banget, Sel ...."

Ternyata gadis yang berjongkok itu adalah Kanselir, tidak lain orang yang mengajaknya bicara sudah pasti adalah sahabatnya Yumna. Tidak disangka, rupanya kebetulan dua gadis itu juga sedang berada di pekan raya ini. Entah ini adalah keberuntungan bagi Gunay atau mungkin kesialan bagi Kanselir.

"Husst, diem, Na. Ntar ikannya kabur." Kanselir meletakkan jari telunjuknya di bibir.

Yumna, "...."

Tiba-tiba, sebuah pancing mainan seketika terlempar dari sebelah Kanselir! Langsung, sesaat setelah dilempar, satu ikan mainan langsung tertangkap di ujung pancing yang terbuat dari magnet. Ikan mainan yang didapat itu berukuran cukup besar, membuat gadis yang dari tadi lelah berjongkok agak terkaget.

"Hmm?" Kanselir terkejut dan lantas menoleh.

"Gini doang gak bisa, lemah!"
sindir seseorang yang baru saja melemparkan pancing itu dengan sombongnya. Ia ikut berjongkok di sebelah Kanselir setelah meletakkan hasil tangkapannya barusan dan mencoba mencari tangkapan lainnya.

"Gunay?!!"

"Apa?"

Orang sombong itu ternyata adalah Gunay. Dia menanggapi keterkejutan Kanselir dengan begitu santai tanpa menoleh.

"Ngapain ke sini?"

"Pengen main lah."

"Iya kenapa mesti ke sini?"

"Gue suka mancing ikan, emang gak boleh?"

Kedua orang itu terus saling tanya jawab sambil berjongkok, tanpa menyadari ada dua orang lain yang sedang berdiri di belakang menatap punggung keduanya.

"Kamu ... temannya Gunay juga, kan?" Yanli mencoba mengajak bicara orang di sebelahnya.

"Iya, Kak ... nama aku—"

"Tunggu-tunggu! Biar kakak coba ingat-ingat ... Oh! Yumna, kan?"

"Iya, Kak! Wah Kakak bisa ingat nama aku?"

Yanli tak menjawab, ia hanya tersenyum. Tentu saja ia ingat, ia akan mengingat segala hal yang berhubungan dengan adik kesayangannya itu. Lagipula sebelumnya, Yumna memang pernah datang ke rumahnya untuk kerja kelompok sekali.

"Heh!! Itukan tadi ikan punya gue!!!"

Tiba-tiba teriakan Kanselir mengejutkan mereka. Tak lama kemudian, mereka melihat Kanselir sudah beranjak berdiri sambil menghentakkan kakinya ke tanah dengan marah.

"Dah lah, jadi males!!"

"Helehh, gitu aja ngambek," kata Gunay dari belakangnya yang sudah ikut berdiri juga.

"Yumna, pergi, yuk."

Tangan Yumna sudah sempat ditarik Kanselir, namun tiba-tiba, dari sampingnya terdengar suara seseorang yang memanggil.

"Kanselir ...."

Mendengar namanya disebutkan dengan begitu lembutnya, ia pun menoleh ke orang di sebelah Yumna.

"Oh? Kak Yanli? Sejak kapan kakak di sini?" Kanselir agak berbinar menyadari bahwa orang yang sangat ia kagumi ternyata ada di sini.

"Kakak dari tadi di sini."

"Eh, maaf ya, Kak, Kansel tadi gak sadar jadinya gak sempat nyapa Kakak."

"Uhm gapapa, mau pergi bareng, nggak?"

"Hmm?"

"Mau keliling fun fair nya bareng kakak sama Gunay, nggak?"

"Ah?"

Beberapa saat Kanselir terdiam, ia tampak berpikir.

Orang di sebelah Yanli adalah orang yang sangat menyebalkan, tapi ia benar-benar tak sampai hati jika harus menolak ajakan Yanli. Ia menggaruk-garuk pelipisnya lalu memutuskan sesuatu, "Uhmm, oke, deh."

Yanli lagi-lagi tersenyum, ia pun beralih memandang adiknya, seolah ingin menyampaikan sesuatu lewat bahasa kalbu.

Kakak emang yang paling peka deh! kata Gunay menjawab bahasa kalbu kakaknya sambil mengedipkan sebelah matanya.

Mereka berempat pun akhirnya mengelilingi pekan raya malam itu bersama-sama.

Kanselir benar-benar jengah melihat perilaku bejat Gunay di sepanjang jalan—Gunay dengan berani menarik-narik jilbabnya untuk memperlihatkannya pada berbagai hal di tempat itu.

"Oi, Kansel! liat itu, yuk!" ajak Gunay menarik ujung jilbab Kanselir untuk yang kesekian kali.

"Haaah, apa lagi, sih?!" Kanselir sudah lelah, akhirnya dia pun mengikut saja kemana Gunay menariknya kali ini.

Dua orang lainnya pun turut serta mengikuti mereka dari belakang.

"Kayaknya seru nih, ya, nggak?"

Itu adalah tempat permainan lempar gelang, namun gelang yang di lempar di permainan ini berbeda, ukurannya bahkan lebih besar dua sampai tiga kali lipat daripada ukuran gelang biasanya, lebih mirip seperti kalung malahan.

Di depan sana, disusun berbagai macam hadiah yang bisa dipilih untuk dimasuki, hadiah yang ada ukurannya juga cukup besar, ada juga kotak kosong yang mungkin dianggap sebagai zonk jika memasukinya.

Dalam satu kali permainan, diberikan tiga buah gelang yang berarti tiga kali kesempatan melempar. Para peserta yang akan melempar akan diberikan batas jarak kurang dari tiga meter dari tempat hadiah.

Gunay sudah memegang tiga gelang di tangannya saat Kanselir bertanya, "Ini cara mainnya gimana?"

"Ini tuh cuma tinggal lempar doang elahh, apapun yang dimasukin gelang ini bakalan jadi milik lo."

Kanselir mengangguk paham, ia pun meraih tiga gelang di tangan Gunay, berdiri di pembatas dan tampak mengukur-ukur sambil memperkirakan hadiah mana yang akan ia coba dapatkan.

Sebuah boneka kelinci jadi pilihan terbaiknya saat ini, dia pun mulai melempar.

Sruk

Gelang masuk ke sebuah benda di sana, benda bertuliskan zonk.

"Pfhhht." Gunay hampir saja akan tertawa, namun kemudian dia hanya berkata, "Gapapa, gapapa, wajar ... keberuntungan pemula emang seringkali buruk."

Kanselir mendengus mendengarnya, lalu ia mencoba lagi.

Sruk

Kali ini Gunay benar-benar tak bisa lagi menahan tawanya, dia tertawa terbahak-bahak meledek betapa tak beruntungnya tangan Kanselir. Dia mendapatkan zonk untuk kedua kalinya!

"Ah udahlah, males mainnya, nih gelang yang terakhir buat lo aja. Coba aja kalo lo bisa." Kanselir memberikan Gunay gelang terakhir itu.

"Oh? Lo nantangin gue, ya? Liat aja, gue bahkan bisa dapetin hadiahnya walau dengan posisi membalik badan."

"Sok iya banget, yaudah buktiin!"

"Liat baik-baik, ya!"

"Hmph!!"

Mereka pun bertukar tempat.
Posisi Kanselir sedikit lebih jauh dari tempat Gunay berdiri tadi, dia lebih mendekat ke tempat hadiah-hadiah itu. Bersiap akan balas menistakan Gunay jika ia mendapatkan hal yang sama.

Gunay benar-benar melakukan seperti yang dikatakannya, dia membalik badan kemudian melemparkan gelang tersebut.

Sruk

Orang-orang di belakang Gunay seketika tercengang, bahkan abang-abang penjaga stand itu pun melongo keheranan.

Yanli dan Yumna yang sedari tadi hanya memperhatikan dari kejauhan, setelah melihat itu sontak mendekat.

Apa yang terjadi?

"Gunay!!!"

Kanselir berteriak marah, wajahnya tampak memerah entah karena marah atau malu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tentang Hati Yang Patah
459      335     0     
Short Story
Aku takut untuk terbangun, karena yang aku lihat bukan lagi kamu. Aku takut untuk memejam, karena saat terpejam aku tak ingin terbangun. Aku takut kepada kamu, karena segala ketakutanku.bersumber dari kamu. Aku takut akan kesepian, karena saat sepi aku merasa kehilangan. Aku takut akan kegelapan, karena saat gelap aku kehilangan harapan. Aku takut akan kehangatan, karena wajahmu yang a...
Nightmare
537      374     1     
Short Story
Ketika mimpi buruk datang mengusik, ia dihadapkan pada kenyataan tentang roh halus yang mengahantui. Sebuah 'dreamcatcher' sebagai penangkal hantu dan mimpi buruk diberikan. Tanpa ia tahu risiko sebenarnya. Pic Source : -kpop.asiachan.com/Ash3070 -pexels.com/pixabay Edited by : Picsart Cerita ini dibuat untuk mengikuti thwc18
Seberang Cakrawala
83      78     0     
Romance
sepasang kekasih menghabiskan sore berbadai itu dengan menyusuri cerukan rahasia di pulau tempat tinggal mereka untuk berkontemplasi
MONSTER
5515      1523     2     
Romance
Bagi seorang William Anantha yang selalu haus perhatian, perempuan buta seperti Gressy adalah tangga yang paling ampuh untuk membuat namanya melambung. Berbagai pujian datang menghiasi namanya begitu ia mengumumkan kabar hubungannya dengan Gressy. Tapi sayangnya William tak sadar si buta itu perlahan-lahan mengikatnya dalam kilat manik abu-abunya. Terlalu dalam, hingga William menghalalkan segala...
The Investigator : Jiwa yang Kembali
1762      707     5     
Horror
Mencari kebenaran atas semuanya. Juan Albert William sang penyidik senior di umurnya yang masih 23 tahun. Ia harus terbelenggu di sebuah gedung perpustakaan Universitas ternama di kota London. Gadis yang ceria, lugu mulai masuk kesebuah Universitas yang sangat di impikannya. Namun, Profesor Louis sang paman sempat melarangnya untuk masuk Universitas itu. Tapi Rose tetaplah Rose, akhirnya ia d...
Teacher's Love Story
2740      930     11     
Romance
"Dia terlihat bahagia ketika sedang bersamaku, tapi ternyata ia memikirkan hal lainnya." "Dia memberi tahu apa yang tidak kuketahui, namun sesungguhnya ia hanya menjalankan kewajibannya." Jika semua orang berkata bahwa Mr. James guru idaman, yeah... Byanca pun berpikir seperti itu. Mr. James, guru yang baru saja menjadi wali kelas Byanca sekaligus guru fisikanya, adalah gu...
Dessert
867      443     2     
Romance
Bagi Daisy perselingkuhan adalah kesalahan mutlak tak termaafkan. Dia mengutuk siapapun yang melakukannya. Termasuk jika kekasihnya Rama melakukan penghianatan. Namun dia tidak pernah menyadari bahwa sang editor yang lugas dan pandai berteman justru berpotensi merusak hubungannya. Bagaimana jika sebuah penghianatan tanpa Daisy sadari sedang dia lakukan. Apakah hubungannya dengan Rama akan terus b...
Luka di Atas Luka
399      262     0     
Short Story
DO NOT COPY MY STORY THANKS.
The Soul Of White Glass
411      292     0     
Short Story
Jika aku sudah berjalan, maka aku ingin kembali ke tempat dimana aku sekarang. Bukan hancur tak sengaja
My LIttle Hangga
736      469     3     
Short Story
Ini tentang Hangga, si pendek yang gak terlalu tampan dan berbeda dengan cowok SMA pada umunya. ini tentang Kencana, si jerapah yang berbadan bongsor dengan tinggi yang gak seperti cewek normal seusianya. namun, siapa sangka, mereka yang BEDA bisa terjerat dalam satu kisah cinta. penasaran?, baca!.