Read More >>"> Gunay and His Broken Life (7. Kakak, Ada Murid Baru!) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gunay and His Broken Life
MENU
About Us  

Seluruh penghuni kelas menatapnya dalam keheningan. Mencoba mendengarkan dengan seksama apa yang akan dia sampaikan sebagai bentuk rasa hormat. Terkecuali dua mahkluk astral di sudut sana, Gunay dan Dimas. Mereka malah asik sendiri saling cubit-cubitan tak menyadari bahwa mereka kini kedatangan orang baru.

Gadis itu kemudian melanjutkan lagi sambil melontarkan senyum simpul.

"Kalian bisa memanggil saya Mingyan."

Setelah itu, dia pun diam cukup lama.

"Hanya itu, Mingyan?" tanya Bu Dian.

"Ya, Bu," jawabnya lembut.

"Baik, kamu boleh duduk, eh tapi, apa masih ada kursi kosong yang tersisa?"

Semua murid diam, lalu serentak memandang ke arah Mirza yang duduk di sudut lain secara bersamaan.

"Oh? Mirza, ibu penasaran, kenapa kamu selalu duduk sendirian? Kelas sepuluh juga, kenapa?"

"Saya lebih suka sendiri, Bu," jawab Mirza datar.

"Begitu, apa kamu keberatan kalau Mingyan duduk di sebelahmu? Soalnya di kelas ini tak ada kursi yang kosong lagi."

Mirza diam, bulu matanya tampak turun. Kelihatan tak ingin menjawab.

"Ibu anggap itu persetujuan, nah Mingyan, ayok duduk sana."

"Baik, Bu, terima kasih."

Mingyan pun berjalan dan mendekat ke arah Mirza, kemudian duduk di sebelahnya.

Mingyan tampak menatap lelaki di sebelahnya ini lekat, memperhatikannya. Namun Mirza tak sedikitpun peduli, dia tetap menatap lurus ke depan, mendengarkan pengarahan dari wali kelas baru mereka.

Melihat betapa dinginnya orang di sampingnya ini, Mingyan mendengus, memutar bola matanya. Lantas membatin, Lo pikir gue bakal jatuh cinta sama lo kayak di novel-novel gitu? Cih, cowo kaya lo bukan tipe gue sorry.

.

.

.

Saat jam istirahat, Gunay dan komplotannya sedang asik membahas banyak hal yang tak berfaedah. Ia duduk di atas meja milik temannya yang berada di dekat dinding sambil mengangkat sebelah kaki ke atas.

"Eh, gue mau nanya dong, kalau kantor departemen berantem, apa namanya bakal berubah jadi kantor deparmusuh?"

Dimas yang mendengar itu hanya tersenyum sambil mengacungkan jari tengahnya ke arah Gunay.

Sahrul yang sangat bodoh, malah meladeni ucapan bodoh itu,"Kalo menurut lord Gunay begitu, gue sih yakin."

Panggilan lord itu benar-benar menaikkan tingkat kesombongan Gunay. Walau sebenarnya dia tidak tahu artinya, dia hanya sering melihat istilah itu di game-game yang sering dia mainkan. Dan panggilan itu biasanya ditujukan pada seseorang yang dianggap hebat dan dihormati.

Saat menikmati kesombongannya, tiba-tiba seekor cicak melintas dari belakang kepala Gunay. Menyadari hal itu, Gunay pun menakut-nakuti cicak malang itu sehingga ia pun memutuskan ekornya.

Ekor yang putus itu tepat jatuh ke atas meja. Gunay mengambilnya dengan tangan dan mengangkat ekor yang menggeliat-geliat itu tinggi-tinggi. Terlihat senang seolah mendapatkan mainan baru.

Dimas yang melihat itu hanya bisa menepuk dahi. Lelah dengan kelakuan sahabatnya itu.

Gunay pun membawa ekor cicak itu dan mendekati Kanselir dengan niat yang tidak baik.

Teman semeja Kanselir, Yumna, sedang pergi membeli jajanan di kantin. Jadinya tempat duduknya yang kosong itu segera diisi oleh pantat Gunay sembari menyodorkan ekor menyedihkan itu tepat ke depan wajah Kanselir.

Gadis cantik itu sedari tadi masih damai memainkan ponselnya sebelum bocah bandel itu mulai mengusik ketenangannya lagi.

Ia hanya menatap datar ekor yang menggeliat-geliat itu, kemudian menatap orang tak berperikehewanan di sebelahnya.

"Gak takut? Hiyy~ liat, tuh, geli, nggak? Geli, nggak?"

Dia terus mengoceh sambil makin mendekatkan ekor itu ke wajah Kanselir. Mencoba menakut-nakuti. Padahal orang yang ia takut-takuti bukannya takut malah makin merasa jengkel.

Merasa tak tahan lagi, Kanselir kemudian meraih ekor yang masih menggantung di tangan Gunay itu dan malah meletakkannya di atas kepala Gunay.

Seketika Gunay terlonjak kaget dan merasa geli. "Wahhh!!!" Ia langsung berdiri dan menyapu-nyapu rambutnya.

Teman-temannya menertawakannya, sedangkan Kanselir melanjutkan kegiatannya sebelumnya sambil tersenyum penuh kemenangan. Sepertinya dia sudah mulai tahu cara untuk membalas keusilan Gunay.

Tanpa mereka sadari, ada dua orang di sudut yang lain di kelas yang sedang menatap kegiatan mereka itu.

Satu di antaranya, sedang menatap si tokoh utama yang sedang sengsara sambil tersenyum-senyum, sedangkan satunya lagi, tampaknya sedang memperhatikan yang lain dari kerumunan itu. Menatapnya dengan ekspresi yang sulit digambarkan. Entah itu adalah rasa iri, atau mungkin rasa penuh permusuhan.

Satu orang di antaranya adalah si murid baru, Mingyan. Tampaknya dia sangat tertarik dengan mereka. Tidak, sepertinya dia tidak tertarik dengan mereka semua. Pandangannya sedari tadi hanya menatap ke satu orang, pemimpin dari kelompok itu, Gunay.

Satu orang lainnya adalah orang di sebelah Mingyan, Mirza. Fokusnya pada seseorang di antara kelompok itu teralihkan saat ia menyadari Mingyan menangkap basah dirinya. Dia pun mengalihkan pandangannya lagi lalu membenamkan wajahnya di antara kedua tangannya.

Mingyan menatapnya cukup lama, lalu ia berbicara ke arah lelaki itu.

"Boleh gue nanya?"

Mirza tak menjawab, seolah tak mendengar pertanyaan gadis itu barusan.

"Gue tau siapa yang lo liatin dari tadi."

Kali ini Mirza benar-benar tak bisa lagi berpura-pura tak mendengarkan. Lantas ia mendongak menatap Mingyan.
"Maksud lo?"

"Yah, gue tau siapa yang lo liat. hmph! Gue benar-benar gak nyangka teman semeja gue ternyata—"

"Apa mau lo?!" Entah apa yang akan Mingyan katakan tentangnya, dia langsung memotong ucapan Mingyan itu.

"Gue gak minta apa-apa, tadi kan lo dengar kalo gue cuma mau nanya sama lo."

"Apa?"

"Cowo yang di sana, yang paling tinggi dan paling banyak ngomong tadi, namanya siapa?" tanya Mingyan sambil mengarahkan matanya ke arah yang dimaksud.

"Gunay," jawab Mirza malas.

Mendengar itu, Mingyan hanya tersenyum malu sambil ber-oh ria. Lalu melirik ke arah Gunay lagi.

Pantes gemesin, namanya aja lucu, apalagi orangnya, batin Mingyan.

Melihat perubahan sikap Mingyan, Mirza tak peduli, ia pun kembali membenamkan wajahnya di atas mejanya.

.

.

 

Tak seperti Gunay yang biasanya suka datang terlambat, pagi ini dia datang lebih cepat. Lebih cepat lima menit, karena dia biasanya datang ke sekolah jam tujuh tepat.

Dia memasuki kelasnya dengan percaya diri dan dengan sengaja mengibas-ngibaskan pakaiannya saat berjalan tepat di sebelah Kanselir.

Hidung peka Kanselir mulai menemukan sesuatu yang berbeda dari bocah bandel itu. Setelah sadar, dia pun memelototi Gunay dengan wajah tak percaya.

"Kenapa? Hari ini gue ganteng ya Hm? Hm?" kata Gunay menantang pelototan Kanselir.

"Lo pakai parfum aroma cendana, yah?!" Kanselir berkacak pinggang sambil mendongak menatap Gunay yang jauh lebih tinggi darinya itu.

"Hm? Cendana? Gak tau, soalnya Kak Yanli yang beliin buat gue."

Gunay memasang tampang sok polos.

"Gak usah bohong! Jangan sok niru-niru Mirza, deh!" tukas Kanselir menunjuk hidung Gunay.

Mendengar Kanselir menyebut nama Mirza di depannya, Gunay menghela napas, bibirnya yang senantiasa tertarik ke atas itu perlahan turun.

"Siapa juga yang mau niru-niru dia." Setelah berucap begitu dengan nada datar, Gunay langsung membalik badan meninggalkan Kanselir dan menuju ke tempat duduknya.

Melihat perubahan cara bicara Gunay, Kanselir agak merasa heran, tak biasanya Gunay bicara dengan nada datar begitu, biasanya anak itu selalu berbicara dengan intonasi yang terkesan bersemangat atau mengejek walau dimaki-maki sekalipun. 

Barusan ini, dia kan hanya merasa tak terima dengan Gunay yang mengambil ciri khas Mirza. Apa yang salah dari ucapannya?

Apa dia marah?

Kanselir mencoba tak peduli, ia pun pergi keluar kelas mencari Yumna sahabatnya yang mungkin saja sedang tersesat di kantin.

Dimas yang sebenarnya menonton interaksi pemuda pemudi itu hanya bisa menepuk-nepuk pelan punggung Gunay, bermaksud untuk memberi petuah.

"Sabar ya, Bro. Gue tahu lo lagi berusaha, tapi ya jangan gitu juga kali. Jangan maksain banget buat lakuin apa yang dia suka, tapi untungnya dia gak peka, ya. Kalo gue yang punya kepekaan maksimum ini jadi dia, gue sih bakal nabok lo sambil bilang 'gak tau malu!!' "

Gunay mengerucutkan bibirnya, menatap sahabatnya yang tak berakhlak itu sambil berbicara lemah, "Kalo dia nolak gue, lo mau, gak?" tanya Gunay tiba-tiba.

Dimas tak paham maksud ucapan Gunay barusan, namun dia mulai merasa tidak enak, sepertinya orang sengklek satu ini akan mengucapkan kata-kata yang bodoh lagi. Ia pun bertanya balik, "Mau apa?"

Gunay terdiam sesaat, menatap Dimas lekat lalu mendekatkan wajahnya dan berbisik lembut ke telinga pemuda itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tentang Hati Yang Patah
459      335     0     
Short Story
Aku takut untuk terbangun, karena yang aku lihat bukan lagi kamu. Aku takut untuk memejam, karena saat terpejam aku tak ingin terbangun. Aku takut kepada kamu, karena segala ketakutanku.bersumber dari kamu. Aku takut akan kesepian, karena saat sepi aku merasa kehilangan. Aku takut akan kegelapan, karena saat gelap aku kehilangan harapan. Aku takut akan kehangatan, karena wajahmu yang a...
Nightmare
537      374     1     
Short Story
Ketika mimpi buruk datang mengusik, ia dihadapkan pada kenyataan tentang roh halus yang mengahantui. Sebuah 'dreamcatcher' sebagai penangkal hantu dan mimpi buruk diberikan. Tanpa ia tahu risiko sebenarnya. Pic Source : -kpop.asiachan.com/Ash3070 -pexels.com/pixabay Edited by : Picsart Cerita ini dibuat untuk mengikuti thwc18
Seberang Cakrawala
83      78     0     
Romance
sepasang kekasih menghabiskan sore berbadai itu dengan menyusuri cerukan rahasia di pulau tempat tinggal mereka untuk berkontemplasi
MONSTER
5515      1523     2     
Romance
Bagi seorang William Anantha yang selalu haus perhatian, perempuan buta seperti Gressy adalah tangga yang paling ampuh untuk membuat namanya melambung. Berbagai pujian datang menghiasi namanya begitu ia mengumumkan kabar hubungannya dengan Gressy. Tapi sayangnya William tak sadar si buta itu perlahan-lahan mengikatnya dalam kilat manik abu-abunya. Terlalu dalam, hingga William menghalalkan segala...
The Investigator : Jiwa yang Kembali
1762      707     5     
Horror
Mencari kebenaran atas semuanya. Juan Albert William sang penyidik senior di umurnya yang masih 23 tahun. Ia harus terbelenggu di sebuah gedung perpustakaan Universitas ternama di kota London. Gadis yang ceria, lugu mulai masuk kesebuah Universitas yang sangat di impikannya. Namun, Profesor Louis sang paman sempat melarangnya untuk masuk Universitas itu. Tapi Rose tetaplah Rose, akhirnya ia d...
Teacher's Love Story
2740      930     11     
Romance
"Dia terlihat bahagia ketika sedang bersamaku, tapi ternyata ia memikirkan hal lainnya." "Dia memberi tahu apa yang tidak kuketahui, namun sesungguhnya ia hanya menjalankan kewajibannya." Jika semua orang berkata bahwa Mr. James guru idaman, yeah... Byanca pun berpikir seperti itu. Mr. James, guru yang baru saja menjadi wali kelas Byanca sekaligus guru fisikanya, adalah gu...
Dessert
867      443     2     
Romance
Bagi Daisy perselingkuhan adalah kesalahan mutlak tak termaafkan. Dia mengutuk siapapun yang melakukannya. Termasuk jika kekasihnya Rama melakukan penghianatan. Namun dia tidak pernah menyadari bahwa sang editor yang lugas dan pandai berteman justru berpotensi merusak hubungannya. Bagaimana jika sebuah penghianatan tanpa Daisy sadari sedang dia lakukan. Apakah hubungannya dengan Rama akan terus b...
Luka di Atas Luka
399      262     0     
Short Story
DO NOT COPY MY STORY THANKS.
The Soul Of White Glass
411      292     0     
Short Story
Jika aku sudah berjalan, maka aku ingin kembali ke tempat dimana aku sekarang. Bukan hancur tak sengaja
My LIttle Hangga
736      469     3     
Short Story
Ini tentang Hangga, si pendek yang gak terlalu tampan dan berbeda dengan cowok SMA pada umunya. ini tentang Kencana, si jerapah yang berbadan bongsor dengan tinggi yang gak seperti cewek normal seusianya. namun, siapa sangka, mereka yang BEDA bisa terjerat dalam satu kisah cinta. penasaran?, baca!.