"Keberangkatannya jam berapa?" tanya Reno pada Kinara.
"Masih lama Pa, kita naik kereta malam." Kinar menjawab setelah menyesap segelas susu.
"Main di laut jangan lupa waktu! Angin laut gak bagus untuk kesehatan kamu."
"Siap bos! Laksanakan!" Kinara memberi hormat pada Reno mengundang tawa gemas dari pria itu.
"Jangan lupa hubungi Papa kalau udah di sana. Jangan pacarnya aja yang dikasih kabar."
"Ihh Papa!" Kinara memberengut membuat Reno dan Qya kembali tertawa puas.
"Tuh kan mukanya langsung merah, Pa," timpal Qya ikut menggoda adiknya.
Meja makan yang berisikan empat orang anggota keluarga itu seketika dipenuhi gelak tawa. Sedangkan Alan hanya melirik sekilas lalu menenggelamkan diri pada pikirannya sendiri.
Ada yang berbeda dari rumah mereka. Perubahan yang membuat Kinara begitu bahgia. Reno memutuskan untuk tinggal di Jakarta bersama anak-anaknya. Lalu Azqya ikut memilih pindah tugas di kota tersebut.
Semuanya mereka lakukan demi Kinara, demi kebahagiaan putri terakhir dalam keluarga mereka. Gadis itu sudah sangat menderita, kini saatnya mereka menciptakan kebahagiaan sederhana untuknya.
"Nanti Papa titip langsung ke anaknya Om Heri."
"Jangan! Kinar malu, Papa," rengek Kinara. Entah dari mana papanya bisa mengetahui ayah dari kekasihnya itu.
"Malu-malu tapi mau juga."
"Papa!"
"Sst! Habisin makannya, keburu di jemput pacar," ledek Qya kembali.
"Mana ada! Ihhh kakak!" Kinara memanyunkan bibir pura-pura marah pada kakaknya itu.
Namun jauh di dalam hatinya, kinara merasakan lega yang luar biasa. Entah berapa banyak syukur yang ia rapal dalam diamnya. Sudah begitu lama Kinara menantikan kehangatan seperti ini di dalam keluarganya. Sungguh, ia berharap tuhan berbaik hati untuk mengabadikan bahagianya.
Usai menghabiskan sarapannya, Kinara beranjak ke atas untuk mengemas barang bawaannya. Hari ini dirinya dan Vero akan mengisi liburan akhir tahun dengan berjalan-jalan ke luar Kota. Tidak hanya mereka, tetapi bersama Anna dan ketiga sahabat Vero. Para Kakak tingkatnya itu ingin bersenang-senang sebelum disibukkan dengan sederet tugas perkuliahan.
***
Yogyakarta, kota keraton yang dijuluki sebagai kota pelajar itu menjadi pelabuhan Vero dan teman-temannya melepas penat selama liburan semester.
Perjalanan panjang mereka ditempuh dengan menaiki kereta. Pukul sembilan malam, keenam remaja itu berangkat menuju stasiun untuk menaiki kereta menuju yogya.
Keadaan stasiun malam itu begitu ramai. Berhubung hari libur sekolah, ada banyak orang yang bepergian menaiki kendaraan umum tersebut.
Sampai di kereta, Kinara memilih duduk di dekat jendela bersama Anna di sebelahnya. Pun menyusul teman-temannya yang lain duduk saling berhadapan.
"Woi Kijang! Duduk yang bener! gue gak kebagian kursi anjir!" celetuk Galang.
"Siapa suruh dateng belakangan!" sengit Reyhan, sengaja melebarkan posisi duduknya.
Vero menyilangkan tangannya di depan dada sementara Dimas menyumpal telinganya dengan headset. Mereka malas menyikapi perdebatan kedua temannya itu.
"Gembel emang kalian! gue juga bayar kambing!" lengking Galang memebuat beberapa penumpang menoleh ke arah mereka.
"Mas, tolong suaranya dikecilin! Kamu kira ini taman kota! Anak saya gak bisa tidur!"
"Iih gak mau... gak suka gelay," celetuk galang yang langsung dihadiahi tatapan tajam dari suami sang Ibu.
"Mampus!" ledek Reyhan tertawa puas.
"Iya Bu, saya lupa ini Bioskop!"
"Maaf Bu, teman saya emang kurang ajar. Maklum kurang belaian mamah muda," celetuk Reyhan mengundang derai tawa dari teman-temannya.
"Anjir lo bangke!"
"Apa lo!" bentak Galang pada Kinara yang sedang menahan senyum.
Kinara menjulurkan lidah lalu berkata, "Udah galak, jelek, jomlo lagi!"
"Sialan Lo, mau gue lempar dari kereta?!"
"Hoaaamm!" Kinara menguap mengabaikan ocehan Galang.
Tidak banyak yang bisa mereka lakukan di bangku penumpang, mengingat hari sudah larut. Kinara pun tak leluasa memandang keluar jendela, karena suasana di luar benar-benar gelap hingga tak ada yang bisa dia lihat. Kinara memejamkan mata, sekian menit berikutnya ia terlelap.
Pagi harinya mereka telah sampai di stasiun tugu kota istimewa, yang dekat dengan jalan malioboro itu. Senang rasanya bisa bertemu plang bertulisan jalan malioboro yang sangat terkenal itu. jalan-jalan di sepanjang Malioboro cukup mengasyikan. Di sana banyak dijual souvenir, jajanan khas Yogya serta pertunjukan jalanan.
Malioboro tak pernah sepi dari pedagang dan pengunjung.
"Ini satu, Pak."
"Lima belas ribu, diskon dua ribu untuk cah ayu," ujar sang Bapak sambil menyerahkan Dream Catcher berwarna pelangi kepada Kinara.
Setelah sarapan dan memborong beberapa souvernir, Kinara dan teman-temannya memutuskan menaiki bus menuju rumah Eyang putri Anna. Mereka mau singgah sebentar di sana sekalian ingin meminjam mobil dari keluarga sahabatnya itu.
Selepas dari tempat itu, tujuan pertama mereka yaitu candi prambanan, candi yang terkenal seantero negeri. Perjalanan melelahkan itu terbayarkan dengan keindahan tempat bersejarah itu. Puas berkeliling candi prambanan, mereka melanjutkan untuk mengunjungi candi ratu boko. Candi yang terletak diarea perbukitan itu tak kalah indahnya dari prambanan. Sayang sekali mereka datang di siang hari. Andai mereka datang di waktu pagi atau sore, mungkin mereka bisa melihat sunrise dan sunset di tempat tersebut.
Candi Ratu Boko siang itu dipenuhi oleh banyak sekali wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Di Area itu sangat luas dan terdapat banyak sekali spot foto. Kinara mengambil beberapa potret dengan Anna dan temannya yang lain, di tempat bersejarah tersebut.
Tak terasa waktu semakin siang, badanpun mulai lelah namun semangat mereka masih berkobar. Mereka memutuskan untuk mengunjungi bukit panguk kediwung. Tiba di sana, mereka disambut semilir angin segar. Semburat jingga mulai terlihat di langit sore itu. Ada banyak pemandangan bukit hijau yang bisa mereka lihat dari kejauhan.
"Huh! Capek ya." Kinar berujar sembari mengelap keringatnya.
"Mau pulang?" tanya Vero.
Galang sontak menimpali"Baru nyampe ogeb!"
"Pengen ke hutan pinus." rengek Kinara.
Reyhan menepuk tanah di bawahnya sebelum duduk di sana. "Jauh Ki, mending duduk di sini sambil nunggu sunset."
"Tapi pengen, boleh ya." Kinara memasang puppy eyes nya kepada tiga kakak kelasnya itu.
"Anjir, jantung gue udah mau copot naik ke sini. Lo udah mau ngajak pergi aja."
"Itu mah derita, siapa suruh pobia ketinggian!" Kinar tertawa puas usai mengejek Galang yang mukanya sudah pucat pasi itu
"Ngomong lagi gue dorong dari atas sini lo!"
"Ishh! Kak Vero."
"Manja!" Sontak Vero melotot tajam pada Galang.
"Ampun boss! Hehe."
"Sukurin!" Kinar memeletkan lidahnya.
"Duhh gemes, pengen dorong orang dari bukit."
"Apa lo bilang?"
"Woi siapa yang ngomong?" Galang bertingkah bodoh dengan celingak celinguk.
"By the way gue gak mau nunggu di sini sampe sunset, mau liat sunsetnya di pantai aja ya," pinta Kinar pada Vero.
"Terserah, terserah, emang Lo doang yang liburan di sini iya terserah!"
"Ihh baperan! Wajar masih jomlo," ledek Kinara.
"Lo-"
"Tuh anak ngapain dah? Mereka pacaran? Asik banget dari tadi," celetuk Reyhan menginterupsi perkataan Galang. Kini semua mata memandang ke arah yang sama, dimana Anna dan Dimas begitu asik mengambil foto selfi di ujung sana.
"Wah diem-diem ada batu di balik udang!"
"Kebalik kak Galang!"
"Diem gak!-" Vero melotot tajam. "Ehee.. Ampun boss." Galang kembali cengengesan.
Lelah berkeliling mereka memutuskan langsung ke penginapan untuk beristirahat. Sebenarnya mereka bisa saja menginap di rumah Eyang Anna, rumahnya cukup besar untuk menampung mereka semua. Tetapi karena rumah tersebut lumayan jauh dari area pantai, mereka memutuskan untuk beristirahat di penginapan.
Debur ombak mengisi indra pendengaran Kinara ketika sampai di area pantai. Masih ada sekitar satu jam sebelum matahari terbenam. Itu artinya mereka masih bisa menyaksikan sunset di sana.
Usai membersihkan diri, Kinar keluar dari Kamar menyusul teman-temannya yang sudah berhamburan di pesisir pantai. Kinara tersenyum sembari menjejakkan kaki telanjangnya di pasir putih. Udara semakin dingin menjelang tenggelamnya mentari.
"Hai!" sapa Kinar duduk di sebelah Vero.
"Kak Vero tau gak?"
"Enggak!"
"Dengerin dulu!"
"Iya, apa sayang?" Vero menyelipkan helai rambut kinar yang diterbangkan angin.
"Dulu, gue pengen banget bisa ngeliat sunset sama Mama, Papa, Kakak dan Abang," ungkap Kinar dengan mata menerawang jauh.
"Terus?"
Kinar tersenyum tipis. "Sampai Mama meninggal keinginan gue gak pernah terwujud."
Vero mengulurkan tangan, merangkul Kinara dan meletakkan kepala gadis itu di pundaknya.
"Sekarang lo tutup mata, bayangin Mama dan seluruh keluarga lo ada di tempat ini."
Kinar menggeleng. "Tetap aja gak nyata. Gak apa-apa Kak. Gue udah bahagia kok karena sekarang bisa ngeliat sunset sama orang yang gue sayang."
"I Love you." Perasaan hangat itu kembali hadir menyelimuti hati Kinara.