Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mendung (Eccedentesiast)
MENU
About Us  

"Tuhan sudikah Kau mengabulkan satu pintaku? Jangan renggut lagi mereka yang berharga untukku."

****

Langit sudah di dominasi gelap, tetapi Vero belum berniat mengajak Kinara pulang. Cowok itu melajukan mobilnya menuju Bogor. Semula Kinara mengira Vero akan membawanya ke puncak, ternyata mobil mereka berhenti di depan sebuah bangunan luas dengan plang bertuliskan 'Rumah Kasih'. Kinara menoleh dengan tatapan penuh tanya yang dijawab Vero dengan senyuman singkat.

Dari dalam rumah besar itu keluar seorang wanita paruh baya.

"Awan," ujar wanita itu sontak memeluk Vero erat.

Selang beberapa detik Vero mengurai pelukan itu beralih menatap Kinara yang masih mematung.

"Bunda kenalin, ini Kinara pacarnya Awan."

Kinara tersenyum canggung sembari mencium punggung tangan Suci.

"Wah cantik sekali pacarnya Awan." Kinara mengernyit mendengar nama itu kembali disebut membuat Suci langsung meralat, "Vero maksud Bunda."

"Ayo masuk," ujar Suci yang tersenyum sembari mempersilahkan mereka masuk.

Kinar menghempaskan kepalanya pada sandaran kursi lalu memejamkan mata. Ada banyak pertanyaan yang berputar di benaknya, namun Kinara merasa tidak pantas untuk mengungkapkannya.

Sebuah selimut menyentuh bahunya, Kinara melirik sekilas. Lalu Vero duduk di sampingnya memberikan mug berisi coklat panas.

"Istirahat dulu, udah malem kalau mau pulang ke jakarta." Kinara tersenyum.

Pelan-pelan Vero memejamkan mata, ada sesak yang bergumul di dalam dadanya. Suara anak kecil, ayunan yang tertiup angin, pintu pondok yang berderit serta barisan kayu tua memenuhi kepala Vero. Ada rindu dan sesal yang bercampur menjadi satu. Vero melepaskan napas berat, berusaha mengurai satu persatu kenangan yang menjeratnya.

Di sebelahnya mata Kinara tak lepas dari wajah dengan mata tertutup itu. Entah mengapa ada yang aneh dari raut itu, Kinara bisa melihat kerinduan dan kesedihan dalam lekuk pemuda itu. Seakan ada beban berat yang tengah dipikulnya, seolah luka tersimpan rapat di dalam sana.

Tangan Kinara terulur namun terhenti ketika Vero menangkap pergelangan tangannya. Cowok itu membawa tangan Kinara dalam genggaman kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Kinara.

"Sebentar saja," lirihnya dengan mata terpejam.

Lima menit berlalu, Vero bangkit dan melepaskan tangan Kinara. "Kalau mau istirahat ada kamar di sebelah kanan."

Selepas berujar Vero menghilang dari pandangan Kinara.

"Lho.. masih di sini?" Suci muncul dari dari arah dapur.

Kinara meminta Suci duduk dengan isyarat mata. "Bunda, apa boleh Kinara bertanya?"

"Apa saja Nak, selagi Bunda punya jawabannya."

"Kak Vero." Kinara menjeda, namun Suci langsung mengerti arah pembicaraan Kinara, perempuan paruh baya itu tersenyum.

"Nama lahirnya Awan Prasetya, dia datang ke Panti saat usianya enam tahun. Ibunya meninggalkan Awan di sini dengan alasan yang tidak Bunda ketahui." Suci menjeda.

"Sejak datang ke sini, Awan tidak mau berbicara dengan siapapun. Dia selalu murung dan menyendiri, tidak ada orang yang mau dia jadikan teman. Di belakang Panti ada pondok kecil di bawah pohon trembesi. Tempat itu menjadi milik pribadi Awan sejak kecil dan tidak ada yang boleh datang ke sana. Awan sangat suka tempat itu, karenanya Bunda memberi pondok itu di hari ulang tahunnya. Sebenarnya Bunda tidak tahu tanggal kelahiran Awan, tapi Bunda menerapkan tanggal kedatangan mereka sebagai hari lahir anak-anak panti." Suci mengusap air mata dengan punggung tangannya, matanya menerawang jauh seakan jiwa nya sedang berpetualang menjelajah waktu.

"Awan tetap seperti itu sampai ia bertemu seorang anak perempuan di Pondok kayu. Namanya Karisha, anak dari salah satu donatur Rumah Kasih." Kinara tersentak mendengar nama itu.

"Lalu apa yang terjadi Bunda?"

"Waktu itu Awan memarahi Karisha saat ingin bermain di Pondok, lalu keesokan harinya Karisha demam tinggi membuat Awan merasa sangat bersalah. Setelah hari itu, Karisha menjadi satu-satunya sahabat yang Awan punya. Mereka sangat dekat melebihi saudara. Awan selalu menjaga dan melindungi Karisha dari apapun, hingga akhirnya Tante Karisha mengadopsi Awan dan membawanya pindah ke Jakarta."

"Setelah itu apa lagi Bunda?" Tanya Kinara masih penasaran.

"Bunda tidak tahu perkembangan mereka setelah itu, yang Bunda tahu tiga tahun lalu Karisha meninggal dalam kecelakaan mobil."

"Maaf Bunda."

"Nggak apa apa sayang, sekarang Bunda sudah lebih tenang. Awan punya kamu untuk berada di sisinya, jangan tinggalkan dia Kinar, berjanjilah." Suci membawa Kinara ke dalam dekapan.

****

Kinara mengerjapkan mata menyambut sinar lampu kendaraan yang menyilaukan. Dia berada di tengah jalan dengan belasan kendaraan yang berlalu lalang. Kinar merasakan sesak di dadanya, kepalanya berdenyut nyeri. Ada sakit yang meremasnya kuat mengantarnya ke ambang kematian.

Klakson kendaraan terdengar nyaring seiring ledakan yang menguar di atas kepala. Suara teriakan terdengar di sepanjang jalan, Kinara memejamkan mata. Dari arah kiri muncul mobil bak yang siap menghantamnya ketika sebuah tangan justru menariknya ke belakang. Sepersekian detik Kinara jatuh terduduk di aspal, anak lelaki itu memaki dan membentaknya nyaring. Kinara menangis, ada gemuruh hebat di dalam dadanya. Ia berharap ada waktu satu detik sebelum tangan itu menariknya agar kematian segera menyapa.

Helaan napas terdengar di dalam sebuah kamar, Kinara baru saja terlempar dari alam bawah sadar. Perlahan Kinara menguraikan napasnya, sudah jarang ia bermimpi buruk belakangan ini. Tetapi mengapa kejadian malam itu yang dimimpikannya? Mengapa bukan detik kematian mamanya? Malam ini untuk pertama kalinya kejadian tiga tahun silam muncul di dalam tidurnya.

Pukul dua dini hari, Kinara perlu mencuci muka. Kinara lantas bangkit menuju kamar mandi, ruangan panjang yang di dilaluinya begitu gelap. Kinara menghidupkan lampu senter dari ponselnya karena tidak tahu letak saklar di ruangan ini. Setelah keluar dari kamar mandi ada yang menarik perhatiannya, dari jendela dapur siluet seseorang terlihat dari halaman belakang.
Pelan Kinara melangkahkan kakinya ke luar rumah, angin malam yang menyambutnya. Kinara belari menuju halaman belakang tempat Vero duduk seorang diri.

"Kak Vero ngapain di sini?"

"Duduk."

"Itu gue tau, gak ngantuk emangnya?" Vero tersenyum, tangannya terulur mengacak anak rambut Kinara.

"Lo ngapain ke sini?"

"Mimpi buruk, gak bisa tidur lagi. Ini gak bisa masuk emang?" Kinara bertanya sambil menunjuk pondok kecil yang diceritakan Bunda Suci tadi malam.

"Pintunya di kunci."

"Kenapa gak dibuka?"

"Bawel, kuncinya ilang." Kinar mengangguk-anggukan kepala.

"Mau ngeliat bintang?"

"Boleh." Kinara pikir Vero akan mengajaknya tidur di atas rumput sambil memandang langit malam, namun ternyata cowok itu bangkit mengajaknya pergi entah kemana.

Seketika ia memberengut. 'gak romantis ih'

Setelah keluar dari halaman panti, Mereka terus berjalan melintasi jalan kecil hingga tiba di sebuah bukit.

Vero menyampirkan jaketnya di pundak Kinara. "Di sini jauh lebih dingin."

"Kak Vero Lo gak mau macem-macem kan di sini?" Kinara bertanya takut.

"Contohnya?" Vero mengerling jahil.

"Ya dorong gue dari atas bukit misalnya." Sontak Vero mengacak puncak kepala Kinara gemas. Definisi 'macam-macam' menurut Kinara sepolos itu. Vero tersenyum memandangi Kinara yang masih mengerucutkan bibir.

"Liat ke atas."

Kinar terkesima detik itu juga. Di atas mereka jutaan bintang berpijar indah, langit malam di sini nampak lebih luas dan terang dari yang mereka lihat di langit jakarta.

Kinara tersenyum takjub, matanya berbinar bak taburan bintang di langit malam.

"Bagus banget Kak Vero."

"Lo suka bintang apa?"

Kinara menolehkan kepalanya sembari berpikir sejenak. "Gue buta perbintangan, yang Gue tau cuma aldebaran sama kejora. Itu pun dari novel dan lagu pengantar tidur yang sering yg dinyanyiin Mama waktu gue kecil."

Vero menatap tepat ke manik gadis itu. "Lo lebih dari kejora buat gue Ki. Tapi gue harap lo gak bernasib sama seperti Kejora dan sirius yang dulu gue punya."

"Maksudnya? Sirius apa? Kak Vero gak asik banget ih! Jangan bahas yang gue paham napa?" sungut Kinara sebal sekaligus penasaran.

Apa bedanya kejora dan sirius dengan bintang lainnya? Lalu mengapa Vero menyamakannya dengan benda langit tersebut?

Vero menatap Kinara dalam. "Sirius adalah bintang yang paling terang."

"Lah bagus dong kalo gue jadi yang paling terang di hidup Kak Vero?" Kinara cengengesan, mengalihkan tatapan ke langit malam.

"Sesuatu yang bersinar paling terang membutuhkan energi yang lebih besar, sehingga ia lebih cepat menghilang. Gue pernah memilikinya, lalu ia hilang."

Kinara menahan napas, sesak menyelimuti ketika Vero membicarakan lukanya. Siapa bintang paling bersinar yang telah pergi dari hidup pemuda itu? Pikiran Kinara hanya tertuju pada satu nama, Karisha.

"Kak Vero kangen Dia?" Mendengar pertanyaan Kinara senyum Vero seketika menghilang.

Kinar menoleh hanya untuk mendapati tatapan penuh luka yang dipancarkan mata gelap itu. "Maaf," ujar Kinara lemah.

"Nggak apa-apa, lo udah tau banyak Ki." Vero kembali tersenyum.

"Sebelumnya nggak satu hari pun gue lewati tanpa rasa bersalah dan penyesalan. Dia meninggal tepat di mata gue, dan karena kesalahan gue juga."

Pandangan Kinara memburam seolah merasakan sakit yang sama. Ia kira Vero tidak akan melanjutkan kalimatnya, tetapi ternyata pemuda itu telah membuka lebar area terentan nya pada Kinara.

"Gue bukan anak dari keluarga yang bahagia Ki, gue gak pernah diinginkan di dunia ini sampai orang tua gue tega membuang anaknya ke panti. Saat itu gue gak punya seorang pun untuk berlindung dan mengadu atas semua sakit yang gue rasa. Tapi dia datang di saat gue mengira dunia gak lagi punya tempat buat gue. Dia menjadi satu-satunya tempat gue lari dari kesakitan. Tapi dengan bodohnya gue membiarkan dia memilih keputusan yang gak bisa dibenarkan alam. Gue pergi saat dia sangat ngebutuhin gue sampai akhirnya dia pergi untuk selamanya," urai Vero dengan suara parau.

Sejujurnya ada sesak yang menjalar kala Vero menceritakan gadis yang sangat berarti di hidupnya. Namun Kinara mencoba untuk tau diri, bukan saatnya cemburu bersarang.

"Sorry for hear that Kak." Kinara menggenggam erat jari jemari Vero berusaha menyalurkan kekuatan.

"Apapun itu takdir yang mengatur, dia meninggal bukan karena Kakak tapi karena kecelakaan yang yang menjadi perantara takdir."

"Bagi semua orang itu kecelakaan tapi nggak untuk gue Ki. Karena gue satu-satunya orang yang menyaksikan bagaimana dia dengan sengaja melangkahkan kaki ke jalanan. Dan sampai sekarang nggak ada yang tau kejadian sebenarnya, gue terlalu takut kebenaran akan menghancurkan semua orang."

Napas Kinara tercekat, pernyataan Vero sungguh menyayat dadanya. Kematian yang selama ini diketahui sebagai kecelakaan ternyata itu percobaan bunuh diri. Kebenaran itu menamparnya keras-keras, Kinara mengingat betapa sering ia memikirkan untuk mengakhiri hidup dengan cara seperti itu.

"Itu sepenuhnya salah gue Ki, seharusnya gue bisa sampai lebih awal sebelum tubuh itu rebah di aspal. Seharusnya gue bisa menarik tangan itu dan menahannya untuk tidak bertindak bodoh. Seharusnya malam itu gue lebih mementingkan karisha daripada orang yang sama sekali gak gue kenal."

"Udah Kak jangan bicara lagi." Kinara mengusap punggung Vero yang Kini terisak penuh prustasi.

"Seandainya gue diberi waktu lima detik mungkin raga itu masih menghuni bumi hingga kini. Malam itu kesalahan terbesar yang gak pernah bisa termaafkan."

Kinara merangkul bahu Vero, menempatkan kepala cowok itu di bahunya.

"Sebenernya hari ini ulang tahun gue," Vero menjeda menciptakan tanya di raut wajah Kinara. Gadis itu baru tahu jika cowok yang berada di sebelahnya berulang tahun di bulan November bukannya April.

"Gak ada yang tahu hal ini karena gue benci hari lahir gue, karena gue hanya akan ingat darimana gue berasal."

Napas Kinara lagi-lagi tercekat. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Bibirnya hanya bisa menyuarakan doa dan ucapan. "Happy birthday, semoga bahagia selalu melingkupi Kak Vero."

"Aamiin, apa gue boleh minta sesuatu dari lo?" Kinara membalas dengan anggukan kepala.

"Jangan tinggalin gue, jangan sakit dan jangan mati di depan gue."

Air mata Kinara merembes saat itu juga. "I Promise."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Take My Heart, Mr. Doctor!
5756      1787     2     
Romance
Devana Putri Aryan, seorang gadis remaja pelajar kelas 3 SMA. Ia suka sekali membaca novel. Terkadang ia berharap kisah cintanya bisa seindah kisah di novel-novel yang ia baca. Takdir hidupnya mempertemukan Deva dengan seorang lelaki yang senantiasa menjaganya dan selalu jadi obat untuk kesakitannya. Seorang dokter muda tampan bernama Aditya Iqbal Maulana. Dokter Iqbal berusaha keras agar s...
ASA
4420      1500     0     
Romance
Ketika Rachel membuka mata, betapa terkejutnya ia mendapati kenyataan di hadapannya berubah drastis. Kerinduannya hanya satu, yaitu bertemu dengan orang-orang yang ia sayangi. Namun, Rachel hanya diberi kesempatan selama 40 hari untuk memilih. Rachel harus bisa memilih antara Cinta atau Kebencian. Ini keputusan sulit yang harus dipilihnya. Mampukah Rachel memilih salah satunya sebelum waktunya ha...
Premium
Titik Kembali
5139      1600     16     
Romance
Demi membantu sebuah keluarga menutupi aib mereka, Bella Sita Hanivia merelakan dirinya menjadi pengantin dari seseorang lelaki yang tidak begitu dikenalnya. Sementara itu, Rama Permana mencoba menerima takdirnya menikahi gadis asing itu. Mereka berjanji akan saling berpisah sampai kekasih dari Rama ditemukan. Akankah mereka berpisah tanpa ada rasa? Apakah sebenarnya alasan Bella rela menghabi...
I love you & I lost you
5957      2261     4     
Romance
Kehidupan Arina berubah 180 derajat bukan hanya karena bisnis ayahnya yang hancur, keluarganya pun ikut hancur. orang tuanya bercerai dan Arina hanya tinggal bersama adiknya di rumah, ayahnya yang harus dirawat karena mengalami depresi berat. Di tengah hancurnya keluarganya, Arina bertemu kembali dengan teman kecilnya, Arkan. Bertemunya kembali mereka membuka sebuah lembaran asmara, namun apa...
FIREWORKS
459      324     1     
Fan Fiction
Semua orang pasti memiliki kisah sedih dan bahagia tersendiri yang membentuk sejarah kehidupan setiap orang. Sama halnya seperti Suhyon. Suhyon adalah seorang remaja berusia 12 tahun yang terlahir dari keluarga yang kurang bahagia. Orang tuanya selalu saja bertengkar. Mamanya hanya menyayangi kedua adiknya semata-mata karena Suhyon merupakan anak adopsi. Berbeda dengan papanya, ...
MAMPU
6393      2216     0     
Romance
Cerita ini didedikasikan untuk kalian yang pernah punya teman di masa kecil dan tinggalnya bertetanggaan. Itulah yang dialami oleh Andira, dia punya teman masa kecil yang bernama Anandra. Suatu hari mereka berpisah, tapi kemudian bertemu lagi setelah bertahun-tahun terlewat begitu saja. Mereka bisa saling mengungkapkan rasa rindu, tapi sayang. Anandra salah paham dan menganggap kalau Andira punya...
Premium
Dunia Tanpa Gadget
10678      2813     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
The Black Heart
1287      735     0     
Action
Cinta? Omong kosong! Rosita. Hatinya telah menghitam karena tragedi di masa kecil. Rasa empati menguap lalu lenyap ditelan kegelapan. Hobinya menulis. Tapi bukan sekadar menulis. Dia terobsesi dengan true story. Menciptakan karakter dan alur cerita di kehidupan nyata.
Violet, Gadis yang Ingin Mati
5236      1642     1     
Romance
Violet cuma remaja biasa yang ingin menikmati hidupnya dengan normal. Namun, dunianya mulai runtuh saat orang tuanya bercerai dan orang-orang di sekolah mulai menindasnya. Violet merasa sendirian dan kesepian. Rasanya, dia ingin mati saja.
Through This Letter (Sudah Terbit / Open PO)
4698      1393     0     
Romance
Dia—pacarku—memang seperti itu. Terkadang menyebalkan, jail, sampai-sampai buatku marah. Dan, coba tebak apa yang selalu dia lakukan untuk mengembalikan suasana hatiku? Dia, akan mengirimkanku sebuah surat. Benar-benar berbentuk surat. Di tengah-tengah zaman yang sudah secanggih ini, dia justru lebih memilih menulis sendiri di atas secarik kertas putih, kemudian dimasukkan ke dalam sebuah a...