Piknik kali ini berbeda dengan yang dilakukan Lili sebelum-sebeleumnya. Entah mengapa Lili sangat ingin mengajak semua sahabatnya untuk pergi piknik bersama. Tentu saja Rae, Andreas, dan Xander juga Lili aja untuk piknik bersama. Dirinya kini tengah mempersiapkan makanan yang akan ia bawa untuk piknik bersama sahabat-sahabatnya.
Kebetulan juga Alaric bari saja kembali dari Jerman, pemuda itu tengah menikmati liburan musim dinginnya. Tentu saja Alaric diajak oleh Lili untuk piknik bersama, kakak sulungnya itu terlihat sangat bersemangat saat Lili berkata bahwa ia akan mengenalkan sahabat serta pacarnya saat piknik nanti.
Kali ini dirinya tak dijemput oleh Chiv, dirinya akan berangkat bersama kakaknya sedangkan Chiv akan berangkat bersama sang adik. Pada awalnya Chiv ingin menjemput dirinya namun Lili berkata jika dirinya dapat berangkat dengan sang kakak, lagipula jika Chiv berangkat dengannya lalu bagaimana dengan Rae nantinya.
Sesaat mobil terbaru keluaran Jerman itu terparkir di parkiran taman, Lili dapat melihat motor Bio serta mobil milik Xander dan Ven, sepertinya Lyn berangkat dengan sang kakak sebab dirinya tak melihat mobil putih milik Lyn. Setelah turun dari mobil, Lili kemudian berjalan santai ke arah para sahabatnya dengan menenteng keranjang piknik penuh dengan makanan.
“Sorry gue telat.”
Baru saja Lili akan duduk, suara Chiv mengalihkan perhatiannya, membuat dirinya menoleh ke arah kekasihnya yang baru saja datang dengan adiknya. Terlihat Chiv juga menenteng keranjang piknik yang penuh dengan snack untuk menemani piknik mereka. Di meja piknik sudah terdapat empat botol minuman bersoda yang dibawa oleh Bio tadi.
“Kayaknya kurang satu nih?” ucap Lili.
“Eh, si Han mana? Nggak biasanya anjir.” celetuk Ven.
“Anjer capek banget gue.” ucap Han yang baru saja datang dengan nafas yang terengah-engah.
“Lo kenapa anjir, kek dikejar nenek lampir aja.” tanya Chiv.
“Emang iya anjir, gue geli bet anjeng.” rengut Han.
“Maksudnya lo dikejar sama si Lela lagi kali ini?” tanya Ven.
“Iya anjir, nggak ada kelarnya itu cewek, geli banget gue.”
“Udah-udah, oh iya, kenalin, ini Bang Al, abang gue.” ucap Lili sambil menunjuk ke arah Alaric.
“Kenalin, nama gue Alaric Wagner, panggil aja Al, gue empat tingkat di atas kalian. Salam kenal.” ucap Alaric.
“Bang Al, ini nggak cuma anak-anak kelas sepuluh please, ada Bang Andreas sama Bang Xander. Bang Andreas kelas sebelas, kalau bang Xander kelas duabelas.” ucap Lili.
“Owalah, gue kira pertemanan lo cuma anak-anak kelas sepuluh dek.”
“Nggak sekecil itu ya bang, enak aja lo ngatain gue.”
“Ngga papa Li, santai aja, kenalin gue Xander Sachdev, ini adek pertama gue Andreas Sachdev, kalo yang duduk di samping adek lo itu adek bungsu gue, Vabiola Sachdev, salam kenal bang.” ujar Xander sambil memeperkenalkan adik-adiknya.
“Gue Chivalry Dananjaya, Lili pasti udah cerita soal gue ke lo kan, kalo ini Raeleen Dananjaya, adek gue, salam kenal bang.”
“Gue Venturo Maccario, ini Daelyn Maccario, adek gue, salam kenal bang.”
“Kenalin bang, gue Earlane Wagindra, salam kenal bang.”
“Gue Gabhan Marteen, panggi aja Han, salam kenal bang.”
“Dah-dah, kita buka sekarang makanan sama minumannya.” ucap Lili.
Mereka semua kemudian membongkar makanan yang dibawa oleh masing-masing dan menatanya dengan rapih di meja piknik. Kini meja yang tadinya kosong dan hanya dihubi oleh empat botol minuman bersoda itu telah penuh dengan makanan. Mereka melanjutkan acara mereka, bernyanyi, bermain kartu, ataupun bermain tebak kata.
Canda tawa kini dapat terdengar oleh orang-orang yang jaraknya cukup dekat dengan meja mereka, penuh kebahagiaan serta aura kerukunan yang erat. Tak lama kemudian Ven tiba-tiba menggebrak meja, membuat yang lain terkejut dengan tindakannya yang tiba-tiba itu, apalagi pemuda itu kini tengah memegang ponselnya, membuat Lyn mengira jika kembarannya itu memeiliki ide aneh lagi.
“Ternyata ada lapangan basket di taman ini coy, baru tau gue anjir.” seru Ven yang membuat para pemain basket itu terkejut bukan main. Mereka semua sudah sering pergi ke taman ini namun baru mengetahui jika taman ini memiliki lapangan basket.
“Dimana dah? Kok gue nggak pernah liat anjir.” ucap Bio.
“Kalo dari map sih nggak jauh dari kursi kita, mau nyari?” tanya Ven.
“Yok lah, pengen main basket gue.” celetuk Chiv.
“Terus bola dari mana dongo, kan kita nggak nyiapin bola tadi.” tanya Han.
“Tenang, gue bawa kok.” ujar Chiv sambil mengeluarkan bola basket miliknya.
“Rae, abang lo bener-bener bawa kantong doraemon kayaknya, apa aja ada anjir.” ucap Han.
“Udah-udah, ayok cari.”
Mereka semua kemudian mencari keberadaan lapangan tersebut dan menemukan bahwa lapangan tersebut selama ini tertutupi oleh tanaman pagar yang terlalu tinggi sehingga tidak dapat terlihat dari tempat yang biasa mereka kunjungi untuk bermain di taman ini.
Lapangannya cukup terawat, mungkin karena para penduduk di sekitar sini banyak terdapat pemuda yang suka bermain basket dan mereka sering menggunakan lapangan ini untuk bermain. Mereka kemudian melakukan pemanasan dan mulai mengitari lapangan.
“Okey, gue jadi wasitnya gimana?” ucap Alaric, pemuda itu tak bisa bermain basket sebab kakinya belum sembuh dari cideranya tahun lalu.
“Okey, siapa yang kalah harus beli ice cream buat kita semua, gimana?” ucap Ven.
“Setuju aja sih gue, lumayan kan panas-panas begini.” ujar Chiv.
Bola telah melambung, Chiv adalah orang yang pertaman kali memegang bola. Pemuda itu kemudian segera menangkap dan mengoper bola tersebut ke Ven. Permainan berlangsung ketat, kedua tim sama-sama tidak membiarkan ring mereka kebobolan. Dribble, shoot, defense, stealing, dan teknik-teknik basket lainnya mereka keluarkan secara maksimal.
Kedua tim terlihat beradu strategi yang menurut Alaric sama-sama cerdik. Bahkan di menit ke lima, kedua ring sama-sama belum kemasukan meskipun mereka memiiki shooting guard yang sama-sama hebat, namun lemparan mereka masih bisa dipatahkan oleh defense masing-masing tim.
Poin pertama dibuat oleh tim Chiv, membuat permainan semakin panas. Bio sendiri tak ingin mengalah meskipun dirinya adalah satu-satunya perempuan di lapangan tersebut. Dengan taktik baru, tim Bio dapat mengejar ketertinggalan mereka.
97-112, tim Bio menang melawan tim Chiv, membuat Chiv mau tak mau harus membelikan ice cream untuk mereka semua seperti ketentuan awal. Awalnya Chiv mengira tim Bio tak akan menang sebab kedua kakak Bio bukan anggota klub basket, namun sepertinya perkiraannya salah besar. Mereka kemudian kembali ke meja piknik mereka dan mengistirahatkan badan mereka.
“Rasanya sama semua kan? Coklat?” tanya Chiv.
“Iya Chiv, dah sana, panas coy.” usir Han.
“Bacot awakmu, nggak gue beliin tau rasa lo.”
“Udah nggak usah ribut, Chiv, ayo gue temenin, biar yang lain nunggu di sini.” ucap Lili.
“Yok.” Pemuda itu kemudian menggandeng Lili. Mereka semua hanya menggelengkan kepala mereka saat melihat keduanya bergandenga tangan, seperti orang yang mau menyeberang saja, batin mereka.
Bio adalah orang yang pertama kali melihat sebuah mobil sport berwarna hitam melaju kencang ke arah keduanya yang akan menyeberang. Dengan cepat Bio berlari ke arah keduanya, membuat sahabat serta kedua kakanya kebingungann dengan tindakan Bio yang tiba-tiba itu.
Chiv menyadari ada yang tidak benar dengan mobil sport hitam lalu mendorong Lili ke arah pinggir jalan untuk menyelamatkannya. Namun belum sempat mobil sport itu menabrak Chiv, pemuda itu terlebih dahulu ditarik oleh Bio dan berakhir gadis itu ditabrak oleh mobil tersebut.
Mereka semua terdiam membeku, tak sanggup berkata-kata saat melihat tubuh bersimbah darah milik Bio tergeletak di tengah jalan. Kesadaran mereka baru saja kembali saat mendengar suara teriakan Lili dan suara mobil menabrak sebuah pohon. Dengan tangan yang bergetar, Lili berlari terseok-seok menghampiri tubuh sahabatnya yang kini memucat.
Lili terus merapalkan doa-doa, memohon pada Sang Maha Kuasa untuk memberi Bio kesempatan untuk hidup. Terlihat Bio tengah berusaha menaikkan tangannya untuk mengusap air mata yang keluar deras dari ujung mata Lili. Tertutup sudah mata Bio, membuat Lili panik dan berusaha membangunkan sahabatnya itu.
Xander dan Andreas melangkah dengan gontai, berusaha menghampiri sang adik yang entah mengapa serasa jauh dan berat sekali kaki mereka untuk berjalan. Xander berlutut di depan Lili, memohon pada gadis itu untuk memberikan sang adik padanya. Pemuda itu mengusap lembut wajah sang adik yang kini tak memiliki rona sama sekali. dirinya kemudian menenggelamkan kepala sang adik di ceruk lehernya, seolah mempersilahkan gadis itu untuk tidur dengan nyaman.
“Sleep well, our lil baby.”
Andreas sendiri tak mampu berkata apapun, sang adik, gadis yang dulu ia caci maki kini telah tiada dihadapannya saat dirinya sudah mulai dekat dengannya. Lane dan Lyn yang terduduk di kejauhan mulai bangkit, mendekat ke arah Bio yang kini sudah tertidur lelap, meninggalkan segala kehidupan miliknya.
“Bi, lo janji sama gue kalau lo bakalan bawa gue ke Semarang loh Bi, masa lo mau tidur gitu aja.” ujar Lyn dengan bibir yang bergetar menahan tangis.
“Lane, Bio bohong sama gue masa, katanya mau ke Semarang, kok dia tidur Lane, mana Bio yang gue kenal, Bio yang nggak pernah ngingkarin janji dia.” Lane kini tak kuasa menahan tangisnya, gadis itu kemudian merengkuh Lyn, memeluk gadis itu erat. Tangis Lyn pecah saat Lane tak menjawab pertanyaannya.
“Bi, bangun yuk, kita ke Semarang sekarang aja gimana? Gue, Lyn sama Lane nggak sabar buat pergi ke Semarang sama lo.” ujar Lili sambil menangisi sahabatnya itu. Chiv langsung memeluk gadisnya, berusaha menenangkannya, sedangkan Rae yang shock kini tengah ditenangkan oleh Alaric.
Seorang pemuda keluar dari mobil yang sudah ringsek di bagian depan itu menatap pemandangan dihadapannya dengan tatapan tak percaya. Pemuda itu kemudian mengalihkan tatapannya pada Chiv yang kini tengah memeluk Lili.
“Nggak, nggak, harusnya lo yang mati, harusnya lo yanga mati Chivalry Dananjaya!!! Harusnya lo!!! Bukan cewek itu!!!” serunya menarik atensi Han yang masih shock.
“Lo!!!” Han berlari ke arah pemuda tersebut dan langsung melayangkan pukulan keras ke wajah pemuda tersebut.
“Bangsat!!! Hadden bangsat!!! Lo anjing!!! Pembunuh!!!” seru Han sambil terus memukuli Hadden. Hal tersebut menarik perhatian Andreas yang kini dikuasai oleh amarah. Pemuda itu berjalan dengan langkah lebar ke arah Hadden yang kini telentang di aspal karena terus dipukuli oleh Han.
“Balikin nyawa adek gue bajingan!!!” Dengan kasar Andreas menyingkirkan tubuh Han dan memukuli Hadden dengan brutal.
“Andreas.” Panggil Xander yang tak juga di sahuti oleh pemuda itu.
“Andreas Sachdev!!! Berhenti sekarang, kita bawa pulang Bio!!!” seru Xander. Andreas kemudian berhenti dan meninggalkan pemuda itu begitu saja. Sedangkan Han kemudian menelpon kantor kepolisian untuk membawa Hadden yang kini tak berdaya dan terus menggumamkan kata yang sama.
“Harusnya lo yang mati, Chivalry Dananjaya.”
Hari yang seharusnya menjadi hari kebahagian mereka malah berubah menjadi petaka. Hari dimana seharusnya mereka pulang dengan tawa dan gembira serta badan yang sehat malah berubah menjadi duka menyelimuti mereka. Bio berpulang, bahkan sebelum dirinya dapat diselamatkan.
Hanya karena cinta membuat hati serta pikiran manusia menjadi gelap dan berubah menjadi iblis yang menjelma menjadi manusia. Cinta yang ditolak bukan berarti tak ada kesempatan lainnya, cinta yang ditolak berarti dia bukanlah pasanganmu.
Hadden sendiri telah dibutakan oleh rasa cinta yang berubah menjadi obsesi di hati serta pikirannya. Kedua tempat tersebut telah mengubah dirinya menjadi iblis yang menjerlam menjadi manusia hanya untuk mendapatkan cinta sebelah tangannya itu.
Kedua sahabat Hadden bahkan sudah berusaha untuk menasehati pemuda itu, namun hati dan pikirannya telah tertutup, membuat setiap perkataan dari kedua sahabatnya menjadi tidak berguna. Obsesi itu menjadi racun yang terus tumbuh di hati Hadden.
Buah dari rasa obsesi Hadden adalah kematian seseorang yang bahkan bukan targetnya. Bio berpulang demi menyelamatkan kebahagiaan Lili, namun Lili harus merekalakan satu sahabatnya yang harus berpulang terlebih dahulu dari mereka. Xander dan Andreas harus kehilangan adik yang baru saja dapat bersatu dengan mereka setelah kesalahpahaman panjang. Rae harus kehilangan sosok kakak perempuan yang dulu selalu bersama dengannya. Lyn, Lane, Ven, dan Han kehilangan sosok gadis tomboy penyuka cookies yang selalu membawakan mereka masakan-masakannya. Alaric, meskipun pemuda itu baru kenal dengannya namu Lili selalu menceritakan jika ia memiliki sahabat tomboy namun lihai dalam memasak.
Hari itu mereka semua berkabung, duka menyelimuti hari mereka sampai-sampai langit pun ikut berduka. Mendung menyelimuti langit, diikuti oleh hujan yang mulai turun perlahan, membasahi tanah dan aspal , membuat orang-orang yang berada di taman mulai berlarian kesan-kemari untuk berteduh.
Xander tak bergeming, tak ada satupun dari mereka yang bergeming. Pemuda itu mendongakkan kepalanya, menatap langit yang tadinya terang benderang berubah menjadi gelap gulita. Mereka semua tahu, hujan adalah favorit Bio. Bio bilang saat turun hujan aroma menenangkan dari tanah menyeruak masuk kedalam indra penciumannya dan membuatnya tenang. Ternyata benar ucapan gadis itu, mereka semua dapat mencium aroma familiar yang dimaksud oleh Bio. Untuk terakhir kalinya, Xander membiarkan tubuh dingin adiknya ditimpa oleh air hujan yang turun dengan deras. Terakhir kalinya sebelum gadis itu tak dapat lagi menikmati hujan seperti sedia kala.
@cf