Kehidupan masa SMA Lili kini sudah berjalan satu bulan, banyak sekali peristiwa yang terjadi selama sebulan tersebut. Salah satu dari sekian banyak peristiwa adalah semakin dekatnya hubungan Lili dan Hadden, membuat banyak sekali murid-murid di sekolah berasumsi jika keduanya menjalin hubungan asmara. Bahkan Lyn dan Lane menebak jika keduanya sudah berpacaran.
Namun semua itu selalu ditampik oleh Lili dengan mengatakan bahwa dirinya hanya berteman dengan Hadden, tidak lebih dari itu. Tapi yang namanya most wanted boy and girl di sekolah, mau Lili mengelak sekalipun tetap saja banyak murid yang memasangkan dirinya dengan Hadden, bahkan tak segan-segan untuk memanggil namanya dengan nama Hadden, kode jika mereka setuju jika keduanya menjalin hubungan.
Saat Lili dan ketiga sahabatnya pergi ke kantin pun banyak sekali murid yang lagi-lagi memanggil dirinya dengan nama Hadden, membuat Lili menghela nafas dan berpikir apakah terlihat sedekat itu dirinya dengan Hadden.
“Lili lo mau pesen apa? Biar sekalian, kalo gue mau pesen mie goreng sama es teh.” tanya Lane pada Lili.
“Gue bakso aja deh, sama es jeruk, lo mau apa Lyn?”
“Gue gampang nanti, kan yang pesen gue sama Lane. Bi lo mau minum apa?” Lyn kini menatap Bio yang tengah sibbuk dengan novel di tangannya. Merasa tak mendapatkan jawaban, Lyn kemudian menyentil dahi Bio, membuat gadis itu meringis sembari mengusap dahinya yang memerah.
“Sakit Lyn.”
“Makanya dijawab Bio, kan gue tanya tadi.”
“Ha? Lo tanya apaan? Kok gue ngga denger?”
“Hm, mulai, budegnya kambuh nih gegara fokus baca novel.” ujar Lane.
“Tau, kebiasaan tau Bi.” ucap Lili.
“Gue tanya lo mau minum apa Vabiola Sachdev.” ujar Lyn mengulang pertanyaannya tadi.
“Oh itu, gue mau es teh aja.” jawab Bio yang kembai fokus pada novelnya, membuat ketiga sahabatnya menggelengkan kepala mereka, tak percaya dengan apa yang tengah mereka saksikan.
“Kebiasaan ni bocah emang, yaudah gue sama Lane pesen dulu, tunggu ya.”
Lili memang tak memperhatikan sekitarnya, namun banyak murid-murid yang berbisik-bisik dan terdengar jelas di telinga Lili bahwa mereka tengah bergosip mengenai hubungannya dengan Hadden. Sungguh, Lili ingin sekali rasanya menghilang dari bumi ini, tujuan awal yang dirinya ingin tak terlihat malah menjadi bahan gosip seantero sekolah.
Kini Lyn dan Lane sudah kembali ke meja mereka dengan nampan berisi dua gelas es teh, dua gelas es jeruk, satu mangkok bakso, dan dua piring berisi mie goreng. Dengan sigap keduanya menata pesanan mereka di meja dan meletakkan nampan kosong di pinggir meja.
“Oh iya, gimana ekskul kalian? Udah daftar?” tanya Lili tiba-tiba.
“Gue sendiri udah resmi jadi anggota klub komputer sih, lumayan cepet kalo menurut gue mah.” ucap Lyn.
“Gue juga udah resmi jadi anggota PMR, mungkin karena gue sebelumnya juga masuk PMR, jadinya waktu itu gue langsung diterima.” ucap Lane yang membuat Lyn dan Lili ber-wow ria.
“Bi, lo gimana?” tanya Lili pada Bio yang tengah memakan bekal makan siangnya.
“Langsung diterima di basket dan taekwondo, bisa di bilang mereka yang ngundang gue buat masuk. Ternyata mereka udah riset duluan soal gue yang gabung ke basket dan taekwondo waktu SMP dulu.”
“Kalo lo sendiri gimana Li? Pendaftaran OSIS kan belum dibuka, masih harus nunggu sampe tengah semester dulu.” tanya Lyn, dirinya tau hal ini sebab kembarannya, Ven, juga ingin masuk menjadi anggota OSIS dan memilih bergabung dengn klub basket sembari menunggu pendaftaran.
“Gue bakalan masuk klub musik dulu, lagipula gue punya background musik juga dulu waktu SMP.” jawab Lili, ketiga sahabatnya hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala mereka.
Tak lama kemudian, Hadden datang ke meja mereka, membuat mara murid yang berada di kantin mulai berbisik-bisik kembali. Pemuda itu langsung mendudukkan dirinya di kursi yang tepat berada disamping Lili, membuat gadis itu langsung menoleh kearahnya.
“Hai Lili, makan apa nih siang ini?” tanya Hadden.
“Oh hai Den, gue makan bakso, lo sendiri ngga mesen makan siang?” tanya Lili saat melihat Hadden tak membawa makan siangnya.
“Tenang, babu gue lagi gue suruh mesen.”
“Babu? Emang lo punya babu di sekolah ini?”
“Iya, punya gue.” Hadden menjawab pertanyaan Lili dengan nada candaan, namun sepertinya candaan pemuda itu tak sampai pada pemikiran Lili.
Tak lama kemudian datanglah Juven dan Lio dengan nampan di tangan mereka, serta ekspresi wajah yang menahan kesal, sepertinya keduanya ditinggalkan oleh Hadden. Dengan sedikit keras, Lio meletakkan makan siang pesanan Hadden di meja tersebut.
“Main tinggalin aja ni anak setan satu, gue kan repot ye cumi!!!” omel Lio, sedangkan pemuda yang tengah terkena omelannya malah tertawa seolah mengejek dirinya.
“Tuh kan, makanan gue udah dateng, makasih babu.” ledek Hadden.
“Jadi yang lo maksdu babu itu Lio?” Lili akhirnya pun ikut tertawa melihat hal tersebut. Sedangkan Lio yang disebut sebagai babu seketika merebut minuman Hadden dan meminumnya hingga tandas, membuat dirinya dipelototi oleh Hadden.
“Ye si monyet, malah dihabisin minuman gue.”
“Lo yang nantangin ya cumi, besok-besok lagi kagak gue bawain bodo, suruh aja si Juven sono.”
“Dih, gue juga ogah ye, si cumi satu ini langsung ngibrit waktu liat Lili.” Ucapan Juven sukses membuat pemuda itu dilempar dengan gumpalan tisu oleh Hadden, pemuda itu sepertinya merasa malu sebab telinganya terlihat memerah.
Lyn, Lane, dan Bio terlihat melongo melihat pemandangan di hadapan mereka. Mungkin bukan hal aneh jika Lyn dan Lane akan bersikap seperti itu, namun lebih mengejutkannya lagi, Bio juga ikut bersikap yang sama dengan kedua sahabatnya.
“Lo berdua diam-diam pacaran ya? Kompakan begitu ketawanya.” ujar Lyn sembari menatap keduanya.
“Iya, heran gue, jangan-jangan kalian backstreet?” tambah Lio.
“Ngga ada ya, gue sama Hadden cuma temenan doang kek kalian semua, lagipula gue sedang nggak berminat punya pacar dalam waktu deket ini.” jelas Lili.
Mendengar ucapan Lili, dapat mereka semua perhatikan jika ekspresi Hadden berubah perlahan, seolah tak senang dengan ucapan Lili. Pemuda itu terlihat memakan makanannya untuk menutupi ekspresinya, meskipun sudah terlanjut terlihat oleh mereka semua kecuali Lili yang duduk disampingnya.
Meskipun mendengar jawaban dari Lili, mereka semua tetap saja meledek keduanya yang terlihat mengobrol berdua kembali, membuat lebih banyak murid yang berbisik-bisik ria melihat kedekatan keduanya. Tak lama kemudian bel kembali berdering, pertanda jam istirahat telah selesai. Ketujuhnya langsung menyelesaikan makan siang mereka dan langsung menuju ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
*
*
*
Sepulang sekolah, Lili yang tengah berada di area parkir sekolah dihampiri oleh Hadden, yang secara kebetulan memarkirkan mobil miliknya disamping mobil Lili. Pemuda itu dengan santai berjalan menuju tempat Lili berdiri sekarang.
Sialnya, banyak sekali murid-murid yang tengah menatap kearah mereka, berbisik-bisik padahal dapat Lili dengar jelas apa yang tengah mereka bicarakan. Berusaha untuk tak mengiraukan mereka, Lili kemudian membuka pintu mobilnya dan memasukkan tas yang tengah ia gendong itu.
“Hai Lili, boleh bicara sebentar? Ada yang mau gue omongin sama lo.” ucap Hadden.
“Sure, lo mau nyampein apa?” tanya Lili. Dilihat dari gerak-gerik Hadden, Lili tak yakin jika hal yang ingin pemuda itu katakan berhubungan dengan tugas sekolah mereka.
“Gue mau ngajak lo hang out berdua besok minggu, bisa?” Terkejut, tentu, gadis mana yang tak terkejut saat seorang pemuda mengajak keluar hanya berdua saja. Tanpa mengubah ekspresi di wajahnya, Lili mengangguk, mengiyakan ajakan Hadden. Gadis itu sebenarnya tidak masalah, toh keduanya memang berteman kan.
“Sure, kenapa enggak? Lagian lo kan temen gue, jadinya wajar kali kalo kita hang out bareng.” Senyum kecut terbit dari wajah pemuda itu, namun ia berusaha menutupinya.
“Okay, gue jemput ya? Jam sembilan pagi, gimana?”
“Sip, nanti gue izin ke bunda dulu. Yaudah gue duluan ya, bye.”
“Take care, bye.”
Setelah mengiyakan ajakan Hadden, Lili kemudian memasukki mobilnya dan meninggalkan area parkir sekolahannya. Mobil keluaran Jerman itu berjalan santai menyusuri jalanan kota Jakarta yang padat.
*
*
*
Baru saja Lili ingin membuka pintu rumahnya, dirinya dikejutkan dengan suara notifikasi dari ponselnya yang terus menerus berbunyi. Saat gadis itu membuka layar ponselnya, dapat ia lihat banyak sekali notifikasi dari grup chat dan media sosial miliknya. Dengan tergesa-gesa Lili membuka grup chat dan mendapati banyak sekali pesan dari Lyn dan Lane di sana.
Lili_W
Anjir kenapa banyak banget notif di hp gue?
Ada apaan sih ini sebenernya?
Lyn_Dae
Please ya nona Wagner, lo liat medsos lo
Terkenal sekarang lo
Lane_
Iya please
Lo harus liat medsos lo si
Lo sama Hadden jadi couple goals di medsos
Lili_W
Demi apa?!
Sebentar gue cek dulu
Dengan cepat Lili membuka media sosial miliknya dan mendapati foto dirinya dengan Hadden yang tengah mengobrol di area parkir sekolah. Hal ini benar-benar di luar dugaan dirinya, Lili kira para murid hanya akan bergosip tentang mereka berdua namun sekarang malah merembet ke media sosial. Lili jadi enggan untuk membuka akun miliknya sekarang.
Apalagi banyak sekali yang me-like serta memberi komentar di sana, mulai dari yang mendukung, netral, hingga terang-terangan tak menyukai kedekatan dirinya dengan Hadden.
Gadis itu kemudian menelfon Hadden, menanyakan apakah pemuda itu sudah mengetahuinya dan apakah ia merasa terganggu, sebab jika iya, dirinya akan meminta mereka untuk men-take down postingan tersebut, apapun caranya.
“Hadden, lo udah liat di medsos?” tanya Lili saat panggilannya sudah tersambung pada Hadden.
“Liat apaan Li? Gue barusan nyampe rumah, baru aja keluar mobil.” ujar Hadden.
“Lo mending cek deh.” Pemuda itu kemudian mengecek media sosialnya dan menemukan banyak sekali akun yang memposting foto dirinya yang tengah mengobrol di area parkir sekolah dengan Lili.
“Halo li, gue udah liat barusan, kenapa emangnya?”
“Lo ngga papa soal itu? Kalau lo keberatan gue bakal minta mereka buat ngehapus postingan itu.”
“Biarin aja kali, biarin mereka berfantasi, toh nggak ngaruh ke kita kan.”
“Iya juga sih, tapi beneran lo ngga papa?”
“Santai aja kali, kalo beneran juga ngga papa, bercanda beneran.”
“Apaan sih Den, yaudah dah, gue mau masuk rumah dulu, gue tutup, bye.”
Lili kemudian memutuskan panggilan tersebut dan memasuki rumah yang sepi, kakek neneknya tengah berbelanja beberapa oleh-oleh untuk teman-teman mereka di Jerman, serta barang titipan Alaric, kakak Lili, yang tengah menempuh bangku perkuliahan di sana. Gadis itu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang bisa dibilang berantakan sebab belum sempat ia bereskan. Dirinya memutuskan untuk tak memperpanjang permasalah postingan akun-akun couple murid sekolahannya itu.
*
*
*
Hadden, putra tunggal keluarga Xavian itu baru saja memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya dan secara tiba-tiba dirinya dikejutkan dengan nada dering panggilan yang bersumber dari ponsel miliknya.
Saat pemuda itu membuka layar ponselnya, nama Lili tertera di sana, membuat Hadden langsung menjawab panggilan tersebut.
“Hadden, lo udah liat di medsos?” tanya Lili saat panggilannya sudah tersambung pada dirinya.
“Liat apaan Li? Gue barusan nyampe rumah, baru aja keluar mobil.” ujar Hadden. Pemuda itu tentu tak tahu apa-apa sebab dirinya memang benar-benar baru sampai di rumah.
“Lo mending cek deh.” Mendengar ucapan Lili, Hadden kemudian mengecek media sosialnya dan menemukan banyak sekali akun yang memposting foto dirinya yang tengah mengobrol di area parkir sekolah dengan Lili. Hal itu sukses membuat Hadden tersenyum, pemuda itu bahkan sempat-sempatnya men-scroll media sosial miliknya dan menemukan banyak sekali akun yang menampilkan foto dirinya dengan Lili.
“Halo li, gue udah liat barusan, kenapa emangnya?”
“Lo ngga papa soal itu? Kalau lo keberatan gue bakal minta mereka buat ngehapus postingan itu.” Pemuda itu seketika mengerutkan alisnya, seolah kebingungan dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh gadis pujaannya itu.
“Biarin aja kali, biarin mereka berfantasi, toh nggak ngaruh ke kita kan.”
“Iya juga sih, tapi beneran lo ngga papa?”
“Santai aja kali, kalo beneran juga ngga papa, bercanda beneran.”
“Apaan sih Den, yaudah dah, gue mau masuk rumah dulu, gue tutup, bye.”
Setelah sambungan itu diputus sepihak oleh Lili, Hadden kemudian memasuki rumahnya dengan ekspresi bahagia. Pemuda itu bahkan bersiul bahagia, seakan baru saja mendapatkan jackpot yang bernilai miliaran.
Sesaat dirinya menginjakkan kaki di kamar miliknya, pemuda itu langsung merebahkan badannya dan melanjutkan acara scrolling media sosialnya yang penuh dengan foto dirinya dengan Lili. Dengan tatapan penuh kasih ia mengelus layar ponselnya yang tengah menampilkan foto Lili di sana. Pemuda itu bahkan tersenyum dan terkekeh saat melihatnya, beruntung kedua orang tuanya tengah pergi ke luar kota, jadi tak ada seorang pun yang akan memergoki dirinya yang tengah seperti orang gila itu.
@cf