Di akhir pekan, tepatnya di hari minggu. Meira untuk pertama kalinya melihat Fujiyama yang menggunakan kaos santai berwarna putih dengan celana jogging panjang dan bukan kemeja mewah seperti biasanya.
Sebelumnya mereka sudah membicarakan ide masing-masing. Kesepakatan mereka pun dimulai dan berlanjut ke tahap berikutnya.
Pertemuan kali itu dilakukan di rumah Fujiyama. Bila mereka memang berencana untuk menjadi housemate yang tinggal serumah, tentu Meira harus melihat rumah yang akan dia urus nantinya.
Rumah satu lantai berukuran 72 meter persegi, terlihat elegan dari depan. Dengan taman kecil di sisi kiri dan carport di sisi kanan membuat halamannya terasa hidup dan nyata.
Bahkan untuk atap rumahnya pun di design sangat moderen dan unik. Begitu juga dengan model kaca dan pintu depan rumah itu.
Begitu masuk, Meira disambut oleh ruang tamu sekaligus menjadi ruang keluarga dengan pembatas partisi kayu berisi lilin aroma terapi di bagian tengahnya. Itu menambah kesan romantis tersendiri bagi Meira.
Berpindah dari sisi kanan menuju ruang tengah, tepat di belakang ruang keluarga terdapat dapur yang bersandingan dengan kamar mandi.
Dapur itu simpel saja, ada kompor listrik dengan dua tungku di atasnya. Kemudian ada microwave di sebelah kanan, lalu pembuat kopi instan dan juga kulkas dua pintu.
Meja makan di design ala mini bar atau counter table kitchen dengan tambahan partisi terbuka, kemudian ada empat kursi tinggi bak cafe kekinian yang menjadikan dapur itu terlihat lebih luas dan bersih.
"Your bedroom, over there." Fujiyama menunjuk pojok seberang kanan.
Tidak ada yang istimewa dari dekorasi kamar yang akan ditempati Meira. Ukurannya juga jauh lebih kecil dari pada kamar kos yang ia tempati.
Hal pertama yang Meira sadari ketika masuk ke kamar itu adalah warna dindingnya yang sangat mirip dengan penjara di film-film dokumenter.
Ia langsung meminta Fujiyama untuk mengganti warnanya dengan baby blue. Fujiyama menyanggupi permintaan itu.
Beberapa langkah ke depan, Meira menemukan lemari sliding berwarna putih keabu-abuan. Melihat itu, tangannya bertindak lebih dulu untuk membuka dan memeriksa bagian dalamnya.
"I like this one. Where you buy it?" Meira tersenyum girang.
"I didn't."
"Ha?"
"Didn't I mention you, that this house is official resident?"
"What? Rumah dinas? No! You didn't mention it at all!"
"Oh, my bad." Fujiyama keluar dari kamar Meira dan melangkah menuju sisi tengah rumah.
Meira bergegas mengikuti pria itu sambil mengerutu kesal karena ia baru mengetahui fakta penting yang seharusnya diberitahukan diawal oleh Fujiyama.
Namun belum sempat ia meluapkan kekesalannya, Meira dikejutkan pada pemandangan taman belakang yang baru saja terbuka.
Rupanya ada taman belakang lain yang sedari tadi tertutup oleh pintu sliding kaca bertirai eyelet berwarna coklat muda, sehingga Meira tidak menyadari adanya hidden gems di sana. Baru setelah Fujiyama membuka tirainya, Meira langsung terpesona.
"This will be my place. You don't have to worry about personal space or what you said, privacy? Cause we will live apart technically." Fujiyama melangkah menuju taman belakang rumahnya.
Keberadaan taman tersembunyi itu benar-benar tidak disangka. Memang tidak begitu besar, hanya dua meter kali delapan namun itu sudah cukup luas bahkan untuk camping dengan delapan orang sekaligus.
Rumput yang hijau itu menarik perhatian Meira. Ketika kakinya mulai menginjak rumput, barulah ia sadar kalau ternyata itu rumput sintetis yang ditindih dengan paving sebagian agar memudahkan untuk melangkah.
Di sebelah sisi kiri terdapat dua kursi santai yang di tengahnya diisi meja bundar mungil. Kemudian di sisi sebelah kanan pojok ada sebuah ruang kecil terbuka yang merupakan tempat laundry, tempat setrika dan perkakas rumah tangga lainnya.
Depan ruangan itu ada tempat untuk menjemur pakaian yang juga cukup luas. Rumah ini benar-benar seperti properti yang hanya akan dibeli kalangan artis saja bagi Meira.
Terakhir, di dalam taman itu terdapat bangunan lain yang lebih mewah dari bagian depannya. Tidak lain adalah kamar Fujiyama.
Berukuran tiga kali delapan meter, Fujiyama memiliki kamar yang lengkap dengan fasilitas kamar mandi dengan nuansa vila yang memiliki jendela kaca transparan super besar.
"What do you think?"
"What is your job again?" Meira menoleh ke arah Fujiyama dengan pandangan tidak percaya.
Fujiyama hanya bisa tersenyum, ia tau dengan pasti kalau wanita di depannya ini sedang terkagum-kagum dengan rumah dinasnya.
"Here is the contract." Beberapa saat setelah berkeliling mereka kembali duduk di ruang tamu.
Kemudian Meira menyerahkan notepad dan polpen pinternya pada Fujiyama.
"Please sign here or you can read it first."
"I thought the contract should be in paper or something?"
"Well, we can do this too. I have online stamp." Meira menunjukkan materai elektronik yang ia beli dari situs negara.
"Are you sure it will be fine?"
"Of course? We are not living in 20th century." Meira menjawab tanpa memikirkan perasaan Fujiyama yang masih menggunakan kontrak hitam diatas putih secara cetak.
Setelah menarik nafas panjang, Fujiyama mulai membaca kontrak dari Meira.
Di dalam kontraknya, Meira menuliskan beberapa hal, seperti. Pihak pertama adalah Fujiyama dan pihak kedua adalah Meira. Pasal satu, pihak kedua berkewajiban membantu pihak pertama dalam mengurus aset tetapnya yang berupa bangunan rumah beserta isinya secara menyeluruh.
Pasal dua, pihak pertama tidak berhak mencampuri urusan pribadi pihak kedua, begitu pun sebaliknya.
Pasal ketiga, selama pihak kedua menjalankan kewajibannya dengan benar sesuai pasal satu, maka pihak pertama berkewajiban memberikan biaya hidup yang telah dinegosiasikan sebelumnya.
Pasal keempat, bila mana salah satu pihak melanggar kontrak yang ada maka akan ada hukuman dari pihak yang dirugikan.
Pasal kelima, perjanjian ini dibuat sangat profesional sehingga tidak ada kaitan dengan urusan pribadi dan kedekatan secara pribadi. Kontrak ini bisa diakhiri oleh persetujuan pihak kedua namun bagaimana prosesnya, diserahkan sepenuhnya pada pihak pertama.
Semuanya ditulis dalam dua bahasa sekaligus.
"What is the pinalty?" Fujiyama menunjuk pasal keempat.
"Oh, it's just formality but in case I didn't do the right thing to make your house clean or something you can scold me or just not pay me as usual."
"In the other hand, you can't forgot to pay me or you have to pay me double." Meira menambahkan.
Fujiyama tidak menyangka bahwa Meira, seseorang yang bukan ahli di bidang hukum atau bukan negosiator sangat mahir dalam hal ini.
"I ever mention that I'm orphan right? It shouldn't be difficult to move forward. We just need to prepare some documents and report to the cathedral. But before that I want you to meet my family." Meira memperbaiki posisi duduknya.
"Your family?"
"It's just to say hai and kinda like ask their permission. This also important so prepare yourself."
Fujiyama menarik nafas panjang kemudian menelan ludah. Ia sedikit menyesal sudah menandatangi kontrak beberapa detik lalu.
¤¤¤