Suasana SMA Atlaska ramai seperti biasa, beberapa murid masih berada di depan kelas karena guru killer belum datang.
Kiran masuk, pandangannya tertuju pada kursi yang kosong. Langkahnya ringan menghampiri bangku tersebut.
"Ini tempat gue, mau apa lo," sergah Selin--perempuan dengan rambut sebahu dan gelang manik naga di tangannya.
"Oh, oke." Kiran beralih ke kursi di belakang sana, ada tas di sebelahnya tapi tidak ada orang yang duduk di sana. Kiran memberanikan diri untuk ke meja itu dan menaruh tasnya di bangku yang kosong tepat pada titik yang membuatnya penasaran.
Tas itu terlihat familiar di ingatannya, seperti kilasan pernah melihat di suatu tempat tapi entah di mana. Kiran mengedarkan pandangannya, ini ruang kelas yang baru buatnya. Lingkungan baru, dengan teman baru yang belum dia temukan.
Bel berbunyi, seketika murid berbondong-bondong masuk ke dalam kelas. Dan tepat menit ke lima setelahnya, seseorang masuk dan penampilannya membuat Kiran terperangah--cowok yang bertemu dengannya di halte.
Aldo Geandre, laki-laki jangkung itu menatapnya heran. Sambil berjalan menuju ke bangkunya, ternyata tas warna hitam yang membuat Kiran tertarik adalah miliknya.
"Lo cewek yang waktu itu?" Dia ternyata ingat, Kiran membelalakkan matanya dan wajahnya berseri sembari mengangguk.
"Iya," jawab Kiran.
Gadis itu saking semangatnya sampai mengulurkan tangannya, berniat ingin berkenalan secara formal karena waktu itu mereka bertemu tanpa mengenal.
"Aldo," ucap Aldo tanpa membalas uluran itu bahkan pandangannya tidak lepas dari papan tulis.
Beberapa saat kemudian, guru masuk dan memulai pembelajaran. Kiran mengurungkan tangannya dan mencoba fokus pada pelajaran pertama, dengan sesekali mendesah pelan karena materi matematika yang sulit diterima oleh otaknya.
***
Satu jam menuju pelajaran terakhir untuk hari ini, Kiran mengetuk kepalanya sendiri dengan ujung bolpen yang tumpul karena materi fisika yang membuatnya harus berpikir keras. Dia masuk jurusan IPA, bukan karena keinginannya melainkan perintah orang tuanya.
"Kalo gak bisa tuh tanya, jangan mukulin kepala kek orang ke hipnotis." Aldo mendorong bukunya mendekat pada Kiran, mereka duduk bersebelahan. Siku aja hampir berdempetan, tatapan Kiran beralih pada manik hazel milik Aldo.
Senyum simpul tampak di mulut Kiran. "Makasih," ucapnya lalu menerima sodoran tersebut lantas aktif memindahkan setiap rumus dan angka yang ada di coretan tersebut.
Aldo menggeleng pelan, ia heran dengan tingkah Kiran--murid baru yang tidak sengaja bertemu dengannya kemarin dan kini bertemu lagi seakan takdir membuat jalur itu. Dia meluruskan lagi pandangannya ke papan tulis, dan memperhatikan guru yang sedang mengajar.
"... Sekarang, Ibu mau tunjuk satu orang maju ke depan untuk kerjakan soal nomor 1--Kiran Arkena? Adakah yang bernama Kiran Arkena di kelas ini?" Bu Gempita selaku guru Fisika yang sedang mengajar itu meletakkan buku daftar nama dan mendongakkan kepala mengedarkan pandangannya menelusur tiap wajah muridnya. "Yang duduk di belakang itu siapa? Murid baru ya?" Guru wanita dengan perawakan sedikit gompal berisi datang menghampirinya.
Kiran yang merasa terpanggil pun meletakkan bolpen dan pandangannya lurus, Fisika yang menyebalkan buatnya kini menuntut dia untuk mengerjakan satu soal. Dia menoleh pada Aldo, tapi lelaki tersebut tidak memedulikannya.
"Bantuin dong," bisik Kiran padanya.
Aldo melirik sekilas, ia memalingkan wajahnya. Acuh, dan menarik lagi buku catatan yang tadinya ia pinjamkan pada Kiran.
"Bu, saya ijin ke toilet," pamit Aldo. Setelah Bu Gempita menjawabnya dengan anggukan cowok tersebut segera berlalu keluar dari kelas.
"Astaga ngeselin banget sih," gumam Kiran.
Bu Gempita mengernyitkan dahi. "Apa kamu bilang?" tanyanya dengan nada meninggi.
"Oh, enggak kok, Bu," jawab Kiran lalu dengan pasrah dia beranjak dari tempatnya dan menuju ke papan tulis dengan membawa buku dan sebuah spidol.
Setengah jam berlalu, Kiran masih setia berdiri di tempat yang sama. Satu soal tentang hukum paskal, baru saja ia ingin mencatat jawaban milik Aldo keburu ditunjuk maju.
"Woi, lambat banget kek siput!" sorak Selin pada Kiran. Cewek yang tadi merebut tempat duduk dari Kiran itu melontarkan tatapan sengit, mungkin pengaruh Kiran duduk bersebelahan dengan Aldo tadi membuatnya terbakar cemburu.
"Hahaha, siput!" Murid lain ikutan menyahut.
Kiran semakin pasrah dengan nasibnya, menjadi bahan bully-an saat pertama masuk sekolah. Sama seperti sebelumnya, tahun lalu yang sangat berat buatnya. Kiran tidak ingin masa itu terulang lagi.
Kiran menunduk, spidol yang sedari tadi terbuka dia tutup kembali. Tangannya turun dengan lemas, tatapannya beralih pada Bu Gempita yang balik memandanginya tajam.
"Ayo kerjakan!" titah Bu Gempita padanya.
Kiran menggeleng. "Maaf, Bu, Fisika bukan keahlian saya--" Belum selesai langsung disahut oleh Selin.
"Keahlian lo apa? Makan tidur sama pacaran ya? Hahaha," ejeknya membuat nyali Kiran semakin ciut. Mata Kiran menggenang, ia menundukkan kepalanya.
"Baiklah, dari kalian ada yang bersedia membantu menjawab satu soal yang ibu beri?" tanya Bu Gempita.
Hening sejenak, tidak ada yang berminat. Lalu pada hitungan ke lima sejak pertanyaan itu dilayangkan, Aldo memasuki kelas membuat seluruh pasang mata menatapnya.
"Biar saya aja, Bu," ujar Aldo mengajukan diri untuk membantu.
Sontak Kiran mendongakkan kepalanya, tersentak dengan kalimat Aldo barusan. Cowok itu membantunya? Apa memang ingin mempermalukannya.
"Aduh, Al, kamu terus yang maju. Kasih kesempatan buat teman-teman kamu dong," kata Bu Gempita.
Aldo mengambil alih spidol yang dipegang Kiran--matanya memahami apa yang dirasakan gadis tersebut.
Dengan cekatan Aldo mengerjakan soal itu tanpa buku bantuan lagi, dia menjawabnya dengan cepat tiap coretan membuat beberapa murid mengangguk seakan paham ada pula yang hanya diam sampai Aldo selesai dengan soal nomor satu.
Setelah itu, seisi kelas bertepuk tangan. Kiran dan Aldo kembali beriringan menuju bangku mereka. Kemudian Kiran duduk, ia sekilas menyadari kalau Selin memandanginya dengan sengit.
***
Sepulang sekolah, Kiran menunggu seseorang di depan gerbang. Sepatunya mengetuk lantai pelan, begitu nama itu terdengar di telinganya.
"Aldo! Basket yuk," ajak Bima--anak kelas sepuluh IPS.
Aldo tampak tersenyum singkat. "Besok aja, gue mau balik. Ada les," jawabnya.
Kiran di ujung sana, menafsirkan setiap ucapan yang keluar dari mulut pria itu walau hanya samar-samar mendengarnya.
"Aldo," panggil Kiran padanya begitu laki-laki yang ditunggunya lewat.
Aldo menghentikan langkahnya, ia menoleh pada Kiran. Gadis itu tampak excited pada respon yang diberikan Aldo.
"Apa," ketusnya. Laki-laki jangkung itu sedikit menundukkan kepalanya menatap Kiran dengan penuh dingin.
Kiran menelan salivanya susah payah. "Pulang bareng yuk?" ajaknya ragu.
"Gue naik bis," kata Aldo.
"Ya udah ayo, naik bis bareng," sahut Kiran.
"Terserah," jawab Aldo ketus.
Kiran malah tersenyum penuh kemenangan, entah... rasanya bahagia saat mendapatkan perhatian cowok ini. Dia merasa nyaman berada di dekat Aldo, apa karena kepribadian mereka sama? Kiran menggeleng pelan, seperti pikirannya yang sedang berkecamuk.
Mencuri pandang pada Aldo, membuatnya sesekali memalingkan wajah saat ketahuan memandangi laki-laki tersebut.
"Kenapa lo gak dijemput aja?"
"Malas."
Kiran mengernyitkan dahi bingung. "Enak dijemput tuh," ujarnya santai.
Aldo menoleh, menatapnya tajam. "Lo gak tau apa-apa, mending diem," ketusnya. Dia memutuskan untuk turun di pemberhentian berikutnya.