"itu amygdala, Ra." Ucap Cio.
"Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di d...Read More >>"> ALMOND (People 2) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - ALMOND
MENU 0
About Us  

Emancio Antonio, anak laki-laki itu sedang asik memainkan bola basket di tangannya. Dia menggiring bola itu sambil memantulkannya ke lantai, sesekali melambungkan bolanya agar masuk ke dalam ring basket yang tinggi. Cio sendirian di lapangan basket yang luas ini. Hal yang biasa dia lakukan sejak SMP, bermain basket sendirian sampai sore. Setelah itu dia akan pulang.

             Cio memiliki tubuh atletis, tidak terlalu tinggi untuk kalangan anak basket, tapi gesitnya dalam bermain basket tak kalah dari atlet basket di sekolahnya. Cio tak berminat menjadi atlet basket di sekolahnya, alasannya sih dia tidak mau menjadi pusat perhatian anak-anak di sekolahnya.

             Ekstrakurikuler basket sering kali menjadi pusat perhatian, apalagi siswa-siswa yang terpilih menjadi atlet. Sudah pasti akan menjadi bintang sekolah dan menjadi perhatian. Cio tidak suka jadi pusat perhatian, cukup jabatan wakil ketua kelas dan anggota pengurus OSIS yang membuatnya harus berurusan dengan siswa-siswa di sekolahnya.

             Cio adalah siswa yang masuk kategori berprestasi, jadi sudah jadi hal wajib untuk dia masuk menjadi anggota pengurus OSIS sesuai sistem yang dibuat komite sekolah. tujuannya agar Pengurus OSIS diisi oleh orang-orang yang memang berkompeten, jadi tidak menjadikan kegiatan OSIS jadi hambatan dalam tugas utamanya sebagai siswa. Mau tidak mau, Cio harus menerima apa yang diembannya sekarang.

             Meskipun dikenal dingin, cuek, dan lidah pedang, Cio masih punya hati dan belas kasihan. Hanya saja, pikirannya lebih sering memilih logika daripada perasaan. Jadi, apa yang keluar dari mulutnya adalah fakta. Hanya saja cara berbicaranya yang datar, sering membuat orang salah paham.

             Cio masih bisa berinteraksi dengan teman-teman di sekolah Cio masih bisa. Dia punya beberapa sahabat dari sekolahnya. Bahkan hubungannya dengan beberapa sahabat di SMP dan SD masih terjalin baik. Dia kerap pergi bersama sahabat-sahabatnya, entah untuk sekedar mabar atau nongkrong dan mengobrol sampai pagi.

             Cio tetaplah Cio yang selalu memilih sibuk dan tenggelam dalam dunianya sendiri. Dia suka saat bersama teman-temannya, tapi dia juga perlu waktu untuk mengisi energinya yang terkuras karena banyak bersosialisasi. Dia akan menghabiskan waktunya bermain basket sendiri di lapangan seperti ini untuk mengisi energinya lagi.

             “Lo belum balik juga?” suara Angga mengalihkan pandangan Cio dari bola di tangannya.

             “Masih betah. Bentar lagi kelar. Lo ngapain masih di sini?”

             SHOOT!! Cio mendorong kembali bola basket di tangannya masuk ke dalam ring. Cio berlari kecil mengambil bola basket itu, lalu duduk di sebelah Angga yang sudah duduk di tepi lapangan.

             “Nemenin cewek gue tadi dari perpus.” Jawab Angga sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Mungkin pesan dari pacarnya, batin Cio.

             “Sore gini? Nemenin apa nemenin?” Cio menggoda Angga, tapi dengan nada datarnya. Cio memang benar-benar datar, tenang dan dingin.

             “Anjing lo!” Angga terkekeh dengan candaan Cio. “Gue itu cowok sholeh, nggak mungkin pacaran macem-macem.” Lanjutnya sambil masih sibuk dengan ponselnya.

             Cio hanya menanggapi Angga dengan senyum miring. Cio hanya berbasa-basi, dia sebenarnya pun tidak peduli apa yang akan dilakukan sahabatnya itu saat pacaran. Tangannya sibuk merapikan barang-barang di tasnya, lalu memakai jaket hoodienya untuk bersiap pulang.

             “Lo masih mau di sini?” tanya Cio kepada Angga sebelum beranjak dari tempat duduknya.

             “Lo pikir gue kesini mau ngapain kalo bukan ngajak lo balik bareng?” ucap Angga.

             “Lo nggak bilang, untung belum gue tinggal.” Cio menjawab sambil berlalu dengan langkah santai.

             “Lo kayaknya harus punya pacar deh! Biar lebih peka dikit sama sekitar lo.” ucap Angga yang menyusul Cio di belakangnya.

             “Lo balik sendiri aja kalo gitu.” Cio tidak tertarik dengan saran Angga.

             “Hahaha. Dih ngambek! PMS lo?!” Angga meninju pelan Pundak kanan Cio. “Sensi amat!”

             “Beneran nggak gue anterin nih.” ancam Cio.

             “Sabar dong! Iya iya gue diem deh.” Angga menyerah. Cio memang terlalu kaku, batinnya.

             Kedua lelaki itu mulai melaju meninggalkan tempat parkir motor sekolah dan melesat menjauh dari sekolah.

*  *  *

             Tak terasa sudah sebulan Nara berhasil beradaptasi dengan kelas barunya. Nara sudah memiliki teman di kelasnya, tapi persahabatannya dengan Tania dan Ruby masih sangat erat. Memasuki bulan Agustus adalah bulan yang sibuk untuk sekolah.

             Persiapan menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia membuat pengurus OSIS menjadi sibuk. Banyak rapat saat pulang sekolah. Nara pun tak kalah sibuk, karena harus menyiapkan penampilan bersama anggota bandnya sebagai penampil utama di rangkaian acara merayakan HUT Kemerdekaan. Semakin dekat hari H, semakin sibuk.

             Nara sempat kehilangan konsentrasinya dan hari ini dia benar-benar kewalahan dan membuat Nara melupakan PR-nya. Pagi-pagi sekali Nara pergi ke sekolah dan menyelesaikannya di kelas. Nara begitu fokus sampai tak sadar kalau ternyata dia juga melupakan satu tugasnya.

             Tugas piket yang seharusnya dia kerjakan sekarang, tapi Nara masih sibuk menyelesaikan PR-nya. Teman-teman di kelasnya memilih menunggu Nara selesai untuk mengingatkannya, tapi tidak dengan Cio.

             Tugas Nara adalah mengambil buku cetak untuk mata Pelajaran pertama di kelas. Sesuai aturan, buku sudah harus ada sebelum jam 07.45. Melihat buku belum sampai di kelas, Cio yang bertanggung jawab untuk keperluan kelas mengingatkan Nara.

             “Ra, tinggalin dulu. Ambil buku dulu di perpus.” Nabila yang melihat Cio dengan tatapan yang sulit diartikan, mengingatkan Nara.

             “Ah iya gue lupa lagi!” Wajah frustasi Nara tidak bisa disembunyikan lagi. “Gue kelarin ini sebentar lagi. 3 menit lagi, gapapa ya?” ucapnya sambil terus mengerjakan tugasnya. Belum sempat Nabila menjawab, Cio sudah mendekat.

             “Ra! Ambil bukunya sekarang.” Cio dengan nada datarnya memerintah Nara untuk segera menjalankan tugasnya.

             “Iya. Gue pasti ambil kok. Gue kelarin ini dulu. 3 menit lagi. Boleh ya?” Nara masih sibuk menulis tugasnya. Cio tidak suka.

             “Lain kali, kalo nggak bisa tanggung jawab sama diri sendiri jangan rugiin orang lain.” Cio menekan ucapannya dengan tajam. Nara memilih untuk mendiamkannya. Rencananya setelah ini dia akan segera mengambil buku tanpa menjawab Cio.

              “RA!” Cio membentak Nara kali ini. Kelas yang tadinya berisik, tiba-tiba hening. Seketika Nara membeku di tempatnya. Ketakutan Tania benar-benar terjadi.

              Nara sebisa mungkin mengendalikan dirinya untuk tetap tenang, walaupun dia benar-benar bergetar sekarang. Mencoba memenuhi dirinya dengan kesadaran dengan sekuat tenaga. Tangannya mulai gemetar hebat. Nara bangkit tanpa menghiraukan Cio dan semua penghuni kelas. Dia melangkahkan kakinya cepat, lalu masuk ke toilet dekat perpustakaan.

              Saat ini Nara harus menyelamatkan dirinya dan mencoba fokus pada satu hal agar dia bisa mengalihkan sedikit serangan cemas yang saat ini memeluknya. Nara duduk di dalam toilet dan mencoba mengendalikan dirinya. Bibirnya terus merapalkan kalimat yang menenangkan sambil memejamkan matanya.

              “All is well. All is well. All is well. Lo aman sekarang. It’s okay. Lo udah aman sekarang.” Nara mengingatkan dirinya untuk sadar saat ini. Kedua tangannya terangkat memeluk dirinya sendiri. Mengusap kedua lengannya dengan tangan yang disilangkan. Butterfly hug memang obat terbaik untuk sedikit menurunkan serangan cemasnya.

              Setelah merasa cukup dengan pelukan untuk dirinya sendiri, tangannya kini terulur ke saku rok abu-abunya. Syukurnya, dia selalu membawa obatnya di sana. Dia meminum obat itu tanpa air minum. Dengan masih mencoba mengendalikan dirinya, sebelum memutuskan dia keluar dan menuju perpustakaan dengan sisa tenaganya.

              Jangan bayangkan betapa kesulitannya Nara, tapi Nara harus mulai terbiasa dengan ini sekarang. Dia tidak ingin menjadi pusat perhatian lebih lama, karena gelagatnya sejak keluar dari benar-benar terlihat tidak baik-baik saja. Sedikit mendapatkan kelegaan, Nara mendapati perpustakaan sepi. Jadi dia tidak perlu menemui dirinya diantara banyak orang.

              Nara menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, berusaha mengeluarkan kecemasannya melalui hembusan nafas. Hari ini sepertinya semesta masih menyayanginya. Tanpa halangan Nara kembali ke kelas sambil mendorong troli yang berisi tumpukan buku yang diperlukan saat pelajaran nanti.

              Kurang dari 3 menit sebelum bel masuk kelas berbunyi, Nara sampai di kelasnya. Cio mengabaikan apa yang terjadi pada Nara hari ini dan bersikap biasa saja. Baginya itu konsekuensi Nara karena dia terlambat mengambil buku pagi ini. Cio sesekali memperhatikan sekilas Nara yang kini dibantu Andre membagikan buku-buku itu ke setiap meja siswa di kelas.

              “Thank you ya, Ndre.” Ucap Nara saat Andre selesai membagikan buku.

              “My pleasure, Ra.” Andre menjawabnya dengan lembut seperti biasanya. Andre, penggemar rahasia Nara waktu kelas 10, sepupu Ruby. Satu kelas mungkin tahu hal itu, bahkan banyak dari mereka yang masih mengira kalau Andre masih menyukai Nara.

              Sebenarnya Cio bisa saja mengambil alih tugas Nara, hanya saja dia merasa harus membiarkan anak-anak di kelasnya bisa bertanggung jawab untuk setiap tugas mereka masing-masing. Galaknya Cio bukan tanpa alasan, dia tidak akan ragu menegur siapapun yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik.

              Hanya saja, Cio kerap kesulitan mengendalikan ucapan dan nada bicaranya. Mungkin itu alasan kenapa banyak yang segan padanya dan memilih untuk tidak berurusan dengannya untuk beberapa hal selain sekedar bermain.

              Cio tidak mengambil pusing hal itu. Prinsipnya, orang yang datang dalam kehidupannya harus menerima prinsip dan penilaiannya. Sedangkan penilaian dan prinsip orang lain bukan urusannya. Take it or leave it, prinsip seorang Emancio Antonio.

* * * * *

             Hari ini Nara berhasil menyelesaikan hari beratnya di sekolah. Kekacauan pagi ini berhasil ia lewati dengan baik. Walaupun sepertinya Nara lebih pendiam dari biasanya, tapi itu hal wajar. Siapapun akan kesal jika dibentak di depan banyak orang, mungkin itu yang dipikirkan sekitar Nara saat melihat gadis itu lebih pendiam setelah kembali dari perpustakaan.

             Nara memilih pulang lebih awal setelah mengabari kedua sahabatnya dan meminta izin istirahat ke anggota band-nya. Rasa lelah yang Nara rasakan bukan lagi cuma fisik, tapi juga mentalnya. Mungkin juga efek dari obat yang dia minum. Nara harus sekuat tenaga menahan kantuk selama jam pelajaran berlangsung.

             Di sisi lain, Cio sedang dalam persiapan rapat OSIS untuk membahas perkembangan rencana acara perayaan HUT Kemerdekaan Indonesia. Cio sibuk membereskan beberapa berkas proposal dan menyiapkan segala keperluan rapat.

             “Gue kaget sih, sempat ngira ada hantu di toilet deket perpus.” Samar Cio mendengar percakapan salah satu anggota pengurus yang baru hadir. “Pas gue masuk ada suara nangis, terus dia kaya ngomong sesuatu gitu. ‘All is well, All is well.’, ‘Lo udah aman, lo udah aman.’ Eh pas gue tungguin, ternyata Nara dong. Kayanya dia habis kena masalah deh.” Lanjut siswi itu.

             Cio menghentikan gerakannya saat mendengar nama Nara dari suara itu. Apa terjadi sesuatu setelah dia membentak Nara? Kalimat yang tidak asing di telinga Cio, kini sedikit mengganggunya.

             ‘All is well, lo udah aman’ apa maksudnya? Batin Cio.

             Cio kembali mengingat apa yang terjadi tadi pagi antara dia dan Nara. “Apa gue terlalu keras ya tadi?” Cio mulai gelisah dengan pikirannya sendiri.

* * * * *

             Nara merebahkan diri di kasur empuknya setelah selesai membersihkan dirinya. Hari ini dia perlu berterima kasih pada dirinya sendiri karena berhasil mengendalikan serangan cemas yang datang disaat yang begitu sibuk. Nara menatap langit-langit kamarnya, pikirannya melayang ke masa dimana Tania dan Ruby selalu di sampingnya.

             Dulu Nara selalu berada dibawah perlindungan kedua sahabatnya saat mengalami serangan cemas. Kali ini Nara berhasil menaklukannya sendiri. Biasanya ketika serangan cemas itu muncul, Nara akan menelepon sahabatnya, entah Tania atau Ruby untuk menemaninya dan menenangkannya. Nara sangat beruntung memiliki sahabat-sahabat yang menyayanginya begitu tulus. Sering kali Nara mempertanyakan, ‘Apa jadinya dia tanpa Tania dan Ruby?’.

             Tiba-tiba Nara teringat ucapan Cio tentang tanggung jawab. Tadi saat mendengar kalimat Cio, Nara menganggap Cio hanya ingin mengatur dan ingin Nara mengikuti perintah Cio. Sekarang kalimat itu terdengar lebih realistis. Nara sedikit mengoreksi kegiatannya belakangan ini. Dia benar-benar melakukan banyak hal. Nara merasa bisa melakukan semua dengan baik. Hanya saja, kadang keadaan benar-benar tidak bisa ditebak.

             Ada penilaian berbeda tentang Cio di mata Nara. Mungkin Cio bukan galak, temperamen atau pemarah. Cio hanya menyampaikan apa yang jadi penilaiannya. Hanya saja caranya tidak mudah diterima orang lain, termasuk Nara.

* * *

“Aku orang yang seperti apa? Apa aku orang baik? Atau orang jahat? Orang hanya bisa menilai. Bahkan untuk menilai sebuah luka, penilaian orang akan berbeda. Baginya mungkin parah, tapi bagi yang lain itu luka ringan.

Lalu bagaimana dengan penilaianmu? Ya… Orang akan tetap memiliki penilaiannya sendiri.

Dan aku juga akan memiliki penilaiannya sendiri.” – Anara Azalea

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Crystal Dimension
298      203     1     
Short Story
Aku pertama bertemu dengannya saat salju datang. Aku berpisah dengannya sebelum salju pergi. Wajahnya samar saat aku mencoba mengingatnya. Namun tatapannya berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Mungkinkah ia malaikat surga? Atau mungkin sebaliknya? Alam semesta, pertemukan lagi aku dengannya. Maka akan aku berikan hal yang paling berharga untuk menahannya disini.
Black Roses
29909      4355     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Secret Elegi
4014      1146     1     
Fan Fiction
Mereka tidak pernah menginginkan ikatan itu, namun kesepakatan diantar dua keluarga membuat keduanya mau tidak mau harus menjalaninya. Aiden berpikir mungkin perjodohan ini merupakan kesempatan kedua baginya untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Menggunakan identitasnya sebagai tunangan untuk memperbaiki kembali hubungan mereka yang sempat hancur. Tapi Eun Ji bukanlah gadis 5 tahun yang l...
Premium
Dunia Tanpa Gadget
9994      2757     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
Truth Or Dare
8182      1490     3     
Fan Fiction
Semua bermula dari sebuah permainan, jadi tidak ada salahnya jika berakhir seperti permainan. Termasuk sebuah perasaan. Jika sejak awal Yoongi tidak memainkan permainan itu, hingga saat ini sudah pasti ia tidak menyakiti perasaan seorang gadis, terlebih saat gadis itu telah mengetahui kebenarannya. Jika kebanyakan orang yang memainkan permainan ini pasti akan menjalani hubungan yang diawali de...
My Idol Party
1313      671     2     
Romance
Serayu ingin sekali jadi pemain gim profesional meskipun terhalang restu ibunya. Menurut ibunya, perempuan tidak akan menjadi apa-apa kalau hanya bisa main gim. Oleh karena itu, Serayu berusaha membuktikan kepada ibunya, bahwa cita-citanya bisa berati sesuatu. Dalam perjalanannya, cobaan selalu datang silih berganti, termasuk ujian soal perasaan kepada laki-laki misterius yang muncul di dalam...
Kalopsia
545      434     2     
Romance
Based of true story Kim Taehyung x Sandra Sandra seharusnya memberikan sayang dan cinta jauh lebih banyak untuk dirinya sendiri dari pada memberikannya pada orang lain. Karna itu adalah bentuk pertahanan diri Agar tidak takut merasa kehilangan, agar tidak tenggelam dalam harapan,  agar bisa merelakan dia bahagia dengan orang lain yang ternyata bukan kita.  Dan Sandra ternyata lupa karna meng...
DAMAGE
2978      1072     2     
Fan Fiction
Kisah mereka berawal dari rasa penasaran Selgi akan tatapan sendu Sean. Ketidakpuasan takdir terhadap pertemuan singkat itu membuat keduanya terlibat dalam rangkaian cerita selanjutnya. Segalanya pun berjalan secara natural seiring kedekatan yang kian erat. Sean, sang aktor terkenal berperan sangat baik untuk bisa menunjukkan kehidupannya yang tanpa celah. Namun, siapa sangka, di balik ...
A Freedom
116      100     1     
Inspirational
Kebebasan adalah hal yang diinginkan setiap orang. Bebas dalam menentukan pilihan pun dalam menjalani kehidupan. Namun sayang kebebasan itu begitu sulit bagi Bestari. Seolah mendapat karma dari dosa sang Ayah dia harus memikul beban yang tak semestinya dia pikul. Mampukah Bestari mendapatkan kebebasan hidup seperti yang diinginkannya?
Rembulan
951      532     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...