Loading...
Logo TinLit
Read Story - Nyanyian Burung di Ufuk Senja
MENU
About Us  

Berkali-kali aku kesal karena selebaran yang bertebaran tertiup angin. Besok akan ada acara seminar kepenulisan yang diadakan oleh Majalah Suara Pemuda. Acara tersebut akan mengundang beberapa penulis terkenal, baik penulis fiksi maupun non fiksi. Acara ini merupakan acara tahunan kampus yang pastinya kami selaku kru majalah yang menjadi panitia. Aku mendapat bagian komunikasi dan informasi. Jadi aku bertanggung jawab menyebarkan selebaran dan menempelnya di seluruh penjuru kampus. Aku merasa lelah akibat partner kerjaku terlambat datang.

Tiba-tiba seorang lelaki memakai celana jins belel dan jaket hoodie bertuliskan The Beatles warna hitam menghampiriku tergopoh-gopoh. Aku merengut kesal saat menatap Bagas. Dia berkali-kali meminta maaf kepadaku, tetapi aku hanya bergeming. Aku menyodorkan beberapa selebaran kepadanya dan menempelkannya tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutku.

Setelah kami selesai, kami pergi ke ruang redaksi majalah untuk beristirahat sebelum menggandakan berkas-berkas yang diperlukan untuk acara besok. Bagas meminta izin kepadaku untuk membeli minuman ke kantin. Hari ini sepertinya akan lembur, karena harus menyiapkan dokumen untuk moderator, MC, memeriksa spanduk dengan pihak percetakan, menyiapkan tulisan untuk para peserta dan masih banyak lagi. 

Hari ini selain aku dan Bagas, Karin dan Kak Aditya akan menemani kami lembur. Sedangkan yang lain ditugaskan di luar kampus, seperti bagian konsumsi, penanggung jawab narasumber dan sebagainya.

Sambil menunggu yang lain, aku bermain dengan ponsel sendirian di ruang redaksi. Tiba-tiba sesuatu yang dingin menyentuh pipi kananku. Ternyata Bagas yang menempelkan minuman botol. Aku mengambilnya dan lalu meminumnya.

"Maaf ya. Kamu masih marah?" tanya Bagas.

"Mungkin aku cuma capek aja kali," jawabku.

"Iya maaf sekali lagi. Semalam aku nulis sampai lupa waktu. Kalau kamu lihat Instagram, aku posting dan udah aku tag ke kamu. Jangan lupa komentarnya ya." 

Aku menganggukkan kepala sambil menegukkan kembali teh botol yang diberikan Bagas.

"Kamu kok udah lama enggak update di blog? Padahal aku kangen baca tulisan kamu." 

"Lagi banyak kerjaan aja."

Pembicaraan kami terpotong, karena Karin dan Kak Aditya datang. Kami langsung berkumpul dan membagi tugas masing-masing. Untungnya kami tidak pernah kelaparan, karena Karin, sang bendahara selalu telaten dalam memperhatikan nasib perut kami. Di sela-sela bekerja, sesekali kami beristirahat dan mengobrol sampai tak terasa sudah jam tujuh malam. 

Tiba-tiba ketika kami sedang mengobrol untuk beristirahat sejenak, Karin ingin buang air kecil ke kamar mandi. Kebetulan kampus sudah sepi dan gelap, dia takut jika pergi sendirian. Aku meminta kepada Bagas yang duduk di depanku untuk mengantar Karin, karena aku pun takut jika menunggu di luar kamar mandi sendirian. Akhirnya mereka berdua pergi.

Sambil menunggu mereka berdua, aku dan Kak Aditya asyik mengobrol. Seketika kami saling terhubung. Sampai saking asyiknya, dia yang tadinya duduk dekat meja komputer pindah ke tempat duduk Bagas di depanku. Kami saling tertawa, terutama saat dia menceritakan cerita lucu. Mungkin jika pertama kali orang melihat Kak Aditya, dia sosok yang dingin dan berwibawa. Ternyata setelah mengenalnya, justru dia orang yang sangat humoris. Terkadang humornya garing, tetapi justru itu yang membuatnya lebih lucu.

Tak terasa Bagas dan Karin datang, tetapi kami masih saja asyik tertawa-tawa. Bagas berdeham, lalu Kak Aditya langsung berpindah ke tempat duduknya semula. Bagas duduk di depanku kembali. Bagas terlalu berlebihan menurutku. Apa salahnya jika dia mengambil kursi yang lain, lalu ikut mengobrol bersama kami? Walhasil kami menjadi canggung dan kembali bekerja kembali.

Jam dinding menunjukkan pukul delapan malam. Kami bersiap-siap pulang. Kak Aditya menyuruh kami agar pulang bersama-sama. Kak Aditya dan Bagas akan mengantarku dan Karin menuju rumah, karena sudah terlalu malam. Kejadian tadi sudah terlupakan oleh kami, keadaan berhasil mencair dan kami berempat kembali asyik mengobrol selama perjalanan pulang.

***

Entah mengapa aku merasakan hujan dan nostalgia terasa erat.

Hujan turun, hati berubah menjadi melankolis.

Terjebak nostalgia, tidak ada pintu keluar.

Mungkin hujan juga yang menyatukan kita.

Aku selalu berkata perihal bau tanah basah, angin sejuk, dedaunan berwarna hijau pekat.

Hujan sudah turun belasan kali, namun kau tak kunjung menatapku.

 

Pagi-pagi sekali Bagas sudah menulis status puitis. Sepertinya sudah ditulisnya dari semalam, tetapi aku baru melihatnya di pagi hari. Memang semalam, sesampaiku di rumah, hujan turun dengan deras. Aku jadi merasa bersalah dengan Bagas dan Kak Aditya. Pasti mereka pulang dengan kehujanan. Aku melangkahkan kaki menuju ruangan redaksi untuk mengambil kartu nama panitia dan barang-barang keperluan lainnya. Ternyata Kak Aditya sudah datang sebelumku. Dia rajin sekali.

Dia pun membantuku untuk menyiapkan acara, karena Bagas tak kunjung datang. Meskipun beberapa saat kemudian Bagas datang dengan wajah yang ditekuk. Sepertinya dia begadang lagi semalam, terlihat kantung mata di bawah kedua matanya. Mungkin dia mencari inspirasi puisi yang ditulisnya semalaman suntuk. Aku langsung memberinya kartu nama panitia dan segera menuju ke belakang panggung untuk mengontrol kesiapan acara. 

Acara inti berlangsung selama dua jam. Setelah pertanyaan-pertanyaan audiens yang dimoderatori oleh Kak Aditya selesai, acara ditutup dengan penampilan pembacaan puisi dari Pencinta Literasi. 

Aku akui Kak Aditya sangat memukau ketika menjadi moderator acara. Dengan elegan dia bisa mengubah acara yang membosankan menjadi menarik. Mungkin karena kebanyakan penontonnya adalah para mahasiswi yang menjadi fans garis kerasnya dan ingin berebut melihatnya di atas panggung. Ya ambil positifnya saja, acaranya menjadi sukses dan meriah. 

Setelah panitia membereskan auditorium kampus yang dipakai untuk acara tadi, kami rapat di ruang redaksi. Rencananya Karin akan membelikan kami makan siang spesial dari dana yang memang dikhususkan untuk panitia. Sembari menunggu makanan datang, kami mengobrol bersama. Ketika sedang mengobrol, tiba-tiba Kak Aditya menyodorkanku sebuah novel karya salah satu narasumber acara kami tadi.

"Ini buat kamu, tadi saya ambil novel yang ada di stand terus minta tanda tangan beliau. Kamu nge-fans, kan?" 

"Wah, beneran, Kak? Serius? Makasih ya, Kak!"

"Ih gitu ya Kak Adit, yang dikasih cuma Salma. Aku enggak," ujar Karin dengan tampang merajuk.

Kak Aditya tertawa, lalu berkata, "Kamu kan sukanya karya-karya puisi. Nanti kalau ketemu penulisnya bakal saya kasih ke kamu."

"Serius, Kak? Asyikk!" 

Bagas datang dan duduk di sampingku. Aku masing saja kegirangan dan melihat-lihat tanda tangan yang tertulis di halaman depan novel.

"Novel apa itu?" tanya Bagas.

"Ini novelnya narasumber di acara. Tadi sewaktu Kak Aditya selesai moderator, dia minta tanda tangannya di novel ini dan dikasih aku. Keren, kan?" Aku memperlihatkannya.

Tiba-tiba raut wajah Bagas berubah menjadi kesal dan terdiam. Sepertinya perasaannya sedang tidak baik sedari pagi. Aku membiarkannya. Mungkin nanti reda dengan sendirinya. Namun Bagas malah beranjak pergi dan pindah tempat duduk. Tak lama kemudian, dia terlihat asyik bercanda dengan teman-teman perempuan yang lainnya. Bikin kesal saja. 

Aku selalu merasa ada sudut yang tidak kupahami dari Bagas. Terkadang dia bersikap sangat manis di depanku. Terkadang dia bersikap dingin dengan alasan yang tidak kuketahui dan baru jujur saat ditanya. Itu pun kalau dia menjawab. Biasanya dia hanya memilih diam seribu bahasa. 

Aku membiarkannya dan mengobrol dengan teman yang lain. Terkadang aku berpikir, apa aku saja yang memiliki perasaan terhadapnya? Apa aku yang khawatir berlebihan sendirian? Apa Bagas bersikap manis kepada semua wanita dan aku berlebihan menanggapinya?

Sepertinya aku harus bersikap normal di hadapannya dan mulai mengontrol perasaanku kepadanya. Aku tidak ingin kecewa jika ternyata hanya aku yang cinta sendirian. 

***

"Kak, hari ini aku menginap di kosan Karin ya, sekalian bantuin dia pindahan," ujarku kepada Kak Salsa saat kami sedang menyantap sarapan.

"Oh, dia jadi pindah ke kosan belakang kampus?" 

"Iya, biar dekat bolak-balik kampus." 

Setelah bersiap-siap, aku berpamitan kepada Kak Salsa dan berjalan menuju stasiun. Hari sabtu merupakan hari libur, jadinya aku bisa menginap di kosan Karin. Sudah lama kamk tidak menghabiskan waktu bersama berdua seperti ketika SMA. Aku sering sekali menginap di rumahnya saat SMA, apalagi ketika ada masalah di rumah. Orangtuanya pindah lokasi tempat kerjanya ke Jakarta dan kebetulan Karin juga diterima di Universitas Pemuda Bangsa. Namun tempat tinggal orangtuanya agak jauh dari kampus, makanya dia pindah ke kosan khusus mahasiswi yang terletak di belakang kampus. 

Sepertinya kosan yang dihuni Bagas dekat dengan kosan yang akan ditempati Karin. Saat aku sampai di jalan kecil belakang kampus, aku melihat dari jauh Kak Aditya sedang mengendarai motor. Aku lupa, rumahnya ada di belakang kampus. Karin pernah menceritakannya kepadaku. Dia berhenti dan menyapaku.

"Mau ke mana?" 

"Mau bantuin Karin pindahan, Kak. Dia pindahan ke kosan wanita yang di ujung gang situ," jawabku sambil menunjuk kepada sebuah gang.

Dia mengangguk sambil tersenyum dan berpamitan pergi. Sesampaiku di kosan Karin, aku membantunya memasuki barang-barang miliknya yang dibawakan oleh abangnya, karena pria tidak boleh masuk.

Setelah selesai membereskan barang-barang, Karin memesan makanan untuk mengganjal perut kami yang sedari tadi berteriak kelaparan. 

"Eh, gue mau nanya deh. Si Bagas tuh suka sama elu ya?" tanya Karin tiba-tiba.

"Yee... mana gue tahu! Tanya aja ke orangnya langsung." 

"Lah kirain malah gue sangka lu berdua udah jadian terus enggak cerita-cerita ke gue. Makanya gue suruh elu nginep biar gue korek-korek informasi." 

"Dasar tukang gossip. Enggak jadian, orang gue aja enggak tahu Bagas suka sama gue apa enggak. Gue tuh selalu ngerasa terkadang dia bersikap manis ke gue. Tiba-tiba dingin terus akrab sama teman-teman cewek lain. Gue jadi ngerasa kalau gue yang mikirin ini sendirian. Gue sibuk khawatir sama dia, dan gue sendiri yang suka sama dia." 

"Jangan sedih gitu dong, Ma. Nanti gue hajar juga tuh Bagas! Berani-beraninya bikin temen gue galau." 

"Ih, kok elu yang emosi. Jangan hajar-hajaran-lah. Sadis amat. Jangan ngomong -ngomong juga, nanti ketahuan dong kalau gue suka sama Bagas."

"Bercanda. Tapi beneran gue kesel sama dia, orang jelas-jelas kok dia suka sama elu. Kelihatan kali pas dia nyuruh Kak Adit pindah tempat duduk waktu asyik ngobrol sama elu. Terus dia kelihatan cemburu waktu Kak Adit ngasih novel ke elu. Udah elu sama Kak Adit aja, daripada sama Bagas, enggak jelas." 

"Ih, gue nggak mau kepede-an, ah! Gue aja enggak tahu Bagas suka sama gue apa enggak, ini malah Kak Aditya. Gue mah cuma butiran debu di samping dia." 

Sehabis mengobrol panjang lebar, kami membereskan bekas makanan yang kami makan dan bersiap-siap untuk tidur. Saat Karin sudah terlelap, mataku tak kunjung terpejam. Terlintas di benakku apa yang dibicarakan oleh Karin tentang Bagas. Apa benar Bagas juga punya perasaan kepadaku? Jadi dia bersikap dingin kepadaku, karena cemburu kepada Kak Aditya? Kekanak-kanakan sekali kelakuannya, merajuk seperti anak kecil. Akan tetapi aku tidak boleh menanggapi serius apa yang dikatakan Karin. Itu cuma asumsi dia saja. Aku takut Bagas ternyata tidak mempunyai perasaan terhadapku dan bersikap manis kepada semua wanita.

Namun lagi-lagi aku membuka akun Instagram miliknya. Dia baru saja mengunggah foto pantai dengan kutipan puisi.

 

Rindu

Selalu mengadu

Seperti ombak yang menderu

Kabut yang menutupi kalbu

Sendu, mengapa engkau selalu begitu? 

 

Selalu saja dia menulis status melankolis, terlihat sendu dan merasa sendirian. Memang Bagas di balik sikap manisnya terhadap para wanita, dia dikenal dengan sosok misterius. Tidak ada yang benar-benar mengenalnya dekat. Bahkan sering kali dia terlihat sendirian, padahal dia dekat dengan Gilang dan Ezra. 

Bagas: Hai, belum tidur?

Hampir aku membuang ponselku. Seakan aku dipergoki oleh Bagas, karena mengintai akun miliknya.

Salma: Belum, tadi habis ngobrol sama Karin.

Bagas: Kamu lagi nginep di rumah Karin?

Salma: Dia baru habis pindahan ke kost cewek belakang kampus. Kamu sendiri belum tidur?

Bagas: Wah, jangan-jangan deket sama kosanku. Belum, enggak tahu nih, aku lagi galau.

Salma: Perasaan galau mulu kamu. Sekali-kali senang gitu.

Bagas: Iya, senang sekarang. Kan lagi chat sama kamu. Kamu lagi chat sama siapa selain aku?

Salma: Kebiasaan gombal! Enggak, sama kamu aja chat-nya.

Bagas: Eh, aku mau nanya nih, menurut kamu aku tipe cowok yang kayak gimana?

Salma: Emm... gimana yaa? Misterius sih kamu, jadinya aku enggak terlalu tahu. Yaa... yang penting sih kamu orangnya baik.

Bagas: Hahaha, masak sih misterius? Terus kamu suka tipe cowok yang kayak gimana? Maaf kalau pertanyaannya pribadi.

Salma: Enggak punya tuh, kalau udah suka ya suka.

Bagas: Romantis banget. Kamu suka enggak tipe cowok kayak aku?

Salma: Maksudnya? Kan udah dibilangin aku nggak punya tipe. Kalau udah suka sama orang dan asal orang itu suka sama aku, ya why not?

Bagas: Hehehe, enggak tahu. Aku lagi enggak jelas aja. Ya udah ya, aku mau tidur dulu. Lagi galau enaknya tidur kayaknya. Kamu juga tidur, enggak baik cewek tidur terlalu larut.

Setelah berpamitan, aku mencoba untuk terpejam. Namun sepertinya malam ini Bagas berhasil membuatku susah tidur dengan pertanyaannya tadi. 

Keesokkan harinya, aku menceritakannya kepada Karin.

"Tuh kan, apa gue bilang! Dia tuh naksir elu! Dia tuh kode kayak gitu." 

"Enggak tahu ah, pusing gue." 

Ya Allah, apa yang harus ku perbuat dengan perasaan ini? Jagalah hatiku, ya Allah.

Aku jadi kepikiran, apakah semua pria pujangga, melankolis, tidak berani mengungkapkan perasaannya? Hanya sibuk dengan perasaannya, tanpa ingin mencari tahu apakah wanita yang dicintainya memiliki perasaan yang sama atau tidak.

Seperti halnya Chairil Anwar yang tidak pernah menyatakan cintanya kepada Sri Ajati dan hanya menuangkan perasaannya lewat sajak-sajaknya. Aku tidak mengerti kenapa seperti itu, mungkin itu salah satu sudut lain dari seorang lelaki yang tak pernah kupahami sampai saat ini. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Lebih Dalam
176      152     2     
Mystery
Di sebuah kota kecil yang terpencil, terdapat sebuah desa yang tersembunyi di balik hutan belantara yang misterius. Desa itu memiliki reputasi buruk karena cerita-cerita tentang hilangnya penduduknya secara misterius. Tidak ada yang berani mendekati desa tersebut karena anggapan bahwa desa itu terkutuk.
House with No Mirror
448      339     0     
Fantasy
Rumah baru keluarga Spiegelman ternyata menyimpan harta karun. Anak kembar mereka, Margo dan Magdalena terlibat dalam petualangan panjang bersama William Jacobs untuk menemukan lebih banyak harta karun. Berhasilkah mereka menguak misteri Cornwall yang selama ini tersembunyi?
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
115      92     0     
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua. Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna. Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...
Premium
Dunia Tanpa Gadget
11253      2919     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
Bittersweet My Betty La Fea
4358      1437     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
Premium
MARIA
7672      2310     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
Percayalah , rencana Allah itu selalu indah !
146      106     2     
True Story
Hay dear, kali ini aku akan sedikit cerita tentang indahnya proses berhijrah yang aku alami. Awal mula aku memutuskan untuk berhijrah adalah karena orang tua aku yang sangat berambisi memasukkan aku ke sebuah pondok pesantren. Sangat berat hati pasti nya, tapi karena aku adalah anak yang selalu menuruti kemauan orang tua aku selama itu dalam kebaikan yaa, akhirnya dengan sedikit berat hati aku me...
Mendung (Eccedentesiast)
7977      2126     0     
Romance
Kecewa, terluka adalah hal yang tidak bisa terhindarkan dari kehidupan manusia. Jatuh, terpuruk sampai rasanya tak sanggup lagi untuk bangkit. Perihal kehilangan, kita telah belajar banyak hal. Tentang duka dan tentang takdir yang kuasa. Seiring berjalannya waktu, kita berjalan maju mengikuti arah sang waktu, belajar mencari celah kebahagiaan yang fana. Namun semesta tak pernah memihak k...
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
5345      1862     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
PATANGGA
824      571     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...