Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Hidup
MENU
About Us  

Semangkuk bubur dengan suwiran ayam dan daun bawang tersaji di meja. Di depannya ada botol kecil tempat kuah yang bisa dituang sesuai selera. Dhisti mengulas senyum sebelum mengatur mangkuk dan peralatan makan.

"Pagi, Dhis. Wah, kamu sudah menyiapkan semua? Terima kasih, ya."

Dhisti menoleh pada Nadia yang mengenakan baju terusan warna biru langit dari satin. Wanita paruh baya itu terlihat segar dengan wajah yang dipulas make up tipis. Dhisti menyapa Nadia dengan hangat dan memintanya duduk. 

"Dhis, Tante yakin kamu pasti jadi istri yang baik nantinya. Siapapun yang jadi pendampingmu, kamu bisa mengimbanginya," ujar Nadia.

Dhisti hanya tersenyum simpul sebelum menyodorkan semangkuk bubur pada Nadia. "Tante, aku cuma melakukan bagianku sebaik mungkin. Aku yakin yang terbaik datang di saat yang tepat."

Nadia mengangguk. "Ya, tapi Tante lebih bahagia kalau orang itu Dami."

Dhisti terdiam, menyadari kehangatan sentuhan lelaki itu di kepalanya. Sejenak, ada kedamaian yang mengalir di hatinya. Namun, ia memilih untuk membiarkan rasa itu bersembunyi dalam relung pikirannya.

Dhisti menatap Nadia lagi, mengalihkan pembicaraan. "Hm, enak kan, Tan? Atau ada yang kurang bumbunya?"

"Masakanmu selalu pas di lidah Tante, Dhis. Oh, omong-omong Tante harus bangunin Dami sebentar lagi. Dia harus anterin kamu."

Dhisti menggeleng dan melambaikan tangannya. "Nggak usah, Tan. Aku bisa pesan gojek. Aku harus datang lebih cepat soalnya."

Nadia menatap Dhisti dengan pandangan tajam. "A Latte Lumayan jauh dari sini. Sayang ongkosnya, Dhis. Udah, kamu nurut aja, ya."

Dhisti mengembuskan napas, menyadari dirinya harus kembali berada dekat lelaki itu untuk kesekian kalinya. Ia belum siap untuk berhadapan dengan Damian setelah perlakuan lelaki itu yang meninggalkan perasaan nyaman yang semu. 

Langkah kaki Damian yang mendekat membuat Nadia mengalihkan pandangan. Wanita paruh baya itu tersenyum membiarkan Damian mengecup keningnya. Nadia memperhatikan anaknya yang mengenakan kemeja motif kotak dan celana katun abu-abu. Lelaki itu terlihat lebih berwibawa dengan pilihan outfit dari bahan berkualitas.

"Sarapan. Dhisti sudah masak, loh."

Damian menarik kursi sebelum menuang teh ke gelas. "Nanti aja, Ma di kantor. Aku ada meeting sama Pak Rendra. Soal kerjasama yang tertunda itu."

Nadia menoleh pada Dhisti yang meletakkan sayuran dan sosis di selembar roti. "Oh, kalau gitu kamu antar Dhisti dulu."

Damian berdecak kesal. "Ma, dia bisa sendiri. Aku bukan supirnya."

Nadia menggeleng mendengar jawaban lelaki itu. "Dami, Dhisti sudah banyak bantu kita. Masak kamu perhitungan terus, sih? Lagian sekalian jalan."

Damian mendesah sebelum menatap Dhisti. Ada kehangatan yang mengalir di hati lelaki itu tatkala menatap wajah wanita itu. Namun, ia segera mengenyahkannya. "Ini kali terakhir, ya kamu merepotkan saya."

Dhisti mengiakan sebelum berlalu dari tempatnya. Tidak membalas perkataan Damian saat keadaan tak mendukung adalah jalan terbaik.

**

Suara penyiar yang bersemangat memenuhi ruang dengar keduanya. Dhisti menoleh pada Damian, mengamati wajahnya yang memancarkan kehangatan. Dhisti kembali teringat saat Damian memperlakukannya dengan begitu manis seperti permen lolipop. Wanita itu mengulas senyum, tak menyadari Damian yang mematikan radio. 

"Ada yang mau kamu sampaikan, Dhis?"

Wanita itu terperanjat, menanyakan maksud Damian.

Lelaki itu menggeleng, menoleh pada Dhisti. "Kamu pikir saya nggak merhatiin? Dari tadi kamu ngelihatin saya, Dhis. Dan itu ganggu tahu nggak?"

Dhisti menunduk menyembunyikan rona merah wajahnya. Sudah ketahuan tak mungkin lagi mengelak. Dhisti perlahan mendongak, menatap Damian.

"Hum, Pak. Mungkin ucapan makasihnya terlambat, tapi saya sangat mengapresiasi pujian Bapak semalam."

Damian mengembuskan napas teringat ia begitu kagum dengan ketegaran hati wanita itu. Namun ada penghalang yang kembali menghambatnya setiap kali harus mengakui perasaan yang menenangkan itu.

"Udah lewat, Dhis. Saya juga udah lupa. Kamu belajarlah buat fokus sama hari ini."

Damian menginjak kopling sebelum memindahkan gigi. Jalan raya pagi itu agak lengang, memberi kesempatan buat Damian untuk lebih cepat. 

Dhisti memilih untuk memandang keluar, pada deretan bangunan dan ruko yang berjejer rapi. Wanita itu tahu bahwa dengan memusatkan perhatian pada satu hal, akan memudahkannya meraih hal maksimal. Namun, dalam kasusnya, Dhisti kadang harus siap untuk menangani banyak momen.

"Kebiasaan kan, kamu, Dhis. Selalu melamun kalau saya kasih nasihat.”

Dhisti memajukan bibir sebelum membalas perkataan lelaki itu. “Jangan salah, Pak. Saya juga usaha meraih yang terbaik.”

Lelaki itu tertawa pelan. “Ya, terserah kamu aja. Ini saya drop kamu aja. Abis itu saya langsung ke tempat meeting. Kamu kerja yang bener. Pastikan pelayanannya maksimal."

Dhisti mengangguk sebelum menyodorkan sebuah kotak makan pada Damian. "Bapak belum sarapan, kan? Ini ada roti isi sayuran sama sosis. Dimakan ya, Pak."

Damian tidak menjawab. Ia membiarkan Dhisti meletakkan kotak di dasbor. Tersenyum manis, Dhisti mengucapkan selamat tinggal. "Good luck meeting nya, Pak."

Lelaki itu mengangguk sebelum kembali melaju menuju kafe Hijau milik Rendra. Sepanjang perjalanan, hanya ada Dhisti di pikirannya. 

**

Sesuai namanya, kafe Hijau mengusung tema tanaman yang bersatu padu dengan bangunan tradisional. Damian mengedarkan pandang ke segala penjuru, mengulas senyum pada pemilihan kayu jati di setiap furniture. Lelaki itu melangkah menuju sebuah joglo di dekat pohon asem yang menjulang tinggi. Mengeluarkan gawai, ia mencari kontak Rendra. 

“Menikmati suasananya, Dam?”

Mendongak, Damian menemui seorang lelaki dengan tubuh sedikit tambun. Senyumnya yang lebar ditambah sinar mata yang tegas membuatnya berwibawa. Damian menghampiri Rendra dan menjabat tangannya erat. “Sure. Semua yang ada di sini menyatu. Pasti banyak yang suka menghabiskan waktu di tempat ini. Saya perlu belajar banyak dari Bapak.”

Rendra mengelus pelan pundak Damian sebelum memintanya duduk. “Kita itu saling membantu, Dami. Makannya saya mau ajak kamu berkolaborasi. Saya yakin semua ini bisa membuat kafe kita makin berjaya.”

Damian mengangguk, membiarkan Rendra membuka laptop dan menjelaskan rencananya. Bagan warna-warni itu menunjukkan point utama dan langkah yang harus dijalankan. Dari awal mendengarnya, Damian menyukai ide yang Rendra paparkan. Lelaki itu memiliki kopi kemasan dengan merk dagang yang sudah diakui instansi terkait. Rendra berencana untuk mendistribusikan kopi itu ke A Latte. 

“Kamu bisa ambil untung dari penjualan itu, Dam. Nah, nanti kamu bisa lakukan hal sama. Kudengar, cappuccino A Latte tidak ada duanya.”

Damian mengulas senyum. “Ya, tapi kami punya varian lain yang sudah lama jadi identitas. Aku bisa tambahkan croissant juga.”

Rendra mengangguk setuju pada tawaran lelaki di hadapannya. “Sekarang kita cobain dulu kopi andalanku.”

Damian tersenyum, menoleh ke bangunan yang terpisah dari joglo. Pandangannya lekat pada seorang wanita yang mengenakan blus merah muda dengan motif bunga sakura. Rambut cokelat sebahunya terurai di bahu, membiarkan sebagian poninya menyentuh ujung mata. Damian terdiam lama, teringat ia pernah menguasai wanita itu dengan cintanya. Wanita itu kini mengetik sesuatu di gawainya sambil tersenyum lebar. 

Rendra mengikuti arah pandangan Damian. "Kamu kenal wanita itu? Saya sering lihat dia kemari. Pesan makanan yang sama. Nggak lama, ada dua wanita lain yang bergabung.”

"Ya. Dia Laras, Pak."

"Oh, sepertinya kamu punya hubungan spesial."

Damian memejamkan mata sejenak sebelum menceritakan garis besar cerita yang sudah lama berlalu. Rendra mengulas senyum pada Damian. "Kamu sudah bertanggung jawab, Dam. Jangan kamu paksa dia buat mencintaimu. Kamu lihat kan, dia sekarang? Seperti nggak ada beban."

Damian kembali menoleh pada Laras yang kini menyeruput minumannya dengan elegan. Tidak ada hal yang mengganggu hidup Laras lagi dan Damian ikut lega mengetahuinya.

"Belajarlah melepaskan buat menerima yang baru, Damian. Kamu sedang dalam proses meraih bahagiamu. Perjuangkan itu."

Damian mengulas senyum pada Rendra yang mengingatkannya akan arti pengampunan yang sebenarnya. Damian mengucapkan terima kasih dan meminta Rendra melanjutkan pembicaraan mereka. Damian yakin, Laras tidak akan pernah peduli lagi dengannya. Jadi, ia pun memilih untuk perlahan berdamai dengan keadaan.

**

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Summer Whispering Steam
3363      1175     1     
Romance
Nagisano Shizuka, Okinawa, angin laut yang lembut dan langit biru yang luas, kedai kopi yang menjadi persinggahan bagi siapa saja yang ingin beristirahat sejenak dari kesibukan dunia. Dengan nuansa tradisional Jepang yang berpadu dengan suasana santai khas pantai, kedai ini dikenal oleh para pengunjung setianya sebagai “Mimpi Panjang di Musim Panas Semesta.” Yuki, sang manajer, menjalankan...
The Presidents Savior
9269      2024     16     
Action
Semua remaja berbahaya! Namun bahaya yang sering mereka hadapi berputar di masalah membuat onar di sekolah, masuk perkumpulan tidak jelas yang sok keren atau berkelahi dengan sesama remaja lainnya demi merebutkan cinta monyet. Bahaya yang Diana hadapi tentu berbeda karena ia bukan sembarang remaja. Karena ia adalah putri tunggal presiden dan Diana akan menjaga nama baik ayahnya, meskipun seten...
MANTRA KACA SENIN PAGI
3524      1285     1     
Romance
Waktu adalah waktu Lebih berharga dari permata Tak terlihat oleh mata Akan pergi dan tak pernah kembali Waktu adalah waktu Penyembuh luka bagi yang sakit Pengingat usia untuk berbuat baik Juga untuk mengisi kekosongan hati Waktu adalah waktu
Reach Our Time
10220      2372     5     
Romance
Pertemuan dengan seseorang, membuka jalan baru dalam sebuah pilihan. Terus bertemu dengannya yang menjadi pengubah lajunya kehidupan. Atau hanya sebuah bayangan sekelebat yang tiada makna. Itu adalah pilihan, mau meneruskan hubungan atau tidak. Tergantung, dengan siapa kita bertemu dan berinteraksi. Begitupun hubungan Adiyasa dan Raisha yang bertemu secara tak sengaja di kereta. Raisha, gadis...
To The Girl I Love Next
386      270     0     
Romance
Cinta pertamamu mungkin luar biasa dan tidak akan terlupakan, tetapi orang selanjutnya yang membuatmu jatuh cinta jauh lebih hebat dan perlu kamu beri tepuk tangan. Karena ia bisa membuatmu percaya lagi pada yang namanya cinta, dan menghapus semua luka yang kamu pikir tidak akan pulih selamanya.
SOLITUDE
1575      611     2     
Mystery
Lelaki tampan, atau gentleman? Cecilia tidak pernah menyangka keduanya menyimpan rahasia dibalik koma lima tahunnya. Siapa yang harus Cecilia percaya?
BELVANYA
326      223     1     
Romance
Vanya belum pernah merasakan jatuh cinta, semenjak ada Belva kehidupan Vanya berubah. Vanya sayang Belva, Belva sayang Vanya karna bisa membuatnya move on. Tapi terjadi suatu hal yang membuat Belva mengurungkan niatnya untuk menembak Vanya.
Cincin dan Cinta
1387      817     22     
Short Story
Ada yang meyakini, jika sama-sama memiliki cincin tersebut, kisah cinta mereka akan seperti Vesya dan Zami. Lalu, bagaimanakah kisah cinta mereka?
Dear, My Brother
807      519     1     
Romance
Nadya Septiani, seorang anak pindahan yang telah kehilangan kakak kandungnya sejak dia masih bayi dan dia terlibat dalam masalah urusan keluarga maupun cinta. Dalam kesehariannya menulis buku diary tentang kakaknya yang belum ia pernah temui. Dan berangan - angan bahwa kakaknya masih hidup. Akankah berakhir happy ending?
Aku Lupa Cara Mendeskripsikan Petang
548      375     2     
Short Story
Entah apa yang lebih indah dari petang, mungkin kau. Ah aku keliru. Yang lebih indah dari petang adalah kita berdua di bawah jingganya senja dan jingganya lilin!