Read More >>"> Teman Hidup (Chapter 27: Sudah Sejauh Ini (2)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Hidup
MENU
About Us  

Damian menggerakkan tetikus ke arah tabel penjualan A Latte yang meningkat sepuluh persen. Memang belum signifikan tapi selalu ada hal baik yang bisa ia dapatkan. Perlahan, dengan menghadirkan lagi menu legendaris kafe, A Latte bisa kembali berjaya. Tidak peduli dengan saingan baru yang mungkin lebih kreatif. Gawainya yang bergetar mengalihkan perhatian. Damian mengangkatnya, menyambut suara Nadia yang lembut.

“Dami, Satria masih sama kamu?”

Lelaki itu mengembuskan napas sebelum menjelaskan rencananya. Nadia menggeleng pelan sebelum merapikan pot-pot kaktus di pinggiran jendela. “Kamu nggak percaya sama Mama lagi? Satria udah mulai nyaman sama Mama, loh."

Damian beranjak dari tempatnya dan menatap tanaman di rak. Lelaki itu tidak menyangka jika Nadia malah menentang pilihannya. ”Ma, bukan begitu. Tapi ada hal yang lebih penting. Mama harus jaga kesehatan. Kalau terus jagain Satria, Mama nggak punya banyak waktu buat diri sendiri.”

Nadia berdecak. “Dami, Mama bisa merawat Radit dari dia bayi. Nanti ada saatnya Mama nggak ikut campur menjaga anakmu. Sekarang, Satria masih perlu kehadiran Mama. Apalagi Ibunya nggak ada."

Damian memijat pelipisnya. Ia harus menentukan sikap dengan tepat. Di satu sisi ia harus memastikan Nadia tidak terlalu lelah. Namun, di sisi lain ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk merawat Satria sesuai kemampuannya.

“Ini Mama cuma sama Bi Narti aja di rumah. Rasanya ada yang kurang, Dami. Kehadiran Satria bisa buat Mama jadi lebih baik,” lanjut Nadia, lirih. 

Hati Damian makin tidak menentu mendengar penuturan ibunya. Lelaki itu menutup matanya sejenak sebelum memutuskan. “Ya udah. Aku bawa Satria nanti. Tapi Mama harus janji buat nggak memaksakan diri kalau capek. Aku beneran bawa Satria ke apartment kalau sampai Mama sakit lagi.”

Nadia memajukan bibirnya. “Kamu mengancam Mama, Dami?”

Damian mengembuskan napas, menghalau rasa tidak nyamannya mendengar perkataan Nadia. “Itu buat kebaikan Mama juga. Aku nggak ada maksud mengatur, Ma,” balas Damian tegas.

Nadia mengiakan dengan mantap. Setidaknya, ia bisa melihat Satria lagi.

Damian segera mematikan telepon sebelum beranjak keluar. Tadi, ia sempat melihat Dhisti membawa anaknya pergi. “Kebiasaan banget Dhisti. Pasti dia melamun lagi sampai nggak bawa Satria masuk.”

Damian berjalan cepat menuju taman belakang setelah tidak menemui Dhisti di mana pun. Lelaki itu berdeham, menuntut perhatian dua wanita yang masih asyik bercengkrama. Dhisti dan Rania segera menoleh pada sumber suara. Rania menunduk sementara Dhisti menatap dalam wajah Damian yang tegas.

“Bagus banget, ya. Kalian malah ngobrol,” ujar Damian.

“Maaf, Pak. Satria tadi nangis jadi saya bawa kemari,” balas Dhisti.

Lelaki itu menghampiri keduanya dan menunjuk Satria dengan dagunya. “Terus, kamu pikir anak saya nyaman tidur dalam posisi begitu?”

Dhisti menatap keponakannya yang memejamkan mata, tertidur lelap. “Ini buktinya nggak nangis lagi. Tenang aja, Pak. Satria pasti baik-baik aja.”

Damian menggeleng pelan mendengar perkataan wanita di hadapannya. “Saya nggak ngerti kenapa kamu bisa sesantai ini setelah apa yang kamu lakuin kemarin di rumah Mama. Ini tentang Satria, Dhisti. Kamu kan tahu, dia baru aja imunisasi.”

Dhisti terdiam. Ia membuka mulutnya tapi Damian lebih dulu mengangkat tangannya. “Ke kantor saya sekarang.”

Damian berlalu dari hadapan mereka, meninggalkan Dhisti dengan perasaan tak menentu. Rania mengelus pelan lengan sahabatnya, memintanya bergegas. “Sana, sebelum dia marahin lo lagi.”

**

Dhisti merapikan selimut Satria, memastikan keponakannya nyaman. Di dekat Dhisti, Damian menatap anaknya lembut sebelum mengelus pelan pipinya. Ada seulas senyum yang terbentuk di bibir Damian. Lelaki itu kini berjalan ke arah jendela yang terbuka lebar. Dia memilih konsep alam untuk kantornya untuk menciptakan kreativitas sekaligus berkontribusi untuk penghematan energi.

“Saya nggak jadi bawa Satria ke apartment, Dhis. Untuk sementara, kamu bebas tugas," ujar Damian.

Dhisti mengernyitkan kening, tapi ia menahan diri untuk tidak bertanya lebih lanjut. 

“Saya harap kamu nggak menilai saya nggak punya pendirian. Saya mau merawat Satria tapi Mama punya pandangan lain. Saya nggak bisa menolak permintaannya."

Damian berbalik dan menemui sepasang mata almond Dhisti yang menatapnya lekat. Wanita itu tidak pernah menyangka jika Damian punya pikiran seperti itu.

“Saya menghargai setiap keputusan Bapak. Itu pasti yang terbaik,” jawab Dhisti pada akhirnya. 

Damian mengangguk sebelum memperhatikan Dhisti lagi. Wanita itu memilih dress selutut warna toska yang pas di kulitnya yang sawo matang. Sejenak, Damian merasakan kenyamanan yang mengalir di hatinya. Secepat rasa itu datang, Damian harus menyingkirkannya agar tidak jatuh terlalu dalam.

“Oh ya, kamu jangan kepedean sama peristiwa kemarin. Saya memeluk kamu karena refleks aja. Nggak ada maksud yang lebih jauh,” ujar Damian.

Dhisti terperanjat dengan perubahan sikap Damian yang begitu cepat. Selalu begitu perputarannya seperti ada hal yang mengganjal Damian untuk mengekspresikannya perasaannya.

“Saya biasa aja kok, Pak. Saya lebih banyak takutnya. Dari sini, kelihatan kan, siapa yang sebenarnya berpikir ke arah sana?”

Damian tercengang dengan jawaban Dhisti yang berbalik padanya. Lelaki itu hendak membalas tapi Dhisti sudah keburu pergi, meninggalkan Damian dengan rasa tak karuan.

"Sial. kenapa kesannya aku menomorsatukan perasaan dia sekarang?"

**

Nadia menatap wajah Satria yang damai sambil menimangnya. “Mama senang sekali akhirnya Satria kembali. Mama kangen banget sama dia, Dami.”

Damian mengangguk sebelum melanjutkan makannya. Tak lama, lelaki itu menoleh pada Dhisti yang baru datang dari dapur. “Kamu udah pesan taksi? Saya nggak bisa antar kamu pulang.”

Dhisti membuka mulut tapi Nadia lebih dulu menimpali. “Dami, ini udah malam. Biar Dhisti menginap di sini. Ada kamar tamu yang bisa dipakai juga.”

Damian membulatkan mata mendengar ide Nadia. “Ma, tapi tugas Dhisti udah selesai buat hari ini.”

“Iya, Tan. Aku memang mau izin pulang.”

Nadia mengembuskan napas menatap keduanya dengan pandangan tajam. “Damian, abis makan kamu temenin Dhisti ke minimarket buat beli keperluan mandinya. Besok pagi Dhisti bantuin Mama buat bubur. Masakan Dhisti enak dan Mama mau makan bubur lagi.”

Damian mengerang dalam hati. Ia tidak pernah menduga pikiran Nadia yang malah memaksanya untuk lebih lama berada dekat Dhisti. 

Dan di sinilah mereka sekarang. Damian memegang setir dengan pandangan terarah ke depan. Sepuluh menit berlalu tanpa perbincangan apapun. Perlahan, Dhisti menatap wajah lelaki itu dengan debaran hangat di dada. 

“Terima kasih sudah baik sama saya, Pak. Saya tahu ini merepotkan tapi saya juga nggak ada pilihan lain. Menolak permintaan Tante Nadia nggak mudah buat saya, Pak.”

Damian mengulas senyum tipis. “Sekarang kamu merasakan jadi saya, kan?"

“Kadang, ada saatnya kita harus menuruti perkataan mereka, Pak. Orangtua kan, wakil Tuhan di bumi. Saya senang ketemu Tante Nadia yang perhatian. Walau akhirnya malah merepotkan Bapak seperti sekarang,” ujar Dhisti sambil meringis.

Damian menoleh pada Dhisti dan teringat latar belakang wanita itu.

“Saya ngerti keadaanmu, Dhis. Pasti sulit buat hidup dalam tekanan, sementara kamu nggak pernah dikasih pilihan buat bahagia.”

Dhisti terdiam sebelum melirik lelaki itu. “Ya, kadang-kadang, Pak.” 

“Gimana caranya kamu bertahan? Tante Nuri dan Laras jarang berlaku baik padamu, kan?”

Dhisti mengembuskan napas perlahan. “Saya pikir kekuatan itu muncul secara natural, Pak. Saat saya udah menyerah, di situlah saya jadi kuat. Lagian, semua hal terjadi karena satu alasan, Pak.”

Damian terdiam lama, mencerna perkataan wanita di sebelahnya. “Kamu nggak marah sama takdirmu?”

Dhisti mengulas senyum. “Ada hal yang selalu bisa saya syukuri, meski itu sulit. Tapi, kalau saya memilih jalan terus, pasti pintu kesempatan lain akan terbuka, Pak.”

Damian mengulas senyum lebar mendengar perkataan Dhisti. “Saya salut sama kamu.”

Wajah wanita itu merona merah. “Biasa aja kok, Pak.”

Damian mengembuskan napas. “Nggak baik kalau dipuji malah merendah. Atau kamu pikir saya nggak serius?”

Dhisti menoleh pada lelaki itu. Wajah lelaki itu terlihat kesal. Dhisti pikir, sekali-kali tidak apa menggodanya. “Iya, Pak. Nanti saya rapel aja makasihnya, hehe."

Damian menggeleng pelan seiring tangannya yang mengacak rambut Dhisti perlahan, membuat hati wanita itu berantakan. 

“Sebenarnya, kita udah sejauh apa, Damian?”batin Dhisti.

**

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Gerhana di Atas Istana
13123      4610     2     
Romance
Surya memaksa untuk menumpahkan secara semenamena ragam sajak di atas kertas yang akan dikumpulkannya sebagai janji untuk bulan yang ingin ditepatinya kado untuk siapa pun yang bertambah umur pada tahun ini
SIREN [ RE ]
571      304     5     
Short Story
nyanyian nya mampu meluluhkan hati. namanya dan suara merdunya mengingatkanku pada salah satu makhluk mitologi.
Kisah Kita
1812      623     0     
Romance
Kisah antara tiga sahabat yang berbagi kenangan, baik saat suka maupun duka. Dan kisah romantis sepasang kekasih satu SMA bahkan satu kelas.
Hoping For More Good Days
449      304     7     
Short Story
Kelly Sharon adalah seorang gadis baik dan mandiri yang disukai oleh banyak orang. Ia adalah gadis yang tidak suka dengan masalah apapun, sehingga ia selalu kesulitan saat mengahadapinya. Tapi Yuka dan Varel berhasil mengubah hidup Sharon menjadi lebih baik dalam menghadapi segala rintangan.Jujur dan saling percaya, hanya itu kunci dari sebuah tali persahabatan..
Putaran Waktu
619      421     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...
Until The Last Second Before Your Death
431      308     4     
Short Story
“Nia, meskipun kau tidak mengatakannya, aku tetap tidak akan meninggalkanmu. Karena bagiku, meninggalkanmu hanya akan membuatku menyesal nantinya, dan aku tidak ingin membawa penyesalan itu hingga sepuluh tahun mendatang, bahkan hingga detik terakhir sebelum kematianku tiba.”
SOLITUDE
1424      543     2     
Mystery
Lelaki tampan, atau gentleman? Cecilia tidak pernah menyangka keduanya menyimpan rahasia dibalik koma lima tahunnya. Siapa yang harus Cecilia percaya?
RIUH RENJANA
338      258     0     
Romance
Berisiknya Rindu membuat tidak tenang. Jarak ada hanya agar kita tau bahwa rindu itu nyata. Mari bertemu kembali untuk membayar hari-hari lalu yang penuh Renjana. "Riuhnya Renjana membuat Bumantara menyetujui" "Mari berjanji abadi" "Amerta?"eh
In Your Own Sweet Way
387      270     2     
Short Story
Jazz. Love. Passion. Those used to be his main purpose in life, until an event turned his life upside down. Can he find his way back from the grief that haunts him daily?
Secret Love
301      194     3     
Romance
Cerita ini bukan sekedar, cerita sepasang remaja yang menjalin kasih dan berujung bahagia. Cerita ini menceritakan tentang orang tua, kekasih, sahabat, rahasia dan air mata. Pertemuan Leea dengan Feree, membuat Leea melupakan masalah dalam hidupnya. Feree, lelaki itu mampu mengembalikan senyum Leea yang hilang. Leea senang, hidup nya tak lagi sendiri, ada Feree yang mengisi hari-harinya. Sa...