Read More >>"> Teman Hidup (Chapter 26: Sudah Sejauh Ini) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Hidup
MENU
About Us  

Dhisti menatap Satria yang tengah tertidur dalam gendongannya. Ada kedamaian yang menyelimuti hati ketika Dhisti memandang keponakannya. "Kamu kecapekan nangis, kan? Pasti takut ya, sama jarum suntik?" ujar Dhisti, mengulas senyum tipis. Sesuai jadwal, Satria harus menjalani imunisasi untuk kesehatan yang lebih baik. 

Damian memperhatikan Dhisti dan Satria yang bagai potongan puzzle yang melengkapi satu sama lain. Satria belum pernah merasakan kasih ibu kandungnya dan Dhisti hadir dengan segala kelemahan dan kekuatannya. Memang tidak ada yang sempurna tapi setidaknya ada hal baik yang bisa dirasakan. Lelaki itu mengembuskan napas sebelum menghampiri Dhisti. 

"Dhis, kita langsung ke A Latte aja. Saya ada yang harus dikerjakan.”

Dhisti mengernyitkan kening. "Terus, Satria ikut sama kita, Pak?"

Damian mengangguk mantap. "Itu tugasmu memastikan dia nggak nangis sepanjang jalan. "

Wanita itu membuka mulutnya, hendak protes. Namun, Damian dengan cepat mengangkat tangan di depan wajah Dhisti. "Nggak ada penolakan. Lagian, Mama lagi proses pemulihan. Kamu tega lihat Mama susah payah mengurus Satria?"

Dhisti terdiam mencerna perkataan lelaki itu. Tak lama, ia mendesah pelan, menyadari akan ada banyak pertanyaan dari rekan kerjanya terkait Satria. 

"Nah kan, ngelamun lagi. Ayo, cepat, Dhis," ujar Damian sedikit kesal.

Dhisti mengiakan dan membiarkan Damian membantunya. Tak lama, Ayla hitam Damian membelah jalan, memangkas jarak. 

"Pokoknya nanti kamu jagain Satria. Tapi jangan lupa sama tugasmu di A Latte. Ngerti, kan?"

Dhisti menoleh pada Damian yang fokus menyetir. Wanita itu mengiakan walau hatinya tidak tenang. Setelah beberapa hari absen, Dhisti kadang merasa nyaman dengan pekerjaan tambahannya. Meski begitu, ia mencoba untuk tetap melakukan yang terbaik.

"Oh ya, Dhis. Saya baru ingat. Nanti tolong kamu pack semua baju dan perlengkapan Satria. Saya ada rencana buat kembali ke apartment. Biar Mama bisa fokus sama kesehatannya. Udah cukup saya titipkan Satria. Kamu juga udah tahu harus ngapain kan, buat merawat anak saya?" ujar Damian lagi.

Wanita itu terperanjat. Namun, tak lama, ia mengangguk sambil mengeratkan gendongannya.

"Jadi, kamu harus siap juga buat berpindah dari kosan ke apartment buat jagain Satria."

Dhisti menatap wajah lelaki itu. Meski dari samping, Dhisti bisa melihat ada ketegasan yang terpancar dari pancaran matanya. 

"Tapi saya nggak yakin bisa mengerjakan dua hal secara bersamaan, Pak. Saya perlu waktu buat beradaptasi sama hal baru," jawab Dhisti.

Damian menoleh menatap wanita itu dengan tajam. Lelaki itu masih mengingat peristiwa kemarin dengan jelas. Perkataan Dhisti ada benarnya. Damian harus menentukan apa yang harus wanita itu kerjakan. 

"Sementara waktu, kamu urus Satria dulu. Pekerjaanmu biar saya aja yang pegang."

Wanita itu tidak menjawab dan mengalihkan perhatian pada jalan Pandan Wangi yang lengang. A Latte tidak jauh lagi dan Dhisti memastikan Satria aman. 

Damian memarkir mobilnya di tempat favoritnya sebelum melepas sabuk pengaman.  “Sebentar saya bantu kamu, Dhis.” ujar Damian.

Wanita itu mengiakan sambil mengelus pelan kening keponakannya. Damian menoleh pada keduanya dan sejenak hatinya berdesir hangat. Lelaki itu tidak pernah memikirkan tentang membangun sebuah keluarga. Namun, kehadiran Dhisti dan Satria mengubah segalanya. Apa mungkin ini adalah jalan untuknya memulai hal baru?

“Pak, ini pintunya udah bisa dibuka?”

Lelaki itu terkesiap, menyadari ia malah memikirkan hal yang tidak seharusnya. Damian bergegas turun dan mengambil alih Satria, sebelum meletakkannya di kereta bayi.

Lelaki itu meminta Dhisti untuk mendorongnya. Wanita bermata almond itu menurut dan mengeratkan genggamannya di handle kereta bayi, membiarkan rodanya menggilas lantai. Damian berjalan di sisinya, seakan melindungi wanita itu dan anaknya. 

Rania yang memegang nampan tercengang melihat pemandangan langka di hadapannya. Dhisti mengangguk perlahan pada sahabatnya sebelum berjalan masuk. Damian mendorong pintu depan, memberi akses pada Dhisti untuk mendorong kereta bayi dengan leluasa. Rania membuka mulut tak percaya, terlebih saat Damian mengelus punggung Dhisti pelan. 

"What? Ini gue nggak salah lihat, kan?" tanya Rania heran.

Wanita itu segera menyajikan minuman pada pelanggan sebelum melesat ke pantry dan memberitahu apa yang terjadi pada setiap penghuni A Latte.

"Biar Satria sama saya dulu. Kalau saya perlu apa-apa, tolong kamu kemari," ujar Damian meletakkan tas kerjanya di dekat komputer.

Dhsiti mengiakan sambil menatap kantor Damian. Selalu ada perasaan yang menenangkan setiap kali matanya memandang tanaman yang berbaris rapi di rak. 

"Oh ya, kamu nggak usah cerita apapun soal Satria ke yang lain. Saya yang akan jelaskan."

**

Dan seperti sebuah keajaiban. Para karyawan A Latte menyambut hangat kehadiran Satria. Mereka tidak mempermasalahkan apa yang terjadi pada anak itu sebelum hari kelahirannya. Rania menatap Satria yang tertidur sambil sesekali mengelus pipi anak itu. Fino memukul telapak tangan Rania, membuat senyum wanita itu menghilang.

"Jangan sentuh, Ran. Lo belum cuci tangan. Nanti dia bisa alergi."

Rania berdecak. "Mana ada begitu? Bilang aja lo juga mau lihat lebih dekat, kan? "

Fino menggeleng sebelum membenarkan letak guling Satria. Lelaki itu tidak pernah menyangka akan kehadiran Satria yang bagai malaikat kecil dari langit. Satria bisa mengubah Damian yang terkesan kaku itu jadi lebih terbuka pada karyawannya. Entah apa yang membuat Damian akhirnya membuka diri. 

“Ah itu pasti ada hubungannya dengan Dhisti juga,” pikir Fino. 

Dhisti yang baru datang mengulas senyum melihat dua rekan kerjanya. “Hey, Satria nggak bangun, kan? Gue baru bikin susu buat dia.”

Rania tersenyum lebar melihat sahabatnya sebelum menyenggol lengan Fino. "Eh, ada calon Bu Bos. Auranya beda ya, Ran?”

Rania tertawa geli melihat Dhisti yang menggembungkan kedua pipinya. “Pastinya, dong. Selama ini mereka membangun hubungan intens dulu, Fin. Nah, sekarang pelan-pelan mau go public.”

“Bener banget. Nasihat gue manjur kan, Dhis? Pak Bos akhirnya sedikit melunak sama lo. Tapi, nggak nyangka juga Pak Bos jelasin siapa anak ini.”

Dhisti mengangguk teringat perkataan Damian pada setiap karyawannya. “Kalau kalian bertanya-tanya, Satria itu anak saya. Bagaimana kejadiannya, kalian nggak perlu tahu. Selama ini, Dhisti yang sudah membantu saya. Tapi saya harap kalian cukup sampai di sini. Jangan pernah bebani Dhisti dengan pertanyaan tentang saya dan Satria.”

Tangisan Satria yang meraung itu mengembalikan Dhisti pada kenyataan. 

“Yah, kan, Fino. Lo berisik, sih. Bangun jadinya dia,” ujar Rania.

Fino membulatkan mata tak terima dengan tuduhan wanita itu. Namun, Fino memilih pergi dan melanjutkan pekerjaannya. 

Dhisti segera menggendong Satria dan menenangkannya. Wanita itu menimangnya dan menyanyikan lagu yang ia hapal. Namun, tangisan itu tidak berhenti. 

“Coba kita ke taman belakang, Dhis. Siapa tahu dia kepanasan di sini, “ ujar Rania.

Dhisti mengangguk dan melangkah keluar. Semilir angin yang lembut menyapa mereka, seakan mengirimkan tanda persahabatan. Dhisti kembali menimang keponakannya yang tak lama menutup matanya. 

“Ah, akhirnya. Anak baik tidur lagi,” ujar Dhisti tersenyum.

Rania menatap sahabatnya yang tampak kelelahan. Sepertinya harinya bertambah sibuk sejak kehadiran Satria. 

“Dhis, by the way, lo udah sejauh apa sama Pak Bos?”

Dhisti menoleh pada Rania yang menatapnya penuh rasa penasaran. Wanita bermata almond itu seketika teringat pelukan Damian yang menenangkan dan tatapan penuh khawatirnya. Juga permintaan lelaki itu untuk menjaga dirinya. Dhisti tidak tahu harus menjawab apa.

“Maksudnya gimana? Gue masih Dhisti yang kemarin, Ran. Pak Bos juga masih sering marahin gue. “

Rania mengembuskan napas. “Kalau yang gue lihat, Pak Bos beneran berubah sikapnya sama lo. Yah, dia masih nggak ramah tapi ada perhatian khusus yang ditujukan buat lo. Tinggal gue nunggu aja nih, kelanjutan cerita dari lo.”

Dhisti mengalihkan pandangan pada daun morning glory yang berjatuhan. “Well, gue juga nggak pernah menduga semua menuntun gue sampai di titik ini. Banyak hal yang gue pelajari, Ran.”

“Pasti lo bahagia, kan?” tanya Rania.

Dhisti terdiam. 

“Nggak usah dijawab sekarang. Gue yakin banget Dhis. Proses yang lo lagi jalanin sekarang pasti membawa lo pada hal yang luar biasa.”

Dhisti mengiakan dengan mantap. “Thanks, Ran.”

“Tapi, gue kangen banget sama lo, Dhis. Biasanya kita sering ngobrol. Eh, sekarang sering banget ditinggal.”

Dhisti menggeleng pelan. “Semua karena keadaaan, Ran. Tapi, lo tenang aja. Kita pasti punya quality time nanti. “

Sure. Dan status lo udah berubah jadi Nyonya Damian.”

“Rania, please deh.” jawab Dhisti, memajukan bibir. Namun, ia tidak bisa mencegah rona merah yang muncul di kedua pipinya, membuat tawa Rania makin menjadi.

**

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dear Diary
592      388     1     
Short Story
Barangkali jika siang itu aku tidak membongkar isi lemariku yang penuh buku dan tumpukan berkas berdebu, aku tidak akan pernah menemukan buku itu. Dan perjalanan kembali ke masa lalu ini tidak akan pernah terjadi. Dear diary, Aku, Tara Aulia Maharani umur 25 tahun, bersedia melakukan perjalanan lintas waktu ini.
PENTAS
971      593     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Dramatisasi Kata Kembali
648      324     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
In Your Own Sweet Way
387      270     2     
Short Story
Jazz. Love. Passion. Those used to be his main purpose in life, until an event turned his life upside down. Can he find his way back from the grief that haunts him daily?
SOLITUDE
1424      543     2     
Mystery
Lelaki tampan, atau gentleman? Cecilia tidak pernah menyangka keduanya menyimpan rahasia dibalik koma lima tahunnya. Siapa yang harus Cecilia percaya?
My Doctor My Soulmate
61      55     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Seberang Cakrawala
87      82     0     
Romance
sepasang kekasih menghabiskan sore berbadai itu dengan menyusuri cerukan rahasia di pulau tempat tinggal mereka untuk berkontemplasi
ZAHIRSYAH
5485      1659     5     
Romance
Pesawat yang membawa Zahirsyah dan Sandrina terbang ke Australia jatuh di tengah laut. Walau kemudia mereka berdua selamat dan berhasil naik kedaratan, namun rintangan demi rintangan yang mereka harus hadapi untuk bisa pulang ke Jakarta tidaklah mudah.
The Investigator : Jiwa yang Kembali
1801      730     5     
Horror
Mencari kebenaran atas semuanya. Juan Albert William sang penyidik senior di umurnya yang masih 23 tahun. Ia harus terbelenggu di sebuah gedung perpustakaan Universitas ternama di kota London. Gadis yang ceria, lugu mulai masuk kesebuah Universitas yang sangat di impikannya. Namun, Profesor Louis sang paman sempat melarangnya untuk masuk Universitas itu. Tapi Rose tetaplah Rose, akhirnya ia d...
Hujan Paling Jujur di Matamu
5403      1482     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...