Read More >>"> Teman Hidup (Chapter 18: Tersadar) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Hidup
MENU
About Us  

Sinar mentari menyeruak masuk ke kamar Damian, membuatnya merenggangkan badan dan perlahan membuka mata. Pikirannya segera tertuju pada Satria. Semalaman anak itu menangis membuat Nadia dan dirinya kewalahan. 

“Apa mungkin dia mau ketemu ibunya, ya? Sejak awal dia diabaikan. Ah, tapi Oma pasti bisa buat kamu tenang, Satria,” ujar Nadia sambil menimang cucunya. 

Satria menggeliat dan terus menangis hingga Damian mengambil alih. Lelaki itu mengelus pelan pipi Satria dan membisikkan kata penuh cinta. Anak itu seketika terdiam tapi tak lama. 

Damian menggeleng, teringat perkataan Nadia barusan. Bisa saja hal itu berpengaruh mengingat kondisi Satria yang tidak pernah merasakan kasih Laras. Dari awal, wanita itu menganggap kehamilannya adalah sebuah bencana. Namun, Damian tidak menyalahkan Laras seratus persen. Wanita itu justru menanggung beban yang bukan main beratnya. 

“Satria, anak Papa. Jadilah anak yang kuat dan bahagia, ya. Papa janji untuk belajar jadi yang terbaik buatmu,” ujar Damian, mengelus kepala anaknya. 

Pintu yang berderit mengembalikan lelaki itu pada kenyataan. Nadia masuk dan membawa nampan berisi sereal dan apel merah potong.

"Pagi, Ma. Tumben kemari."

Nadia mengulas senyum meletakkan nampan di nakas. "Udah jam sepuluh, Dami. Kamu pasti kecapekan karena begadang. Makannya Mama siapin sarapan terus bawain ke kamarmu."

Damian tersenyum lembut sebelum beranjak untuk mencuci wajah. “Thanks, Ma. Kita sarapan bareng.”

Nadia mengangguk sebelum mengedarkan pandang ke penjuru kamar anaknya. Tumpukan pakaian kotor di keranjang sebagian mencuat hingga berjatuhan di lantai. Beberapa buku tersebar di meja komputer dan tempat tidur. Belum lagi kertas-kertas yang mencuat dari map di meja. Nadia berjongkok dan menyentuh lantai. Ia bergidik, menyadari debu yang menempel di permukaan. Wanita paruh baya itu kembali berdiri, memijat pelipis melihat kelakuan Damian.

"Mama pusing?" tanya Damian mengusap wajahnya dengan handuk. 

Nadia menatap lelaki itu dalam. Tak lama Nadia menggeleng tak percaya ketika Damian melemparkan handuk tadi ke sisi tempat tidur sebelum mengenakan kaus.

"Dami, Mama menghargai waktumu buat kerja di kafe. Kamu memang lebih sering pulang malam. Tapi apa kamu nyaman sama kamar yang berantakan gini? Masak nggak ada waktu sebentar aja buat nyapu dan lainnya? Terus itu handuk, haduh. Nggak ngerti lagi Mama," ujar Nadia dengan kesal.

Damian menaikkan bahu dan mengambil apel. "Ini rapi, Ma. Aku udah beresin tapi berantakan lagi. Jadi ya, biarkan aja."

Nadia berdecak kesal dan mendekati Damian yang mengunyah apelnya dengan santai.

"Mama pikir kamu perlu seseorang yang peduli sampai hal yang kamu anggap remeh sekalipun. Seseorang yang juga bisa jadi teman ngobrol.”

Damian menyendok apel dan serealnya. “Maksud Mama?”

Nadia mengembuskan napas. “Sudah saatnya kamu buka hati buat wanita lain. Kalau Laras nggak bisa mencintaimu, Mama setuju kamu deketin Dhisti. Dia pasti bisa mengimbangimu. Dan Satria pasti langsung menyukainya.”

Apel yang Damian kunyah hampir tertelan begitu saja. Wajah Damian memerah, menahan agar apel itu tidak masuk tanpa dicerna dulu. Cepat, Nadia menyodorkan gelas berisi air mineral pada lelaki itu. Damian menghela napas dan menatap wajah Ibunya.

“Ma, aku perlu waktu buat mencintai seseorang. Apalagi aku abis kehilangan Laras, wanita yang aku sayang. Lagian, kenapa harus Dhisti? Dia cuma buat aku makin pusing, Ma.”

Nadia meraih tangan anaknya dan meremasnya lembut. “Mama ngerti. Ini cuma masukan buatmu. Biar bagaimanapun, Satria akan bertambah besar dan dia pasti mencari sosok ibu. Bukannya nanti malah menambah pikiranmu? Soal Dhisti. Kamu cuma lihat dari luarnya, Dami. Kamu perlu ajak dia ngobrol santai aja. Mama yakin kamu cepat nyaman sama dia."

Damian terdiam, mencerna perkataan Nadia. “Mama nggak memaksamu untuk segera menikah, Dami. Pasti sulit untuk memaafkan dirimu. Tapi kalau ada kesempatan untuk mencintai dan dicintai, jangan kamu siakan,” lanjut Nadia.

Lelaki itu mengalihkan pandang keluar, menemui pohon mangga yang berbuah lebat sebelum menatap Nadia lagi. Ia sangat mengerti kekhawatiran Nadia tentang masa depan Satria. Tapi lelaki itu tidak ingin gegabah juga dalam memilih pasangan hidup. Laras sudah membencinya dan Damian perlu meyakinkan diri bahwa dirinya layak memberi dan menerima kasih yang tulus suatu hari nanti. 

“Aku juga memikirkan hal itu, Ma. Tolong kasih aku waktu buat mewujudkan yang terbaik.”

Nadia menemukan sinar penuh keyakinan dari sepasang manik cokelat anaknya.

“Oh, by the way, apa Mama udah memaafkanku atas kesalahanku sama Laras?” tanya Damian.

Nadia mengernyitkan kening. “Kenapa bicara begitu, Dami? Mama memang kecewa dan marah. Tapi semua sudah terjadi. Kamu pasti belajar dari pengalaman itu, kan?”

Damian mengulas senyum menatap Nadia yang merentangkan tangan. Lelaki itu menyambutnya dan memeluk Nadia dengan erat. Kehangatan yang bergabung dengan penerimaan Nadia sungguh menjadi ketenangan tersendiri bagi Damian.

**

Ayla hitam Damian melaju menuju A Latte saat mentari sudah hampir redup. Biasanya kafenya sedang ramai dan ia sangat menyukai atmosfer penuh persahabatan yang berpadu dengan aroma kopi dan croissant. Saat tiba di belokan, Damian melambatkan mobilnya, menyadari kemacetan yang tercipta. Ia mendesah, saat matanya bersirobok dengan sebuah bangunan bergaya klasik, seperti rumah ala victorian. Di area parkir, kendaraan penuh sesak, hampir berdempetan. Pintu yang menutup tak lama membuka, memamerkan beberapa orang yang menikmati minuman sementara sisanya berdiri mengantri. Damian mengalihkan pandangan ke papan nama bangunan, menemui banner 'Ngopi, Yuk' yang berwarna jingga. 

“Tunggu. Ini kafe baru?” desis Damian.

Lelaki itu mendesah pelan saat menyadari perkataannya. Di depan pintu masuk, terpampang gambar seorang artis ternama dan ajakan untuk mendatangi kafe. Dengan latar belakang hitam dan tulisan menyala, dari jarak jauh pun, Damian bisa membacanya.

‘Beli varian kopi apa saja, dapat snack gratis. Plus, ketemu Tania langsung.’

Damian menghembuskan napas. Iklan itu memang menarik hati siapa saja yang membacanya. Apalagi ditambah kehadiran artis yang ternama itu. 

"Tania? Aku kayak pernah dengar nama itu tapi kapan, ya?" 

Damian mengumpulkan potongan peristiwa yang terjadi tapi tidak menemukan jawaban. Ia menggeleng dan kembali melaju menemui A Latte yang berjarak seratus meter dari kafe itu. Perlahan, lelaki itu turun dari mobilnya. 

Biasanya, Damian menemui beberapa orang sedang asyik bercengkrama sementara Rania dan Bella sibuk melayani mereka. Kini, mereka malah duduk santai. Fino yang biasanya di pantry membuat kopi malah bergabung dengan rekan kerjanya yang lain. Pandangannya kini lekat pada Dhisti yang memainkan bunga daisy di vas. Entah kenapa Damian merasakan ada sedikit ketenangan. Namun, ia dengan cepat menghalaunya.

“Ini kenapa kalian malah nongkrong di sini? Dari tadi belum ada yang datang?” tanya Damian, menatap karyawannya satu per satu.

“Seperti yang Bapak lihat. Sepi,” jawab Dhisti, mewakili para temannya.

“Padahal beberapa hari sebelumnya kita juga kasih discount yang nggak jauh beda dari mereka, Pak,” tambah Fino, menunjuk kafe seberang.

“Apa kita harus mengundang artis papan atas juga, Pak? Biar makin banyak yang kemari,” usul Rania. 

Damian menatap lukisan petani kopi di dinding. Lelaki itu tahu kualitas kopi dan snack di kafenya. Ia selalu mengambil kopi dari teman yang ia percaya. Kadang, Damian juga membantu untuk menyiapkan semuanya sebelum didistribusikan. Seharusnya para pelanggan setianya tidak akan tergoda oleh keluaran terbaru itu. Pelayanan di A Latte juga makin baik meski tidak menghadirkan seorang artis. Pasti ada keramahan yang ditawarkan. Kadang, ada live music atau pembacaan puisi setiap akhir pekan. Apa masih ada yang perlu diperbaiki atau malah ditambah? Damian menatap mereka dan berdeham, meminta perhatian.

“Kita adakan evaluasi. Sementara waktu, kita tutup kafe dulu. Saya tunggu di ruang meeting sepuluh menit lagi.”

Para karyawan A Latte saling berpandangan dan tak lama mempersiapkan diri untuk pertemuan dadakan itu. 

Semoga ada jalan terbaik buat A Latte, batin Dhisti.

**

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dear Diary
592      388     1     
Short Story
Barangkali jika siang itu aku tidak membongkar isi lemariku yang penuh buku dan tumpukan berkas berdebu, aku tidak akan pernah menemukan buku itu. Dan perjalanan kembali ke masa lalu ini tidak akan pernah terjadi. Dear diary, Aku, Tara Aulia Maharani umur 25 tahun, bersedia melakukan perjalanan lintas waktu ini.
PENTAS
971      593     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Dramatisasi Kata Kembali
648      324     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
In Your Own Sweet Way
387      270     2     
Short Story
Jazz. Love. Passion. Those used to be his main purpose in life, until an event turned his life upside down. Can he find his way back from the grief that haunts him daily?
SOLITUDE
1424      543     2     
Mystery
Lelaki tampan, atau gentleman? Cecilia tidak pernah menyangka keduanya menyimpan rahasia dibalik koma lima tahunnya. Siapa yang harus Cecilia percaya?
My Doctor My Soulmate
61      55     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Seberang Cakrawala
87      82     0     
Romance
sepasang kekasih menghabiskan sore berbadai itu dengan menyusuri cerukan rahasia di pulau tempat tinggal mereka untuk berkontemplasi
ZAHIRSYAH
5485      1659     5     
Romance
Pesawat yang membawa Zahirsyah dan Sandrina terbang ke Australia jatuh di tengah laut. Walau kemudia mereka berdua selamat dan berhasil naik kedaratan, namun rintangan demi rintangan yang mereka harus hadapi untuk bisa pulang ke Jakarta tidaklah mudah.
The Investigator : Jiwa yang Kembali
1801      730     5     
Horror
Mencari kebenaran atas semuanya. Juan Albert William sang penyidik senior di umurnya yang masih 23 tahun. Ia harus terbelenggu di sebuah gedung perpustakaan Universitas ternama di kota London. Gadis yang ceria, lugu mulai masuk kesebuah Universitas yang sangat di impikannya. Namun, Profesor Louis sang paman sempat melarangnya untuk masuk Universitas itu. Tapi Rose tetaplah Rose, akhirnya ia d...
Hujan Paling Jujur di Matamu
5403      1482     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...