Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Hidup
MENU
About Us  

Damian melebarkan langkah ketika ruangan khusus bayi memenuhi matanya. Lelaki itu mengeratkan genggamannya pada buket bunga mawar putih di tangannya. Sepasang manik cokelatnya berbinar penuh bahagia walau jantungnya berdegup kencang. Ini hari yang ia nantikan dan menjadi awal baik untuk segalanya.

Melewati ruangan bersalin yang tertutup rapat, Damian menghembuskan napas. Seakan tahu kondisi wanita terkasihnya Damian mengirimkan doa singkat untuknya. "Please be strong, Laras. Aku di sini buatmu. Dan aku yakin kamu akan mencintai anak itu suatu hari nanti."

Memang, setelah proses caesar itu, Laras bisa bernapas lega. Namun, Laras bergidik ngeri kala suster meletakkan anaknya di dekatnya. Laras menatap setiap lekuk wajah anak yang selama ini terpaksa dikandungnya. Wajah imut anak lelaki itu yang mirip Damian tidak menggerakkan hati Laras untuk menyentuhnya. Wanita itu menggeleng kuat dan membuka mulut membentuk huruf o. Laras mengeluarkan segala beban yang menghimpitnya sambil menyalahkan Damian yang merampas kebahagiaannya. Tiara menghampiri Laras dan mengelus kening wanita itu. 

"Tenang, Bu. Ini bukan akhir segalanya."

Laras tidak peduli. Bayangan Damian dan kesulitan yang menimpanya kembali bermain dalam memorinya. Wanita itu menggeleng kuat seiring matanya yang berkaca-kaca. Bahunya berguncang hebat menjadi pelengkap kehancuran hatinya.

Tiara mengelus pelan lengan Laras dan membisikkan kalimat positif, sementara Nuri meminta anaknya tenang. Namun, semua itu malah membuat Laras makin kencang berteriak. 

Nuri menutup matanya tak tahan dengan semua ini. Wanita paruh baya itu hanya bisa berharap ada keajaiban. Tak lama, Tiara meraih tangan Laras dan memijatnya perlahan. Ia meminta suster memindahkan anak itu ke ruangan lain. 

Sejenak Laras menurunkan volume teriakan dan hatinya sedikit lebih tenang. 

"Tarik napas dan buang."

Walau hatinya tak karuan Laras melakukan juga instruksi Tiara.

"Kita jalani ini pelan-pelan ya, Bu. Sekarang adalah masa pemulihan setelah melahirkan. Begitu semua baik, Ibu boleh pulang dan menghirup kebebasan. Tapi terimalah ini dengan lapang dada."

Laras menatap wajah psikolognya dengan sendu. Sudut matanya basah seiring hatinya yang remuk. 

"Tapi anak itu udah mengambil semua hal baik di hidup saya, Dok," jawab Laras terbata-bata. Tangisnya belum sepenuhnya mereda.

Tiara mengulas senyum lembut. "Siapa bilang? Justru karena dia, Ibu Laras jadi lebih kuat. Ibu punya modal untuk menjalani hari dengan lebih baik setelah ini. Ibu luar biasa, bukan?"

Laras menelan ludah seiring pandangannya yang terarah pada perutnya yang mengempis. Bukannya semua sudah selesai? 

"Iya, Dok. Tapi jangan pernah minta saya merawatnya. Saya nggak mau."

Tiara mengangguk mantap. "Saya ngerti. Oke, sekarang Ibu akan dipindahkan ke ruangan observasi, ya. Suster, silahkan."

Nuri mengulum senyum pada Tiara yang berhasil menenangkan anaknya walau belum sempurna. Setidaknya Laras menemukan lagi cahaya hidupnya.

Sementara itu di luar, Damian tak hentinya berdecak kagum kala menatap buah hatinya. Bayi itu terbaring, tertidur pulas. Dengan kain biru dan senyuman anak itu, Damian merasakan kehangatan yang mendalam.

"Satria Prasetya, anak Papa, ucap Damian lirih.

"Akhirnya kamu datang juga."

Damian menoleh dan menemukan Nuri yang berdiri di belakangnya. Lelaki itu bergegas menjabat tangan Nuri dan menatapnya. "Tan, gimana Laras?" 

Nuri mendesah pelan menatap manik cokelat Damian. "Masih pemulihan. Tapi, tolong jangan temui dia. Hargai privasinya demi kesehatannya."

Damian terdiam mencerna perkataan wanita itu. "Saya ngerti, Tan. Terus gimana dengan prosedur untuk membawa pulang anak ini dan Laras?"

Nuri mengangguk. "Kamu temui admin saja. Yang jelas, saya serahkan anak itu padamu. Tolong urus semuanya dan hari ini adalah pertemuan terakhir kita. Jangan hubungi kami lagi untuk alasan apapun."

Damian mengalihkan pandangan pada Satria. Pikirannya berkecamuk tapi  ia yakin bisa menjaga anaknya sebagai bukti cintanya.

"Iya, saya mengerti, Tan. Ah, saya titip ini buat Laras, Tan."

Nuri melirik mawar putih segar yang menguarkan keharuman. "Sepertinya anak itu lebih pantas menerimanya,"jawab Nuri lugas.

Wanita itu segera berbalik meninggalkan Damian yang menatap punggung wanita itu dengan perasaan campur aduk.

**

Mentari bersinar lembut, menyapa setiap makhluk untuk memulai hari. Tak terkecuali dalam keluarga Prasetya. Di taman, Nadia menatap Satria yang tertidur dalam gendongannya. Wanita paruh baya itu mengelus pipi cucunya sambil mengulas senyum. “Satria, cucu Oma, selamat datang,” ujar Nadia penuh sukacita. Walau Nadia harus merelakan persahabatannya dengan Nuri renggang, ada hal lain yang ia bisa syukuri. Kehadiran Satria bagai penawar semua kepahitan akibat perbuatan Damian. Namun, Nadia tahu ada hal baik yang lelaki itu ambil untuk pelajaran.

“Ma, sini gantian. Mama udah dari tadi, kan? Lagian, Mama juga harus sarapan.”

Nadia menoleh pada Damian yang mengulurkan kedua tangan, bersiap menerima Satria.

“Sebentar lagi, Dami. Mama masih mau sama Satria. Lihat deh, dia mirip banget sama kamu.”

Lelaki itu mengulas senyum, menyadari versi kecil dirinya yang nantinya menjadi titik balik dalam hidupnya.

“Kamu bisa percayakan Satria sama Mama dulu, Dami. Fokuslah bekerja. Karyawanmu lebih membutuhkanmu,” lanjut Nadia, menimang cucunya.

Damian menoleh, menemukan keseriusan dalam pancaran mata ibunya. “Ma, aku nggak mau membebani Mama. Satria ada karena perbuatanku. Aku harus membayar kesalahanku. Mama juga harus mengurus Radit, kan?”

Nadia mengelus pelan pundak Damian yang kekar. “Semua ini Tuhan izinkan terjadi, Dami. Jangan menyalahkan dirimu terus. Tapi, belajarlah dari pengalaman itu untuk menempa dirimu.”

Damian mencerna perkataan Nadia dan tersenyum. Ia tahu Nadia perlahan memaafkan kesalahannya. 

“Dan soal Radit. Kamu nggak usah khawatir. Mama udah bilang sama kakakmu untuk cari babysitter dulu selama Mama merawat Satria. Cucu Oma yang ini kan, baru lahir. Dia pasti perlu perlakuan lebih spesial.”

Damian mengembuskan napas, menyadari ini tidak semudah yang ia pikirkan. Nadia malah harus mengurus Satria padahal wanita itu pasti memerlukan waktu untuk dirinya sendiri. “Ma, aku nggak mau Mama jadi ikut repot karena perbuatanku. Gini aja. Aku lihat cara Mama mengurus Satria selama dua minggu. Setelah itu, aku akan cari orang untuk membantuku nantinya.”

Nadia mengulas senyum pada Damian. Melihat keteguhan hati anaknya, wanita itu tahu Damian tidak akan lari dari tanggung jawab untuk membesarkan Satria.

“Kalau itu maumu, Mama setuju. Ya udah, sekarang kita masuk.”

Damian mengiakan dengan mantap. Harinya akan penuh kejutan manis dari Satria dan hal itu sangat menyenangkan baginya.

**

A Latte selalu memiliki cerita bagi setiap pengunjung dan mereka yang mendedikasikan diri. Dhisti tahu, Damian sudah sepenuhnya kembali mengurus kafenya tapi ia merasa ada hal yang berbeda, terlebih setelah kelahiran anaknya.

“Dhis, Pak Bos mau bicara sama lo. Hm, kayaknya dia mau ngajak lo nikah deh,” ujar Rania yang baru datang.

Dhisti membulatkan mata sebelum menepuk pelan lengan sahabatnya. “Rania, jangan asal! Dia itu baru aja punya anak,” jawab Dhisti, menurunkan volume suaranya di akhir kalimat. Ia tidak ingin berita ini tersebar luas di kalangan karyawan. Damian pasti memarahinya habis-habisan nanti.

Rania menahan tawanya dan mendorong sahabatnya untuk segera menemui Damian. Dhisti mengetuk pintu, menemukan Damian yang sedang memperhatikan sesuatu di layar komputer. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?”tanya Dhisti. 

Damian menoleh, menatap wanita itu dalam. Seperti biasa, ada sesuatu dalam diri Dhisti yang membuat Damian tidak bisa mendefinisikan perasaannya. Tapi itu bukan hal penting sekarang.

“Saya mau kamu ke rumah Mama saya nanti. Kamu masih cuti kuliah, kan?”

Debaran hangat yang tadi memenuhi hati Dhisti lenyap seketika. “Bu- buat apa ya, Pak?”

Damian menaikkan bahunya. “Belajar dari Mama saya cara merawat Satria. Anak saya. Karena kamu yang nantinya bantuin saya jagain Satria. Ngerti?”

Dhisti tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Belum juga luka hatinya sembuh. Kini ia harus berhubungan dengan anak Laras. 

“Pokoknya kamu perhatikan baik-baik. Saya nggak mau ada kesalahan nantinya. Biar gimanapun, kamu Tantenya, bukan?" lanjut Damian, penuh keyakinan.

Dhisti mengalihkan perhatian pada pot kaktus di meja. Bukan perkara hubungan keluarga tapi hatinya yang patah kini makin tidak menentu bentuknya. Yang jelas, harinya akan dipenuhi hal baru. .

**

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Universe 1
4291      1375     3     
Romance
Ini adalah kisah tentang dua sejoli Bintang dan Senja versiku.... Bintang, gadis polos yang hadir dalam kehidupan Senja, lelaki yang trauma akan sebuah hubungan dan menutup hatinya. Senja juga bermasalah dengan Embun, adik tiri yang begitu mencintainya.. Happy Reading :)
Behind The Scene
1357      607     6     
Romance
Hidup dengan kecantikan dan popularitas tak membuat Han Bora bahagia begitu saja. Bagaimana pun juga dia tetap harus menghadapi kejamnya dunia hiburan. Gosip tidak sedap mengalir deras bagai hujan, membuatnya tebal mata dan telinga. Belum lagi, permasalahannya selama hampir 6 tahun belum juga terselesaikan hingga kini dan terus menghantui malamnya.
Cinta Butuh Jera
1702      1056     1     
Romance
Jika kau mencintai seseorang, pastikan tidak ada orang lain yang mencintainya selain dirimu. Karena bisa saja itu membuat malapetaka bagi hidupmu. Hal tersebut yang dialami oleh Anissa dan Galih. Undangan sudah tersebar, WO sudah di booking, namun seketika berubah menjadi situasi tak terkendali. Anissa terpaksa menghapus cita-citanya menjadi pengantin dan menghilang dari kehidupan Galih. Sementa...
Game of Dream
1457      812     4     
Science Fiction
Reina membuat sebuah permainan yang akhirnya dijual secara publik oleh perusahaannya. permainan itupun laku di pasaran sehingga dibuatlah sebuah turnamen besar dengan ratusan player yang ikut di dalamnya. Namun, sesuatu terjadi ketika turnamen itu berlangsung...
Never Let Me Down
504      383     2     
Short Story
Bisakah kita memutar waktu? Bisakah kita mengulang semua kenangan kita? Aku rindu dengan KITA
Antara Depok dan Jatinangor
336      226     2     
Romance
"Kan waktu SMP aku pernah cerita kalau aku mau jadi PNS," katanya memulai. "Iya. Terus?" tanya Maria. Kevin menyodorkan iphone-nya ke arah Maria. "Nih baca," katanya. Kementrian Dalam Negeri Institut Pemerintahan Dalam Negeri Maria terperangah beberapa detik. Sejak kapan Kevin mendaftar ke IPDN? PrajaIPDN!Kevin Ă— MahasiswiUI!Maria
Foto dalam Dompet
531      372     3     
Short Story
Karena terkadang, keteledoran adalah awal dari keberuntungan. N.B : Kesamaan nama dan tempat hanya kebetulan semata
Tokoh Dalam Diary (Diary Jompi)
597      440     3     
Short Story
You have a Daily Note called Diary. This is my story of that thing
When Home Become You
438      330     1     
Romance
"When home become a person not place." Her. "Pada akhirnya, tempatmu berpulang hanyalah aku." Him.
Kebaikan Hati Naura
641      363     9     
Romance
Naura benar-benar tidak bisa terima ini. Ini benar-benar keterlaluan, pikirnya. Tapi, walaupun mengeluh, mengadu panjang lebar. Paman dan Bibi Jhon tidak akan mempercayai perkataan Naura. Hampir delapan belas tahun ia tinggal di rumah yang membuat ia tidak betah. Lantaran memang sudah sejak dilahirikan tinggal di situ.