Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Hidup
MENU
About Us  

Laras merapikan blazernya sebelum menatap Nuri di sampingnya. Laras meraih tangan Ibunya dan mengelusnya.  

“Ra, tenang ya. Cuma periksa aja, kok. Mama tahu kamu nggak suka anak ini. Tapi janji harus ditepati, bukan?”

Laras mendesah pelan, mengingat keadaannya yang berubah 180 derajat.

"Nggak usah dipikirin banget. Kamu bisa, Ra."

Nuri menuntun anaknya menuju ruangan dokter kandungan di ujung. Bau obat merajai tempat itu berpadu dengan hilir mudik orang yang menuju ruangan tertentu.

Laras menahan napas sebelum membuangnya. Kalau saja Nuri tidak mendengar pembicaraannya tempo hari, Laras pasti kemari untuk maksud lain. Keduanya baru saja berbelok saat seseorang menyapa mereka. Laras berjengit, hampir menabrak seorang suster yang membawa nampan. 

“Ra, kamu nggak apa? Maaf, Tante nggak bermaksud ngagetin.”

Laras tidak menjawab dan mengelus lengannya perlahan, meringis.

Nuri mendengkus melihat sahabatnya itu. “Kamu mau apa, Nadia? Dan kenapa kamu ada di sini juga?” 

Nadia mengulas senyum hangat sambil membenarkan letak kacamatanya. “Aku habis check up kesehatan. Aku lihat kalian dari jauh jadi sekalian sapa.”

Nuri mengibaskan tangannya. “Kalau gitu, kami permisi. Ada hal-”

Nadia meraih tangan Laras dan menatap manik mata wanita itu dalam. Laras terhenyak oleh perlakuan Nadia yang spontan. 

“Laras, Tante minta maaf atas nama Damian. Dia berusaha menemuimu tapi belum ada jalannya. Ra, Tante bangga dengan keteguhan hatimu. Ingat ya, Ra. Damian dan Tante selalu ada buat kamu. Tolong kabarin Tante tentang perkembangan anakmu, ya.”

Laras melepaskan tangan Nadia dengan lembut. “Aku bisa sendiri, Tante. Tante nggak perlu repot mengkhawatirkanku. Soal Damian, dia sudah jadi masa lalu. Lagian, Tante juga punya kesempatan untuk bertemu dan mengasuh anak ini setelah dia lahir.”

Nuri mengangguk dengan mantap. “Itu benar. Jadi, Nadia. Kamu urus saja hidupmu dan jangan pernah ganggu kami lagi. Kami bisa mengatasi semua ini. Terima kasih.”

Nadia terdiam cukup lama dan mencerna pernyataan dua wanita di hadapannya. Nadia mengangguk dan menatap keduanya yang berjalan menjauh. Nadia menaikkan tangan ke dadanya yang berdenyut. Sakit rasanya mengetahui segala niat baiknya dipatahkan begitu mudah. Nadia mengembuskan napas, melepas beban yang tadi menghimpitnya. Setidaknya, Nadia tahu Laras sudah membuat janji temu dengan dokter kandungan.

Semoga mereka nggak pindah rumah sakit, batin Nadia.

**

Laras menghembuskan napas lega ketika pemeriksaan pertama itu selesai. Meski wanita itu belum bisa menerima kehadiran anak di rahimnya, ia harus mengikuti saran Nuri. “Ibu cuma punya kamu, Ra. Ibu tahu yang terbaik. Tetap kuat, ya. Ibu selalu ada di sampingmu,” ujar Nuri suatu malam.

Pandangan Nuri menghunus sampai ke hati terdalam Laras hingga sangat sulit untuk dibantah. Laras membuka jendela kamar, memandang bulan sabit di langit malam nan cerah. Wanita itu mengulas senyum seraya mengelus perutnya. Ada kehidupan lain di sana yang ia tak pernah harapkan. Laras menggeleng dan bersiap tidur. Biasanya, ia masih di perjalanan atau menikmati kuliner sambil bercengkrama dengan teman-temannya. Sekarang, ia harus menahan dirinya setengah mati dan memutus hubungan dengan mereka. Wanita itu merapikan selimut saat dorongan untuk makan menyeruak.

“Duh, aneh banget. Kok pingin banget makan rujak, ya?”

Laras menggeleng, mengusir pikiran itu. Pandangannya lekat menatap langit-langit kamar sebelum beralih ke meja riasnya. Beberapa kotak make-up itu entah mengapa menjadi berwarna-warni menyerupai buah-buahan. Laras menegakkan tubuh dan berdecak kesal. Malamnya akan terasa panjang bila ia tidak melakukan sesuatu. Mengambil gawainya, Laras menghubungi saudaranya itu.

Di seberang, Dhisti membulatkan matanya, mengabaikan Rania yang menepuk pundaknya. “Tapi ini udah hampir larut, Mbak. Cari di-”

Laras berdecak, memotong perkataan Dhisti. “Aku nggak mau tahu. Kamu bisa minta tolong siapa aja. Kamu mau aku nggak bisa tidur?”

Dhisti hendak menjawab tapi Laras sudah mematikan sambungan telepon. Wanita bermata almond itu menatap layar gawainya yang mati. Ia memutar otak saat nama itu muncul di pikiran. Meski awalnya ragu, Dhisti tidak mau lagi berpikir panjang. Ia menekan tombol telepon dan menceritakan yang terjadi.

“Ya udah. Sekarang kamu ke kafe. Bantuin saya bikin,” ujar Damian penuh keyakinan.

Dhisti melongo saat mendengarnya. “Hah? Buah sama bumbunya gimana, Pak?”

“Kamu buang waktu kalau banyak nanya, Dhis.”

Dhisti menghentakkan kaki dengan kesal, membuat Rania makin bertanya-tanya. 

"Kenapa sih, Dhis? Ada masalah sama saudara lo?"

Dhisti menjelaskan secara singkat. Sejenak, Rania mengulum senyum. "Anggap aja lo lagi nge date sama Pak Bos. Lagian, nggak ada salahnya bantu ibu hamil. Daripada nanti keponakan lo kenapa-napa?"

Dhisti tidak percaya dengan hal itu tapi ia tidak punya pilihan lain. Ya, Damian memang memberi jalan tapi entah mengapa sudut hatinya sakit saat menyadari lelaki itu mencurahkan perhatiannya pada Laras.  

Lima belas menit berlalu dan Dhisti akhirnya sampai di kafe. Beberapa lampu sudah dimatikan tapi pantry masih menyala, menandakan ada aktivitas di sana. 

Dhisti membulatkan mata saat melihat aneka buah-buahan dalam plastik kecil. Damian sudah mengelompokkannya sesuai jenis. Lelaki itu memotong mangga muda dengan terampil sebelum meletakkannya di mangkuk. Dhisti terpaku di tempat, menatap gerakan Damian.

Ya ampun, Dam. Kamu menyiapkan semua bahkan sampai hal sekecil ini. Beneran aku salut tapi kamu menutup aksesku untuk bisa meraih hatimu.

Damian menoleh ke arah karyawannya dan menggelengkan kepala. "Bagus, ya. Ngebiarin Bosnya kerja sendirian.”

Dhisti tersadar saat mendengar sindiran Damian. Wanita itu segera mencuci tangan dan mulai bekerja. 

"Kamu potong bengkuangnya aja. Abis itu siapin kacang tanahnya. Ambil di kulkas," ujar Damian dengan tegas.

Dhisti mengiakan sambil mengupas bengkuang. Kerasnya buah itu membuat Dhisti harus mengeluarkan energinya.

"Pakai tenaga dong, Dhis. Kalau kayak gitu kapan selesainya. Laras udah nunggu."

Dhisti memajukan bibirnya dan mengerahkan tenaga yang tersisa. Dhisti melirik Damian yang sudah selesai dengan mangga dan beralih ke timun. Gerakan pisaunya begitu lihai, seakan sudah bersahabat. Dhisti membuka mulutnya, takjub dengan keterampilan lelaki itu. 

“Kamu sekarang punya bakat buat ngeliatin orang ya, Dhis?”

Dhisti menunduk dan kembali menyelesaikan tugasnya tapi Damian mengambil alih. “Kamu tunggu di depan aja. Saya bentar lagi selesai.”

Dhisti mendesah pelan. Sepertinya Damian tidak menyukai cara kerjanya. Ya, tapi wanita itu sadar kalau cinta bisa mengubah segalanya. 

**

Sore itu taman kota bermandikan cahaya mentari dengan larik jingga. Laras berjalan pelan, menghirup udara segar. Ia bersyukur karena perumahan ini menyediakan tempat untuk melepas lelah. Belum banyak pengunjung sehingga wanita itu bebas menncurahkan segala rasa. Ia  sekalian menjalani nasihat dokter untuk menjernihkan pikiran dengan melihat pepohonan. Sementara itu, di luar area taman, Damian mempercepat langkahnya. Mendapat informasi dari Dhisti, lelaki itu tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Rindunya membuncah saat manik cokelatnya melihat sosok yang ia cintai. Damian mengulas senyum saat langkahnya mendekati Laras. 

“Hari yang indah kan, Ra?” ujar Damian, membuka percakapan.

Laras berbalik saat menyadari suara lelaki itu. Laras memicingkan mata sebelum bergidik. Ia tak mau lagi bertatap muka dengan orang yang menghancurkan masa depannya. Laras berjalan menjauh, tapi Damian menahannya. 

“Ra, please. Kita belum ketemu lagi sejak hari itu. Aku cuma mau pastikan kamu dalam keadaan baik.” 

Wanita itu menghembuskan napas. “Aku nggak mau lagi berurusan sama kamu, Dam.”

“Aku tahu kesalahanku sangat fatal. That’s why izinkan aku buat menemanimu, Ra. Kita lewati ini bareng.”

Laras bersedekap, membalas tatapan Damian dengan kebencian. “Nggak perlu. Justru kamu membuat semuanya makin buruk. Atau kamu mau hal itu berpengaruh sama anak kamu? Aku sih, nggak papa.”

Damian terhenyak mendengar pernyataan wanita itu. Damian menatap dalam mata hitam Laras yang indah dan berhasil membuatnya mabuk dalam asmara. “Aku harap kamu tetap menjaga anak kita, Ra. Aku akan sering ke rumah buat menjengukmu.”

Laras bersedekap. “Terserah. Kamu nggak akan pernah diterima dengan baik lagi. Oh, ya. Makasih buat usahamu buatin aku rujak. Tapi lain kali nggak perlu repot. Cukup sampai di situ.”

Damian terdiam. Tidak akan mudah melupakan dan bersikap tak peduli pada Laras. Tapi saat ini lelaki itu hanya bisa mengiakan sambil tetap mencintai Laras dengan caranya.

**

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Alpha
2049      913     0     
Romance
Winda hanya anak baru kelas dua belas biasa yang tidak menarik perhatian. Satu-satunya alasan mengapa semua orang bisa mengenalinya karena Reza--teman masa kecil dan juga tetangganya yang ternyata jadi cowok populer di sekolah. Meski begitu, Winda tidak pernah ambil pusing dengan status Reza di sekolah. Tapi pada akhirnya masalah demi masalah menghampiri Winda. Ia tidak menyangka harus terjebak d...
KILLOVE
4461      1398     0     
Action
Karena hutang yang menumpuk dari mendiang ayahnya dan demi kehidupan ibu dan adik perempuannya, ia rela menjadi mainan dari seorang mafia gila. 2 tahun yang telah ia lewati bagai neraka baginya, satu-satunya harapan ia untuk terus hidup adalah keluarganya. Berpikir bahwa ibu dan adiknya selamat dan menjalani hidup dengan baik dan bahagia, hanya menemukan bahwa selama ini semua penderitaannya l...
LUCID DREAM
548      386     0     
Short Story
aku bertemu dengan orang yang misterius selalu hadir di mimpi walapun aku tidak kenal dengannya. aku berharap aku bisa kenal dia dan dia akan menjadi prioritas utama bagi hidupku.
Matchmaker's Scenario
1291      681     0     
Romance
Bagi Naraya, sekarang sudah bukan zamannya menjodohkan idola lewat cerita fiksi penggemar. Gadis itu ingin sepasang idolanya benar-benar jatuh cinta dan pacaran di dunia nyata. Ia berniat mewujudkan keinginan itu dengan cara ... menjadi penulis skenario drama. Tatkala ia terpilih menjadi penulis skenario drama musim panas, ia bekerja dengan membawa misi terselubungnya. Selanjutnya, berhasilkah...
Kiara - Sebuah Perjalanan Untuk Pulang
3043      1316     2     
Romance
Tentang sebuah petualangan mencari Keberanian, ke-ikhlasan juga arti dari sebuah cinta dan persahabatan yang tulus. 3 Orang yang saling mencintai dengan cara yang berbeda di tempat dan situasi yang berbeda pula. mereka hanya seorang manusia yang memiliki hati besar untuk menerima. Kiara, seorang perempuan jawa ayu yang menjalin persahabatan sejak kecil dengan Ardy dan klisenya mereka saling me...
5 Years 5 Hours 5 Minutes and 5 Seconds
544      384     0     
Short Story
Seseorang butuh waktu sekian tahun, sekian jam, sekian menit dan sekian detik untuk menyadari kehadiran cinta yang sesungguhnya
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
6980      1608     1     
Romance
Seorang wanita berdarah Sunda memiliki wajah yang memikat siapapun yang melihatnya. Ia harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lain hal tak terduga lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditolak. Bukan karena ia penyuka sesama jenis! Tetapi karena ia sedang menunggu orang yang namanya sudah terlukis indah diha...
Love is Possible
159      146     0     
Romance
Pancaroka Divyan Atmajaya, cowok angkuh, tak taat aturan, suka membangkang. Hobinya membuat Alisya kesal. Cukup untuk menggambarkan sosok yang satu ini. Rayleight Daryan Atmajaya, sosok tampan yang merupakan anak tengah yang paling penurut, pintar, dan sosok kakak yang baik untuk adik kembarnya. Ryansa Alisya Atmajaya, tuan putri satu ini hidupnya sangat sempurna melebihi hidup dua kakaknya. Su...
Pertama(tentative)
956      517     1     
Romance
pertama kali adalah momen yang akan selalu diingat oleh siapapun. momen pertama kali jatuh cinta misalnya, atau momen pertama kali patah hati pun akan sangat berkesan bagi setiap orang. mari kita menyelami kisah Hana dan Halfa, mengikuti cerita pertama mereka.
Cecilia
492      269     3     
Short Story
Di balik wajah kaku lelaki yang jarang tersenyum itu ada nama gadis cantik bersarang dalam hatinya. Judith tidak pernah menyukai gadis separah ini, Cecilia yang pertama. Sayangnya, Cecilia nampak terlalu sulit digapai. Suatu hari, Cecilia bak menghilang. Meninggalkan Judith dengan kegundahan dan kebingungannya. Judith tak tahu bahwa Cecilia ternyata punya seribu satu rahasia.