Read More >>"> Teman Hidup (Chapter 9: Demi Kamu (2)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Hidup
MENU
About Us  

Laras merapikan blazernya sebelum menatap Nuri di sampingnya. Laras meraih tangan Ibunya dan mengelusnya.  

“Ra, tenang ya. Cuma periksa aja, kok. Mama tahu kamu nggak suka anak ini. Tapi janji harus ditepati, bukan?”

Laras mendesah pelan, mengingat keadaannya yang berubah 180 derajat.

"Nggak usah dipikirin banget. Kamu bisa, Ra."

Nuri menuntun anaknya menuju ruangan dokter kandungan di ujung. Bau obat merajai tempat itu berpadu dengan hilir mudik orang yang menuju ruangan tertentu.

Laras menahan napas sebelum membuangnya. Kalau saja Nuri tidak mendengar pembicaraannya tempo hari, Laras pasti kemari untuk maksud lain. Keduanya baru saja berbelok saat seseorang menyapa mereka. Laras berjengit, hampir menabrak seorang suster yang membawa nampan. 

“Ra, kamu nggak apa? Maaf, Tante nggak bermaksud ngagetin.”

Laras tidak menjawab dan mengelus lengannya perlahan, meringis.

Nuri mendengkus melihat sahabatnya itu. “Kamu mau apa, Nadia? Dan kenapa kamu ada di sini juga?” 

Nadia mengulas senyum hangat sambil membenarkan letak kacamatanya. “Aku habis check up kesehatan. Aku lihat kalian dari jauh jadi sekalian sapa.”

Nuri mengibaskan tangannya. “Kalau gitu, kami permisi. Ada hal-”

Nadia meraih tangan Laras dan menatap manik mata wanita itu dalam. Laras terhenyak oleh perlakuan Nadia yang spontan. 

“Laras, Tante minta maaf atas nama Damian. Dia berusaha menemuimu tapi belum ada jalannya. Ra, Tante bangga dengan keteguhan hatimu. Ingat ya, Ra. Damian dan Tante selalu ada buat kamu. Tolong kabarin Tante tentang perkembangan anakmu, ya.”

Laras melepaskan tangan Nadia dengan lembut. “Aku bisa sendiri, Tante. Tante nggak perlu repot mengkhawatirkanku. Soal Damian, dia sudah jadi masa lalu. Lagian, Tante juga punya kesempatan untuk bertemu dan mengasuh anak ini setelah dia lahir.”

Nuri mengangguk dengan mantap. “Itu benar. Jadi, Nadia. Kamu urus saja hidupmu dan jangan pernah ganggu kami lagi. Kami bisa mengatasi semua ini. Terima kasih.”

Nadia terdiam cukup lama dan mencerna pernyataan dua wanita di hadapannya. Nadia mengangguk dan menatap keduanya yang berjalan menjauh. Nadia menaikkan tangan ke dadanya yang berdenyut. Sakit rasanya mengetahui segala niat baiknya dipatahkan begitu mudah. Nadia mengembuskan napas, melepas beban yang tadi menghimpitnya. Setidaknya, Nadia tahu Laras sudah membuat janji temu dengan dokter kandungan.

Semoga mereka nggak pindah rumah sakit, batin Nadia.

**

Laras menghembuskan napas lega ketika pemeriksaan pertama itu selesai. Meski wanita itu belum bisa menerima kehadiran anak di rahimnya, ia harus mengikuti saran Nuri. “Ibu cuma punya kamu, Ra. Ibu tahu yang terbaik. Tetap kuat, ya. Ibu selalu ada di sampingmu,” ujar Nuri suatu malam.

Pandangan Nuri menghunus sampai ke hati terdalam Laras hingga sangat sulit untuk dibantah. Laras membuka jendela kamar, memandang bulan sabit di langit malam nan cerah. Wanita itu mengulas senyum seraya mengelus perutnya. Ada kehidupan lain di sana yang ia tak pernah harapkan. Laras menggeleng dan bersiap tidur. Biasanya, ia masih di perjalanan atau menikmati kuliner sambil bercengkrama dengan teman-temannya. Sekarang, ia harus menahan dirinya setengah mati dan memutus hubungan dengan mereka. Wanita itu merapikan selimut saat dorongan untuk makan menyeruak.

“Duh, aneh banget. Kok pingin banget makan rujak, ya?”

Laras menggeleng, mengusir pikiran itu. Pandangannya lekat menatap langit-langit kamar sebelum beralih ke meja riasnya. Beberapa kotak make-up itu entah mengapa menjadi berwarna-warni menyerupai buah-buahan. Laras menegakkan tubuh dan berdecak kesal. Malamnya akan terasa panjang bila ia tidak melakukan sesuatu. Mengambil gawainya, Laras menghubungi saudaranya itu.

Di seberang, Dhisti membulatkan matanya, mengabaikan Rania yang menepuk pundaknya. “Tapi ini udah hampir larut, Mbak. Cari di-”

Laras berdecak, memotong perkataan Dhisti. “Aku nggak mau tahu. Kamu bisa minta tolong siapa aja. Kamu mau aku nggak bisa tidur?”

Dhisti hendak menjawab tapi Laras sudah mematikan sambungan telepon. Wanita bermata almond itu menatap layar gawainya yang mati. Ia memutar otak saat nama itu muncul di pikiran. Meski awalnya ragu, Dhisti tidak mau lagi berpikir panjang. Ia menekan tombol telepon dan menceritakan yang terjadi.

“Ya udah. Sekarang kamu ke kafe. Bantuin saya bikin,” ujar Damian penuh keyakinan.

Dhisti melongo saat mendengarnya. “Hah? Buah sama bumbunya gimana, Pak?”

“Kamu buang waktu kalau banyak nanya, Dhis.”

Dhisti menghentakkan kaki dengan kesal, membuat Rania makin bertanya-tanya. 

"Kenapa sih, Dhis? Ada masalah sama saudara lo?"

Dhisti menjelaskan secara singkat. Sejenak, Rania mengulum senyum. "Anggap aja lo lagi nge date sama Pak Bos. Lagian, nggak ada salahnya bantu ibu hamil. Daripada nanti keponakan lo kenapa-napa?"

Dhisti tidak percaya dengan hal itu tapi ia tidak punya pilihan lain. Ya, Damian memang memberi jalan tapi entah mengapa sudut hatinya sakit saat menyadari lelaki itu mencurahkan perhatiannya pada Laras.  

Lima belas menit berlalu dan Dhisti akhirnya sampai di kafe. Beberapa lampu sudah dimatikan tapi pantry masih menyala, menandakan ada aktivitas di sana. 

Dhisti membulatkan mata saat melihat aneka buah-buahan dalam plastik kecil. Damian sudah mengelompokkannya sesuai jenis. Lelaki itu memotong mangga muda dengan terampil sebelum meletakkannya di mangkuk. Dhisti terpaku di tempat, menatap gerakan Damian.

Ya ampun, Dam. Kamu menyiapkan semua bahkan sampai hal sekecil ini. Beneran aku salut tapi kamu menutup aksesku untuk bisa meraih hatimu.

Damian menoleh ke arah karyawannya dan menggelengkan kepala. "Bagus, ya. Ngebiarin Bosnya kerja sendirian.”

Dhisti tersadar saat mendengar sindiran Damian. Wanita itu segera mencuci tangan dan mulai bekerja. 

"Kamu potong bengkuangnya aja. Abis itu siapin kacang tanahnya. Ambil di kulkas," ujar Damian dengan tegas.

Dhisti mengiakan sambil mengupas bengkuang. Kerasnya buah itu membuat Dhisti harus mengeluarkan energinya.

"Pakai tenaga dong, Dhis. Kalau kayak gitu kapan selesainya. Laras udah nunggu."

Dhisti memajukan bibirnya dan mengerahkan tenaga yang tersisa. Dhisti melirik Damian yang sudah selesai dengan mangga dan beralih ke timun. Gerakan pisaunya begitu lihai, seakan sudah bersahabat. Dhisti membuka mulutnya, takjub dengan keterampilan lelaki itu. 

“Kamu sekarang punya bakat buat ngeliatin orang ya, Dhis?”

Dhisti menunduk dan kembali menyelesaikan tugasnya tapi Damian mengambil alih. “Kamu tunggu di depan aja. Saya bentar lagi selesai.”

Dhisti mendesah pelan. Sepertinya Damian tidak menyukai cara kerjanya. Ya, tapi wanita itu sadar kalau cinta bisa mengubah segalanya. 

**

Sore itu taman kota bermandikan cahaya mentari dengan larik jingga. Laras berjalan pelan, menghirup udara segar. Ia bersyukur karena perumahan ini menyediakan tempat untuk melepas lelah. Belum banyak pengunjung sehingga wanita itu bebas menncurahkan segala rasa. Ia  sekalian menjalani nasihat dokter untuk menjernihkan pikiran dengan melihat pepohonan. Sementara itu, di luar area taman, Damian mempercepat langkahnya. Mendapat informasi dari Dhisti, lelaki itu tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Rindunya membuncah saat manik cokelatnya melihat sosok yang ia cintai. Damian mengulas senyum saat langkahnya mendekati Laras. 

“Hari yang indah kan, Ra?” ujar Damian, membuka percakapan.

Laras berbalik saat menyadari suara lelaki itu. Laras memicingkan mata sebelum bergidik. Ia tak mau lagi bertatap muka dengan orang yang menghancurkan masa depannya. Laras berjalan menjauh, tapi Damian menahannya. 

“Ra, please. Kita belum ketemu lagi sejak hari itu. Aku cuma mau pastikan kamu dalam keadaan baik.” 

Wanita itu menghembuskan napas. “Aku nggak mau lagi berurusan sama kamu, Dam.”

“Aku tahu kesalahanku sangat fatal. That’s why izinkan aku buat menemanimu, Ra. Kita lewati ini bareng.”

Laras bersedekap, membalas tatapan Damian dengan kebencian. “Nggak perlu. Justru kamu membuat semuanya makin buruk. Atau kamu mau hal itu berpengaruh sama anak kamu? Aku sih, nggak papa.”

Damian terhenyak mendengar pernyataan wanita itu. Damian menatap dalam mata hitam Laras yang indah dan berhasil membuatnya mabuk dalam asmara. “Aku harap kamu tetap menjaga anak kita, Ra. Aku akan sering ke rumah buat menjengukmu.”

Laras bersedekap. “Terserah. Kamu nggak akan pernah diterima dengan baik lagi. Oh, ya. Makasih buat usahamu buatin aku rujak. Tapi lain kali nggak perlu repot. Cukup sampai di situ.”

Damian terdiam. Tidak akan mudah melupakan dan bersikap tak peduli pada Laras. Tapi saat ini lelaki itu hanya bisa mengiakan sambil tetap mencintai Laras dengan caranya.

**

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dear Diary
592      388     1     
Short Story
Barangkali jika siang itu aku tidak membongkar isi lemariku yang penuh buku dan tumpukan berkas berdebu, aku tidak akan pernah menemukan buku itu. Dan perjalanan kembali ke masa lalu ini tidak akan pernah terjadi. Dear diary, Aku, Tara Aulia Maharani umur 25 tahun, bersedia melakukan perjalanan lintas waktu ini.
PENTAS
971      593     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Dramatisasi Kata Kembali
648      324     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
In Your Own Sweet Way
387      270     2     
Short Story
Jazz. Love. Passion. Those used to be his main purpose in life, until an event turned his life upside down. Can he find his way back from the grief that haunts him daily?
SOLITUDE
1424      543     2     
Mystery
Lelaki tampan, atau gentleman? Cecilia tidak pernah menyangka keduanya menyimpan rahasia dibalik koma lima tahunnya. Siapa yang harus Cecilia percaya?
My Doctor My Soulmate
61      55     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
Seberang Cakrawala
87      82     0     
Romance
sepasang kekasih menghabiskan sore berbadai itu dengan menyusuri cerukan rahasia di pulau tempat tinggal mereka untuk berkontemplasi
ZAHIRSYAH
5485      1659     5     
Romance
Pesawat yang membawa Zahirsyah dan Sandrina terbang ke Australia jatuh di tengah laut. Walau kemudia mereka berdua selamat dan berhasil naik kedaratan, namun rintangan demi rintangan yang mereka harus hadapi untuk bisa pulang ke Jakarta tidaklah mudah.
The Investigator : Jiwa yang Kembali
1801      730     5     
Horror
Mencari kebenaran atas semuanya. Juan Albert William sang penyidik senior di umurnya yang masih 23 tahun. Ia harus terbelenggu di sebuah gedung perpustakaan Universitas ternama di kota London. Gadis yang ceria, lugu mulai masuk kesebuah Universitas yang sangat di impikannya. Namun, Profesor Louis sang paman sempat melarangnya untuk masuk Universitas itu. Tapi Rose tetaplah Rose, akhirnya ia d...
Hujan Paling Jujur di Matamu
5403      1482     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...