Suneung—ujian masuk perguruan tinggi, baru saja dilaksanakan minggu lalu. Setidaknya seluruh siswa kelas tiga tingkat menengah di Korea Selatan bisa sedikit bernapas lega sudah melalui fase terberat dalam hidup mereka. Meski begitu, para siswa kelas tiga belum bisa sepenuhnya merasa lega, karena mereka sekarang tengah harap – harap cemas menanti hasil ujian tersebut.
Suasana lapangan baseball Sekolah Menengah Hangyeong terdengar ramai oleh sorakan siswi. Meski kelas tiga sudah terbebas dari kegiatan belajar-mengajar, nyatanya para siswa kelas tiga Sekolah Menengah Hangyeong tetap datang ke sekolah. Untuk mengisi waktu luang, banyak siswa yang memilih menggunakannya dengan berolahraga, seperti bermain baseball. Hampir separuh siswi kelas tiga Hangyeong, kini asyik bersorak menyemangati para siswa laki – laki yang mengadakan pertandingan baseball. Itu hanya sebagian, sisanya entahlah sibuk dengan dunia masing – masing.
Lee Yul dan Kim Hyori adalah salah satu dari siswa yang berada di tribun lapangan olahraga Sekolah Menengah Hangyeong. Sahabat yang lebih tepat diibaratkan pasangan sejoli itu, sedang asyik mengamati pertandingan baseball. Sebenarnya, hanya Hyori yang benar – benar menonton pertandingan, sementara Yul sibuk mencoret sesuatu pada notes kecil yang selalu dibawanya. Notes kecil yang Hyori sebut sebagai catatan mimpi seorang Lee Yul.
Suara Hyori yang begitu tinggi, sukses membuat Yul menoleh jengkel pada sahabatnya. Demi apapun, Yul sudah mengenakan headphone, tapi suara pekikan nyaring Hyori tetap saja terdengar. Entah seberapa tinggi nada yang berhasil Hyori capai ketika memekik gembira seperti itu.
“Hyori-ya, kau berisik sekali. Aku tak bisa berkonsentrasi menyelesaikan lagu yang sedang kubuat!” gerutu Yul dengan bibir mengerucut kesal.
“Diamlah Yul! Kau tak lihat pertandingan sudah semakin seru! Astaga! Astaga! Yul!” pekik Hyori yang bahkan melompat dari duduknya dan melompat – lompat bahagia melihat tim yang ia dukung kembali mencetak poin.
Yul mendengus kesal. Sungguh, Kim Hyori sangat menyebalkan jika sudah bersikap seperti ini. Atensi Yul beralih dari wajah manis Hyori menuju lapangan. Mata Yul menyipit agar bisa melihat jelas wajah pemain para baseball yang membuat Hyori bersikap menyebalkan. Yul tak bisa melihat dengan jelas karena hari ini ia terpaksa tak bisa menggunakan lensa kontaknya karena obat tetes matanya habis. Karena ia sedang dalam perang dingin dengan kakaknya—Yuna— maka Yul tak bisa meminta obat tetes mata milik kakaknya.
Yul bersusah payah menyipitkan mata agar penglihatannya lebih tajam, hingga obsidiannya menemukan sosok yang membuat Kim Hyori berubah menyebalkan sepanjang hari ini. Lee Yul menemukan sosok Song Junho di tengah siswa yang sedang bermain baseball.
“Ah pantas saja kau berubah menyebalkan. Ternyata ada Junho di sana.” Cibir Yul sambil melempar tatapan kesal pada Hyori.
Hyori tak menanggapi cibiran Yul. Gadis manis itu kembali bersorak karena Junho berhasil mencetak angka kembali untuk timnya. Ya, Kim Hyori menganggumi Song Junho, pemain baseball tim sekolah yang berada satu angkatan dengannya. Sebuah fakta yang sangat Yul benci. Yul merasa dadanya bergemuruh kesal setiap kali mendapati Hyori menatap Junho dengan pandangan berbinar senang seperti sekarang.
“Ya~ Kim Hyori, sampai kapan kau melihat Junho dengan tatapan menjijikan seperti itu, oh? Sekeras apapun kau bersorak untuk Junho, nyatanya ia tak akan pernah melirikmu sedikitpun. Sadarlah Kim Hyori!”
Hyori yang terganggu dengan ucapan menyebalkan Yul mendelik kesal. Matanya menyipit sinis ke arah Yul. Lee Yul yang cerewet seperti ini adalah yang paling menyebalkan di mata Hyori. Ingin rasanya Hyori menyumpal bibir Yul dengan kaus kakinya.
“Tidak bisakah kau diam dan lanjutkan apapun itu yang sedang kau kerjakan sejak tadi? Aku sudah berbaik hati tak mengganggumu karena kau bilang akan menulis lagu yang akan kau kirimkan ke ajang pencarian komposer itu!”
“Bagaimana aku bisa menulis jika kau terus berteriak dan mengagung-agungkan Junho seolah ia jelmaan dewa yunani. Aku bahkan sudah mengenakan headphone untuk meredam teriakanmu tapi sia – sia. Belum lagi kalau kau melompat spontan hanya untuk meneriaki nama Junho.”
Yul mengacungkan headphonenya pada Hyori. Wajah Yul kali ini terlihat benar – benar kesal.
Hyori mengerutkan dahinya melihat tanggapan Yul yang sungguh di luar dugaannya. Ini pertama kalinya, Hyori melihat Yul begitu gusar hanya karena ia menyoraki Junho. Hyori benar- benar tak mengerti kenapa Yul bisa begitu kesal hanya karena masalah sepele seperti ini. Alih – alih balas mendebat, Hyori memilih mengalah. Hyori mengalah karena tahu Yul benar – benar butuh ketenangan agar bisa menyelesaikan lagu yang sedang ia gubah untuk mengikuti perlombaan pencarian komposer muda di salah satu stasiun televisi.
Hyori menghela napas panjang sebelum akhirnya mendudukkan dirinya lagi di tribun. Iris cokelat mudanya menatap wajah Yul yang masih terlihat kesal padanya.
“Maaf. Aku akan diam dan tak berteriak – teriak lagi agar kau bisa menyelesaikan lagumu.”
Gemuruh emosi di dada Yul surut dengan sebuah kalimat sederhana yang terucap dari bibir merah muda Hyori. Perlahan, lekukan muncul di pipi Yul, setiap kali pemuda itu tersenyum. Yul menempatkan sebelah tangannya di kepala Hyori dan mengacak rambut gadis itu dengan lembut. Kim Hyori terlihat sangat menggemaskan jika sudah bersikap patuh seperti ini.
“Anak manis. Jangan berisik, okay? Lebih baik bantu aku memikirkan kalimat yang tepat untuk lagu ini.”
Hyori terkejut saat Yul kini merebahkan kepala di pangkuannya, membuat jantung gadis itu berdebar kencang. Sebuah perasaan aneh kembali menyusup di hati Hyori yang kemudian dengan cepat disingkirkan oleh Hyori.
“Aku harus tahu dulu musiknya,” jelas Hyori yang menunduk menatap wajah Yul yang ada dipangkuannya.
“Coba kau dengar dulu ini.”
Kedua tangan Yul terjulur untuk memasangkan headphone pada Hyori. Yul bahkan tak perlu bersusah payah bangkit dari posisinya yang sedang rebahan di pangkuan Hyori, hanya untuk memasangkan headphone pada Hyori.
Hyori menganggukkan kepalanya seiring alunan musik yang terdengar di telinganya. Kelopak matanya terpejam menghayati musik sementara otaknya sibuk merangkai kata yang tepat untuk membuat lirik lagu yang sesuai.
Tanpa Hyori tahu, Yul tak bisa memalingkan kedua manik matanya yang menatap Hyori dari posisinya saat ini. Hyori terlihat sangat manis di mata Yul. Bahkan, Yul yakin ia tak akan pernah bosan memandangi wajah Kim Hyori sambil merebahkan kepalanya di pangkuan gadis itu.
Baik Yul maupun Hyori seakan hanyut dalam dunia masing – masing. Hyori yang sibuk dengan alunan musik, sementara Yul terlalu terpana dengan sosok Hyori. Tanpa keduanya sadari, seseorang dari lapangan baseball memperhatikan mereka.
~🌛🌜~
Yul baru saja hendak membasuh tangannya di wastafel toilet siswa laki – laki, ketika iris gelapnya menemukan sosok Song Junho yang juga baru keluar dari toilet. Untuk sesaat, kedua pemuda itu balas menatap, yang kemudian mereka melanjutkan kegiatan masing – masing seolah tak terjadi sesuatu diantara mereka.
Yul merasa rahangnya berkedut mengeras menyadari kehadiran Junho. Rasa tak suka menggelegak di dadanya pada pemuda satu angkatan yang tak begitu ia kenal tersebut. Yul tak mengerti kenapa ia bisa begitu kesal pada sosok Song Junho yang berdiri di sebelahnya. Mungkin, satu – satunya alasan yang membuat Yul tak menyukai Junho adalah jika pemuda itu adalah sosok yang sangat disukai dan begitu istimewa di mata Kim Hyori.
Tak ingin berlama – lama berada satu ruangan dengan Junho, Yul segera menyudahi kegiatan mencuci tangannya. Bahkan, Yul berlalu begitu saja melewati mesin pengering tangan, tak peduli jika tetesan air masih mengucur dari tangannya yang basah. Hingga, langkahnya terhenti saat telinga lebarnya mendengar Junho memanggil namanya. Yul membalikkan sedikit tubuhnya dan menemukan teman seangkatannya itu balas menatap dirinya.
“Boleh aku bertanya sesuatu padamu?” tanya Junho tanpa berniat basa – basi.
Sungguh, Junho sendiri merasa tak enak berada satu ruangan dengan Lee Yul. meski berada di angkatan yang sama, nyatanya Junho dan Yul tak begitu kenal. Mereka hanya sebatas mengetahui nama masing – masing tanpa berniat bertegur sapa selama tiga tahun bersekolah di Hangyeong. Dan ini adalah kali pertama dua pemuda yang masuk dalam jajaran most wanted Hangyeong ini berbicara.
Alis Yul terangkat sebelah mendengar ucapan Junho. “Apa yang ingin kau tanyakan?” balasnya dengan nada yang tenang.
Junho menyilangkan kedua tangannya di depan dada untuk mengurangi debaran jantungnya. Junho merasakan aura intimidasi yang begitu kuat dari sosok Lee Yul. Tubuh menjulang Yul membuat Junho merasa terintimidasi. Tidak hanya itu, sorot pekat itu juga terlihat dingin dan sulit di tebak, membuat siapapun yang mendapatkan tatapan setajam itu dari Lee Yul pasti akan gemetar takut. Tapi, Junho menyembunyikan perasaannya dengan memasang ekspresi pongah di romannya.
“Aku ingin tahu, apa kau memiliki hubungan khusus dengan Kim Hyori?”
“Kenapa kau bertanya hal seperti itu padaku?”
Junho menyandarkan tubuhnya pada salah satu dinding kamar mandi. Matanya menghujam tepat pada kedua manik gelap milik Yul. “Aku penasaran karena selama ini aku lihat kau selalu ada di dekat Kim Hyori. Sejujurnya, aku merasa terganggu melihatnya.”
Yul mendengus. Yul tak menyangka ada orang yang berani mengatakan hal seperti itu padanya. Demi apapun, tentu saja Yul berhak untuk berada di sekitar Hyori selama yang ia mau, karena ia dan Hyori bersahabat.
“Apa perlu aku menjawab pertanyaanmu? Kenapa kau terganggu karena aku terus berada di sisi Kim Hyori?”
“Tentu aku merasa terganggu karena aku jadi tak bisa mendekati Kim Hyori selama hampir tiga tahun aku bersekolah di Hangyeong.”
Jawaban tegas dari Song Junho sukses membuat Yul membeku di tempat. Yul tahu betul perasaan Kim Hyori pada pemuda di depannya ini. Yul selalu ingat bagaimana ekspresi Hyori saat pertama kali melihat Junho kala menjejakkan kaki di Hangyeong. Yul tahu, Kim Hyori menyukai pemuda di depannya. Dan sekarang, Junho dengan tegas menyatakan jika ia merasa terganggu melihat kedekatan Yul dan Hyori.
Apa aku harus menyerah begitu saja, dan membiarkan Hyori bersama Junho?
~🌛🌜~