Elea bercermin, lalu memoleskan beberapa riasan tipis di wajahnya. Dia tak bisa berhenti tersenyum sedari tadi. Dia masih merasa seperti berada dalam mimpi.
Tapi ini memang kenyataan, Elea tak menyangka setelah dia terbaring tak sadarkan diri selama seminggu dia akhirnya mendapatkan Naresh. Elea tak ingat persis apa yang terjadi, dan dia juga tak tahu apa yang terjadi selama dia tak sadar. Yang dia tahu hanyalah fakta bahwa Naresh langsung memintanya menjadi pacarnya, dan tentu saja Elea menerima permintaan Naresh.
Lalu hari ini merupakan pertama kalinya Elea akan kencan bersama Naresh setelah resmi menjadi sepasang kekasih.
Elea terus merapikan dandanannya hingga
suara ketukan di pintu terdengar menyapa. Dia pikir itu adalah ibunya sehingga dia menyuruhnya masuk.
"Masuk saja Ma, pintunya enggak dikunci."
Namun, ketika pintu terbuka tenyata dari balik pintu muncul Naresh. Dia begitu nampak keren mengenaskan setelan jeans denim yang dipadukan dengan kaos dalaman berwarna putih, dan yang semakin membuat Elea senang karena Naresh membawa setangkai mawar merah.
"Naresh ..." Elea mengembangkan senyum selebar mungkin.
"Boleh aku masuk?" tanyanya seraya tersenyum tak kalah lebar.
Sejak keduanya resmi menjadi sepasang kekasih Elea dan Naresh sepakat untuk mengubah cara panggilan mereka dari lo-gue menjadi aku, kamu, dan sayang.
"Tentu boleh Resh."
Naresh melangkah menghampiri Elea, lalu menyodorkan setangkai bunga di tangannya ke hadapan Elea. "Bunga spesial untuk orang tersayang."
Elea tertawa kecil. "Enggak usah lebay deh Resh."
"Ih, aku enggak lebay. Ini bunga aku siapin pakai hati. Kamu mau kan menerimanya?"
Elea mengangguk, lalu menerima bunga tersebut. Dia menghirup aroma bunga yang begitu wangi, lalu kembali tersenyum ke arah Naresh. "Thanks ya Resh. Gue-eh aku senang banget sama bunga ini."
Naresh ikut tertawa melihat Elea yang mendadak salah tingkah. Dia mencubit pipi Elea. "Kamu ternyata bisa bersikap manis juga ya El."
"Lah, memang selama ini aku enggak pernah terlihat manis di mata kamu?"
Naresh menggeleng seraya mengangkat sedikit tepi bibirnya. "Elea yang aku tahu itu tukang marah-marah, tukang ngatur, agak tomboy, ceplas ceplos. Enggak pernah aku lihat kamu senyum-senyum sampe pipi merah gitu."
Elea sontak menutupi pipinya yang memang terasa memanas. "Emang jelas banget ya merahnya."
Naresh mengangguk, dan itu semakin membuat Elea merasa malu. Bahkan saking malunya Elea jadi ingin melarikan diri ke Mars.
Naresh menurunkan tangan Elea dari pipi, lalu mencodongkan wajahnya, dia menatap wajah Elea dalam jarak dekat. Membuat Elea mematung dan detak jantungnya terdengar kembali tak normal. Elea merasa seperti akan ada yang meledak di dalam dadanya.
"Naresh ...."
Dalam hitungan detik tak disangka bibir Naresh yang tipis itu mendarat di kening Elea. Cup!
Lalu Naresh membelai rambut Elea, seraya mengisap aroma rambut Elea yang begitu wangi dan menyegarkan Indra penciumannya.
Naresh berbisik dengan lirih. "Terima kasih El, karena kamu mau berjuang untuk hidup."
"Aku enggak tahu akan sedalam apa rasa bersalahku jika kamu tak kembali bangun."
"Naresh ...."
Elea tak mampu berkata apa-apa lagi. Semua tindakan dan ucapan Naresh sungguh menggetarkan hatinya. Hingga dia tak bisa menahan dirinya untuk tak memeluk laki-laki di hadapannya.
Elea melingkarkan tangannya di pinggang Naresh dan membiarkan kepala Naresh tetap menempel dikeningnya.
Terima kasih Resh ... terima kasih karena sudah menjadi kekasihku.
.....
Studio Pemotretan Park Jimmy
"Ok hari ini cukup pemotretannya. Makasih untuk kerjasamanya Kenzie," ucap Park Jimmy selaku fotografer yang menghandel projek pemotretan kali ini kepada Kenzie.
"Sama-sama Mas, selamat beristirahat," sahut Kenzie seraya mengangguk.
Dadan sang asisten pun menghampiri Kenzie guna memberitahu jadwal Kenzie untuk besok hari. "Besok lo ada wawancara talkshow Ken. Besok kalau mereka bertanya aneh-aneh jangan dijawab ya."
"Aneh bagaimana Mas?"
"Iya misalnya nih mereka nanyain soal Naresh. Nah lo mesti bilang aja yang bagus-bagus, atau no komen."
Kenzie mengacungkan jempolnya "Lo tenang aja Mas, lagian kan konteksnya besok tuh ngebahas lagu perdana gue."
"Iya jaga-jaga aja namanya juga media segala sesuatu pasti dikorek."
Kenzie mengangguk setuju. Awak media pasti ingin mengorek lebih jauh tentang Naresh yang kini menjadi sorotan. Namun, sayangnya Naresh tak menerima tawaran wawancara dari media manapun. Lalu sebagai gantinya para media pasti akan mencoba mencari informasi melalu dirinya.
Setelah dirasa cukup dengan penjelasannya, Dadan pun berpamitan kepada Kenzie untuk pulang terlebih dahulu. Sementara seperti biasa Kenzie pulang menaiki motor besarnya. Namun, saat tiba di parkiran tenyata ada sedikit masalah dengan motor kesayangannya. Tiba-tiba saja motor itu tak mau menyala.
"Apakah kamu minta diservis baby?" Kenzie mengelus motor kesayangannya seraya bertanya seperti kepada seorang kekasih.
"Baiklah aku akan menyuruh orang untuk menservismu hari ini."
Setelah menghubungi bengkel langganannya Kenzie pun mengamati sekitar dan nampaknya mobil sang asisten sudah tak ada di parkiran. Kenzie mencoba menghubungi sang asisten guna meminta tumpangan, tetapi panggilannya tak dijawab sama sekali.
"Huh, gue kayaknya harus pesan ojek online atau taksi online kalau begini."
Namun, saat dia hendak berniat memesan ojek online seseorang menghampirinya, dan memanggilnya dari belakang.
"Kenzie!"
Kenzie menoleh dan terlihat sosok Raisa sudah berdiri di belakangnya. Raisa adalah perempuan yang pernah menjalin hubungan dengan Naresh sebelum Ilonna.
Raisa menyapa Kenzie dengan ramah. "Halo Ken, udah lama ya enggak ketemu."
Kenzie mengangguk, lalu mencoba membalas dengan ramah. "Iya udah lama ya, terakhir ketemu pas lo kencan sama Naresh."
Raisa tertawa kecil. "Gue sih ngerasa itu bukan kencan, itu lebih kayak kita main bareng."
"Haha betul juga sih. Oh iya lo apa kabar? Gue dengar kemarin-kemarin lo sempat sakit."
"Gue sekarang udah sehat kok Ken. Kemarin gue sakit karena enggak jaga makan, dan kelelahan main sinetron stripping."
"Syukurlah kalau sekarang udah baikan," ucap Kenzie.
Raisa mengamati motor Kenzie. "Sorry tadi gue enggak sengaja dengar kalau motor lo mogok. Gimana kalau lo pulang bareng gue."
"Ah, enggak usah Raisa, gue bisa pulang pakai ojeg online." Kenzie langsung menolak karena dia tak ingin merepotkan orang lain.
Raisa mendekat lalu menepuk bahu Kenzie. "Ih, enggak usah sungkan gitu. Gue beneran enggak keberatan nganterin lo pulang."
Kenzie menimbang tawaran Raisa, dan dia sempat berpikir akan sesuatu. Apa dia pengen ketemu Naresh ya? Makanya dia mau nganterin gue pulang.
Seolah bisa mendengar isi hati Kenzie. Raisa pun berucap. "Lo tenang aja Ken, gue enggak ada niat buat ganggu hubungan Naresh sama Elea sekarang. Gue udah move on."
"Gue beneran mau nganterin lo tanpa iming-iming apa pun."
Kenzie kembali terdiam sejenak hingga akhirnya dia mengangguk. "Oke lo boleh anterin gue pulang."
Raisa terlihat begitu senang, dan dia mengajak Kenzie naik ke mobilnya yang terparkir tak jauh dari motornya. Raisa melajukan mobilnya dan mengantar Kenzie hingga tiba di depan kediamannya.
"Makasih ya Raisa udah mau nganterin gue," ucap Kenzie saat sudah tiba di depan kediamannya.
"Sama-sama Ken."
Kenzie melepas sabuk pengaman yang melingkar di badannya, dan hendak membuka pintu di sampingnya. Namun, tiba-tiba Raisa kembali memanggilnya.
"Kenzie ...."
"Iya kenapa Sa?"
"Gue mau bilang sesuatu sama lo."
"Sesuatu?" Kenzie mengangkat sebelah alisnya. Entah kenapa dari raut wajah Raisa dia bisa merasa bahwa Raisa akan mengungkapkan sesuatu yang dia yakini adalah sebuah pengakuan.
Raisa mengangguk. "Gue suka sama lo Ken. Lo mau kan jadi pacar gue?"
"Apa?"
"Gue suka sama lo sejak kita jalan waktu itu," ungkap Raisa.
Kenzie terdiam, dia tak tahu harus menjawab apa. Hingga tak sengaja kedua matanya tertuju kepada Naresh yang tengah merangkul Elea. Keduanya terlihat saling melempar senyum dan begitu bahagia.
Tak ingin terus merasa sakit Kenzie pun beralih menatap Raisa yang masih menunggu jawabannya.
Raisa menatap Kenzie dengan penuh harap, perempuan itu bertanya sekali lagi. "Apa jawaban lo Ken?"