Hari terus berganti sudah seminggu sejak Elea terluka karena melindungi Naresh, dan sampai detik ini Elea belum membuka matanya. Menurut dokter luka di kepala Elea cukup parah. Operasinya memang berhasil, tetapi kondisi Elea masih mengalami koma.
Naresh dan Kenzie kini mulai disibukkan kembali dengan jadwal syutingnya. Peran Elea pun sudah diganti oleh Shaera karena permintaan Pak Halim Bramasta. Memang sulit bagi Naresh beradu akting dengan Shaera tapi dia berusaha bersikap profesional.
Di antara rekan artis hanya kenzie yang paling rajin menjenguk Elea. Di sela waktunya dia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk Elea. Apalagi di hari libur Kenzie dengan sengaja menggantikan kedua orangtua Elea untuk menjaga Elea.
"Ken, kalau ada apa-apa kamu hubungi Tante ya," pesan Tante Devina kepada Kenzie.
"Ok Tan, aku pasti hubungi Tante ... Tante istirahat aja yang santai. Aku pasti akan jagain Elea."
"Makasih ya Ken."
"Sama-sama Tante."
Setelah Tante Devina menghilang dari pandangannya, perhatian Kenzie langsung tertuju kepada Elea. Dia menarik kursi dan duduk tepat di samping ranjang Elea.
Hati Kenzie terasa begitu sakit seperti diiris-iris melihat kondisi Elea yang kini terbaring tak berdaya. Kenzie tak menyangka Elea yang biasanya riang kini menjadi seperti ini.
"El, lo mau tidur sampai kapan? Lo enggak kasihan sama gue dan keluarga lo?" Kenzie mulai berbicara seperti yang biasa dia lakukan jika mengunjungi Elea.
"Gue kangen senyuman lo El ... gue kangen semua kelakuan lo yang suka ngehibur gue." Kenzie menghela nafasnya lalu menyeka air di ujung kelopak matanya.
"Gue rela kok El kalau lo terus ngebahas Naresh, gue juga rela kok El kalau lo jadian sama Naresh ... yang penting lo cepat bangun."
Dengan suara yang makin bergetar Kenzie mulai menggenggam tangan Elea. Dia menciumi tangan yang putih dan lembut itu dengan penuh perasaan, bahkan dia membiarkan air matanya jatuh membasahi punggung tangan Elea. "Gue mohon bangun Elea, gue enggak bisa hidup tanpa lo. Hidup gue hampa enggak ada lo El."
"Gue minta maaf karena pernah nyuruh lo untuk pergi dan jangan kembali." Kenzie tiba-tiba teringat dengan kata-katanya yang sebelum kejadian sempat dia lontarkan kepada Elea, dan itu sungguh membuatnya menyesal.
"Gue minta maaf Elea, gue mohon buka mata lo. Gu-gue suka sama lo Elea."
"Selama ini gue suka sama lo." Kenzie mengulang kalimat pengakuan tersebut.
Selama ini dia tak punya keberanian untuk mengakuinya. Sama halnya seperti Elea yang takut kehilangan Naresh jika jujur. Kenzie pun merasakan ketakutan yang sama.
Tanpa Kenzie sadari ternyata Naresh berada di ambang pintu sedari tadi. Namun, langkahnya terhenti saat dia mendengar semua ungkapan hati Kenzie. Naresh sadar bahwa perasaan Kenzie kepada Elea begitu besar dan tulus lebih dari yang dia bayangkan selama ini.
Jika Elea tahu perasaan Kenzie sebesar ini. Apakah Elea masih akan tetap mencintai gue?
Mendengar semua ungkapan itu membuat Naresh dilanda kebingungan. Dia tak tahu harus bertindak seperti apa. Naresh tak tega mengambil Elea dari Kenzie. Walaupun belakangan ini dirinya sempat tak suka pada Kenzie dan berkata yang menyakitkan kepada Kenzie. Namun, jauh dilubuk hatinya Naresh sangat menyayangi Kenzie dan sudah menganggap Kenzie seperti saudara kandungnya sendiri.
Naresh sadar semua sikapnya berubah setelah dia dikhianati, dan ditinggalkan oleh Shaera.
Naresh terus mematung di dekat pintu mengamati betapa Kenzie memperhatikan Elea, dan membelai perempuan itu dengan penuh kasih sayang. Melihat hal tersebut membuat Naresh mengurungkan niatnya untuk menjenguk Elea.
Lebih baik hari ini gue biarin Kenzie bersama Elea.
Naresh berbalik, tetapi tak sengaja dia menyenggol sebuah tempat sampah dan membuat suara. Membuat Kenzie menyadari kehadirannya.
"Naresh ...."
Naresh menoleh, lalu tersenyum tipis tanpa bisa berkata apapun.
"Lo dari tadi disitu?"
Naresh membetulkan tempat sampah yang terjatuh lalu berjalan ke arah Kenzie. "Gue baru datang kok, cuma ada yang kelupaan jadi mau balik lagi ke mobil."
"Hmm ...."
"Gimana kondisi Elea? Apa udah ada kemajuan?" tanya Naresh seraya duduk di kursi yang lain.
Kenzie menggeleng. "Dia masih belum sadar, kata dokter kalau sebulan tak ada kemajuan semua tergantung sama orang tua Elea apa mau terus ditopang dengan alat, atau mengikhlaskan Elea."
Saat menyebut kata mengikhlaskan terdengar sekali bahwa Kenzie tak kuasa mengatakannya. Laki-laki yang selalu tampil kuat itu sedikit menitikkan air matanya.
"Lo tenang aja Ken, gue yakin kok Elea bakal sadar. Dia bakal sehat kayak dulu lagi."
Kenzie mengangguk, menyeka air matanya, lalu beranjak dari tempatnya duduk. "Gue titip Elea ya Resh."
"Lo mau kemana?"
"Gue mau ke luar sebentar. Lo tolong jagain dia ya."
"Ok ...," jawab Naresh pelan.
Kenzie pun pergi meninggalkan Elea bersama Naresh. Dia sebenarnya sengaja melakukan itu agar Naresh bisa terbiasa bersama Elea, dan menurutnya Elea pasti lebih menantikan kehadiran Naresh dibanding dirinya.
Sepeninggal Kenzie, Naresh pun beranjak beralih ke kursi yang sebelumnya diduduki oleh Kenzie. Sama hal seperti Kenzie, Naresh pun menggengam tangan Elea.
Namun, saat Naresh melakukan itu dia merasakan sesuatu yang tak biasa seperti sebelumnya. Pikirannya kembali teringat dengan semua memori hari-hari sebelumnya yang dia lalui bersama Elea. Naresh menyesal karena selama ini tak pernah menyadari perasaan Elea yang begitu jelas Elea tunjukan melalui semua perhatian dan tingkah lakunya.
Penyesalan itu membuat hati Naresh begitu terasa sesak dan sakit. Hingga laki-laki itu tak kuasa membendung air matanya.
Naresh menangis seraya menggenggam tangan Elea. Dia membuka mulutnya dan mengungkapkan penyesalannya dengan lirih.
"Elea, maafin gue yang selama ini begitu bodoh. Gue menunggu seseorang yang jauh tanpa menyadari bahwa di dekat gue ada lo."
"Gue mohon lo buka mata lo El. Ijinin gue nebus semua kesalahan gue sama lo."
"Ijinin gue buat menyayangi lo lebih dari sekedar sahabat."
Naresh menundukkan kepala, dia membiarkan air matanya jatuh ke atas punggung tangan Elea yang sedang digenggamnya. Hingga tiba-tiba jari-jari tangan Elea mulai bergerak secara perlahan.
"El! Elea!"
Naresh menoleh ke arah wajah Elea, dan terlihat Elea mulai membuka matanya secara perlahan.
"Elea!" Naresh berseru gembira. "Gue akan panggil dokter dulu El."
Naresh hendak beranjak pergi, tetapi Elea memanggilnya dengan suaranya yang masih terdengar lemah.
"Naresh jangan pergi ...."
Mendengar ucapan Elea, Naresh mengurungkan niatnya untuk pergi, dan kembali menghampiri Elea. Dia kembali menggenggam tangan Elea.
"Ada apa El? Gue mau panggil dokter dulu buat lo."
Elea menggeleng pelan, lalu menyunggingkan senyumnya dari balik masker oksigen yang menempel di hidungnya.
"Gue kangen lo Naresh," ucap Elea.
Naresh mengangguk dengan air mata yang pecah kembali. Dia benar-benar tak menyangka Elea bisa membuka mata kembali. "Gue juga kangen lo El."
"Maafin semua kesalahan gue selama ini El. Gue janji mulai saat ini gue akan selalu ada buat lo. Gue ...."
Naresh menjeda ucapannya, lalu menatap kedua mata Elea dengan penuh kesungguhan. "Gue akan menyayangi lo sebagai laki-laki, bukan sebagai sahabat."
Bola mata Elea melebar, dan dia terlihat tak percaya dengan ucapan Naresh. "Na-resh ...."
"Mulai sekarang gue akan melindungi lo dan menyayangi lo sebagai laki-laki ... gue mau jadi pacar lo Elea."