"Kamu sekolah di sini?" tanya Afgan yang kini di koridor dengan Claudia.
"Kamu juga?"
"Wih.. Kelas berapa kamu?" Afgan memasang wajah ceria. Ia tak menyangka bahwa Claudia satu sekolah dengannya. Sebab, inilah pertama kalinya mereka bertemu di sekolahan.
"7G. Kalau kamu?"
"9A."
Kelas mereka berjauhan dan Afgan dikenal sebagai siswa yang jarang keluar kelas sehingga tak banyak bertemu dan mengenal siswa/siswi SMP 05 Ganaspati. "Nanti sore main yok!" ajak Afgan.
"Kamu mau jemput aku?" tanya Claudia menatap Afgan.
"Ya maulah!" jawab pemuda itu.
"Rumah aku jauh loh!"
"Ilih. Kamu nggak usah bercanda deh, orang kontrakan kamu aja nggak jauh dari rumahku!" desak Afgan. Pemuda itu belum tahu bahwa Claudia telah pindah dari kontrakan.
"Aku nggak bercanda. Aku udah nggak tinggal di kontrakan lagi. Sekarang, aku tinggal bersama keluargaku yang jauh dari kontrakan itu!" jelas Claudia mengejutkan Afgan. Pemuda itu melempar tatapan serius pada gadis di hadapannya.
"Lah. Terus gimana dong? Aku kan nggak tahu alamat rumah kamu yang sekarang!" Afgan memutar bola mata.
"Ya sudah, nggak jadi main!" jawab Claudia dengan mudahnya.
"Enak saja. Nggak bisa dong. Sepulang sekolah nanti, kamu share lokasi rumah kamu ke aku ya. Aku pasti jemput kamu kok!" Afgan berusaha mencari cara agar bisa keluar dengan Claudia.
"Kita cuma berdua aja ntar?"
"Ya iyalah, mau sama siapa lagi?" Afgan bertanya balik.
"Kayaknya aku bakal ada rencana sama teman-temanku nanti. Gimana dong?" tanya Claudia dengan bibir berkerucut. Ia memiliki inisiatif yang masih tersimpan di pikirannya.
"Ya udah, aku ikut!" jawab Afgan.
"Oke deh. Aku pergi dulu ya!" ucap Claudia segera menjauh dari Afgan.
*******
Beberapa jam kemudian, para siswa/siswi SMP 05 Garuda berhamburan keluar sekolah untuk pulang. Tak terkecuali dengan Claudia dan Falko yang kini telah berada di mobil hitam Ardhitalko yang tengah melaju.
Mereka tiba di rumah Ardhitalko pukul 14.45 yang langsung diisi kegiatan oleh Claudia dengan membersihkan diri. Usai itu, ia merapikan penampilan dan memoles krim di wajahnya. Diraihnya benda pipih yang tergeletak di kasur lalu dinyalakan. Claudia membagikan lokasi rumahnya pada Afgan yang segera menjemputnya. Sembari menunggu pemuda itu, Claudia menelfon Ciandra yang masih bekerja. "Hallo Ma!"
"Iya Sayang, ada apa?" respon Ciandra di restorannya.
"Keluarga kita kan sudah baik-baik saja nih, sebagai bentuk rasa syukur, nanti malam aku boleh bawa teman-teman ke restoran Mama nggak? Buat traktiran.. Hehehe!" ucap Claudia.
"Owh. Boleh banget dong, Sayang. Mama bilang ke pelayan nanti. Buat kasih makanan ataupun minuman gratis sepuasnya untuk kamu dan teman-teman kamu!" jawab Ciandra. Ekspresi bahagia terpasang di wajah Claudia usai mendengar persetujuan Ciandra tersebut.
"Owh iya Ma, aku mau minta izin habis ini aku mau main sama teman laki-lakiku terus nanti sekalian ke restoran Mama. Boleh ya Ma?"
"Boleh Nak, asalkan hati-hati ya! Jangan aneh-aneh!" nasihat Ciandra.
"Waaahhh... Iya Ma, Terima kasih banyak Mamaku! Love you!" respon Claudia.
"Love you to, anakku!" Sambungan telfon terputus. Claudia memasukkan handphone ke tas selempangnya yang kemudian dipakai. Ia keluar kamar guna mencari Falko.
"Kak Falko......." Claudia menaiki anak tangga menuju kamar sang Kakak.
Thok...
Thok...
Thok..
"Kakak... "
Falko yang sedari tadi tertidur pun sontak terbangun kala mendengar teriakan Claudia. Ia membuka pintu kamarnya. "Kakak, nanti malam kan, malam minggu, Kakak ajak Kelly ke restoran Mama dong, buat syukuran keluarga kita yang sekarang sudah kembali baik!" ucap Claudia. Falko yang semula masih mengantuk itu sontak bersemangat.
"Waahh... Boleh tuh! Oke-oke. Aku akan ajak dia!" jawab Falko gembira.
Claudia kembali ke lantai 1, ia lanjut menelfon Drena guna mengajaknya ke restoran sang Mama nanti malam. Drena pun setuju dan Claudia mematikan telfonnya.
Thok...
Thok...
Thok...
Thok...
Mendengar ketukan pintu, Claudia pun membukanya.
Cklek...
Tampak Afgan yang mengenakan hoodie hitam dan celana panjang hitam. "Mas Afgan," panggil Claudia.
"Nggak usah panggil Mas. Biasa saja!" jawab Afgan.
"Mmm iya deh! Ayo berangkat!"
Tak berselang lama, motor matic hitam Afgan melaju santai membelah keramaian jalan raya dengan Claudia yang duduk di belakangnya. Gadis itu mengalungkan tangan pada perut Afgan hingga tiba di telaga yang tak jauh dari dari rumah Ardhitalko. Mereka menikmati senja di sana dengan menaiki perahu sembari memancing. Itulah yang Afgan lakukan ditemani Claudia yang hanya melihat pemuda itu melempar dan menarik kail pancing ke air sebanyak 3x tanpa mendapatkan apapun. Harapan Afgan untuk mendapatkan ikan belum berhasil. Claudia tertawa lepas setiap Afgan menarik kekosongan kail itu. Namun, ia tetap memberi semangat pada sang pemuda agar terus berusaha mendapatkan ikan. Lama kelamaan, Afgan merasa bosan. Ia membawa perahu ke tepi lalu mengembalikan alat pancing ke penyewaan. Mereka duduk di gazebo sembari menatap semburat orange cahaya matahari yang tampak indah di langit senja. Burung-burung beterbangan di awan tutur menghiasi langit itu. Banyak para insan yang melihat keindahannya dari tepi telaga. Termasuk seorang wanita paruh baya yang kini menatap serius semburat cokelat di leher Claudia yang merupakan tanda lahirnya. Wanita itu teringat peristiwa 13 tahun lalu saat melahirkan seorang anak perempuan dengan tanda lahir di leher. Ia pun mendekati gazebo yang di tempati Claudia dan Afgan. "Permisi dek," ucapnya mengalihkan atensi dua insan tersebut. Claudia menengok ke arahnya.
"Iya, ada apa ya?" jawab Claudia. Tanda lahir Claudia semakin jelas tertangkap di netra wanita paruh baya berambit cokelat lurus itu.
"Nama adik siapa?"
"Nama saya Claudia. " Claudia menjawab dengan perasaan aneh. Ia bertanya-tanya dalam hati tentang maksud sang wanita.
"Rumah adik di mana?" Tanpa ragu, Claudia menyebutkan alamat rumahnya. "Owh ya Dik, makasih!" Wanita itu pergi.
"Aneh!" ucap Afgan didengar Claudia.
"Biarlah."
*****
Tepat pukul 18.00, Claudia dan Afgan tiba di restoran milik Ciandra yang bernama 'Restoran Ardhitalko'. Kedatangan mereka disambut oleh keindahan interior restoran itu. Dinding yang berlukiskan perkotaan dengan lantai murmer disertai berbagai tanaman hias yang bergantung di depan membuat siapapun betah berada di sana. Claudia dan Afgan memasuki tempat itu. Afgan mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran. Banyaknya pengunjung membuat bisnis Ciandra itu ramai dan banyak untung. Netra Afgan menangkap aquarium besar yang berisi ikan hias terletak sisi kiri dan kanan. Para pengunjung dapat menikmati hidangan sembari memandang ikan hias yang bergerak lincah di air. Claudia mengajak Afgan ke meja nomor 120 yang berada di lantai 2. Mereka menaiki anak tangga dan mendapati interior yang berbeda. Di sana, banyak lampu warna-warni yang selalu berubah warna dan tanaman rambat yang berbentuk 'love' di dinding. Afgan sangat terpukau dengan keindahan restoran ardhitalko. Namun, ia belum tahu jika tempat itu milik Mama Claudia.
Tak berselang lama, Falko, Kelly, Drena dan Kio. Mereka diminta Claudia untuk memesan makanan dan minuman sesuka hati dan sepuasnya. Aura bahagia tampak di wajah masing-masing. Seperti Afgan yang sangat mudah berkomunikasi dengan lima insan di hadapannya. Beberapa dari mereka terkejut kalau mengetahui bahwa restoran itu milik keluarga Ardhitalko atau Ciandra. Termasuk, Afgan, Drena dan Kio. Sedangkan Kelly tahu lebih dulu dari Falko.
Tempat itu menjadi saksi bisu resminya cinta Claudia dan Afgan yang baru saja menjadi sepasang kekasih. Kakak dan teman-teman Claudia turut bahagia menyaksikan hal itu.