Ben mengerutkan keningnya. Ia kemudian menatap Devan, mereka menggeleng bersamaan.
"Kalau dilihat dari mata para pria, sebenarnya kau...."
Stevan menunggu.
"Tidak tampan," lanjut Devan, diiringi anggukan mantap dari Ben.
"Tidak mungkin! Lalu bagaimana kau menjelaskan para orang dari agensi para idol?" Stevan berdiri. Ia menunjuk belasan kartu nama yang disimpan Devan dalam toples bening. Itu semua Stevan yang mendapatkannya, saat ia sering keluar.
"Mungkin mata mereka agak buram."
"Perhatikan mulutmu! Kau mengejek orang ya?" Ben memukul lengan Devan agak keras.
"Ah! Maafkan aku."
"Bukankah itu sudah lama?" tanya Ben.
"Baru dua tahun!" Stevan kesal.
"Aku harus membuangnya." Devan memperhatikan toples tersebut. Ia sengaja menyimpannya, siapa tau suatu saat nanti bisa kaya raya setelah Stevan berubah pikiran ingin jadi terkenal.
"Dua tahun bukan baru lagi, bahkan anak yang baru lahir pun sudah bisa berjalan dan bicara."
"Dia benar." Devan mengangguk setuju.
"Agh!" Stevan kembali duduk, ia mengerang frustasi.
"Tapi apa bayi memang sesingkat itu masa pertumbuhannya?" tanya Devan.
"Kau tidak tahu? Anak tukang buah di depan bayinya sudah bisa berjalan. Kemarin aku melihatnya."
"Bukankah mereka sudah pindah?"
"Kapan?"
"Kemarin."
"Hah?"
Stevan berdiri. "Kalian tidak membantu." Ia pergi dengan wajah terlipat. Naik ke lantai atas dengan langkah besar.
"Lalu kami harus bagaimana!?" teriak Ben, ia sibuk makan cemilan.
"Mau kuantar ke salon!?" Devan ikut teriak.
Tidak ada jawaban. Stevan masuk ke kamar dengan perasaan kesal. Ia bahkan sempat membanting pintu. Pasti harga dirinya jatuh saat dianggap jijik, bukan dengan orang lain tapi dengan Rena.
"Sebenarnya dia tidak jelek. Hanya saja tidak tampan." Ben membuang bungkus cemilan, ia segera mengambil camilan baru.
"Apa bedanya?"
"Kau pernah lihat acara komedi?"
"Tidak."
"Aku tidak bisa mengatakannya kalau begitu."
"Apa itu sama dengan jelek sekali dan tampan sekali?"
"Aku pikir kita orang jahat."
"Hey, jawab dulu kenapa malah berubah topik."
"Apa membedakan orang jelek dan tampan bukan perbuatan jahat?"
"Kau benar."
Stevan merebahkan dirinya di atas kasur. Ia tiba-tiba memikirkan aura Rena yang warnanya terus berubah. Selama beratus-ratus tahun hidup, ia belum pernah melihat yang seperti itu.
Dulu sekali, mudah untuk membuat bahagia para Bewaakt - manusia yang dijaga para bayangan. Mereka hanya perlu menggantinya dengan hal yang berkali-kali lipat berharga dari barang atau orang yang hilang. Kekasih diganti dengan orang yang lebih tampan dan juga baik, barang-barang diganti dengan barang yang lebih mahal dan bagus. Makanan diganti dengan yang lebih enak.
Tapi tidak untuk kenangan, itu adalah salah satu hal tersulit. Para bayangan menggunakan benda leluhur untuk menghapus ingatan buruk para Bewaakt. Itu dulu, sudah berpuluh-puluh tahun berlalu dan benda tersebut menghilang bersamaan dengan penjaganya.
Kerusuhan dunia berdampak besar juga pada para bayangan, mereka mati bersamaan dengan para Bewaakt. Seperti kata peraturan langit, para bayangan akan ikut musnah kalau para manusia yang dijaganya mati.
Benda-benda leluhur akhinya jatuh ke tangan yang salah. Hingga kini, belum ada yang bisa menemukannya. Akibatnya, para Bewaakt memilih mengakhiri hidup. Depresi yang menjadi masalah utama tidak mampu diselesaikan dengan hal-hal ringan.
Stevan bisa saja musnah, kenangan indah yang berada di kepala Rena terlalu kuat. Gadis itu tidak punya banyak kenangan baik, orang tuanya bercerai dan ia adalah anak tunggal. Semua memori dipenuhi oleh kekasihnya. Hampir 80% kebahagiaan berasal dari kekasihnya. Misi kali ini cukup berat. Stevan sudah puluhan kali berganti Bewaakt dan semuanya berjalan lancar. Mungkin sudah saatnya ia menghadapi rintangan.
"Kau tidak papa?" Ben mengetuk pintu kamar Stevan beberapa kali. Tidak ada jawaban.
"Apa dia tidur?" bisik Devan.
"Baru 15 menit. Memangnya siapa yang tertidur dalam waktu sesingkat itu?"
"Kau."
Hening. Ben kembali mengetuk pintu itu.
Stevan kali ini sibuk di depan meja kerja. Ia membuka halaman per halaman. Sebuah buku tebal yang berisi puluhan halaman kertas cokelat jaman kuno berada di atas meja. Setidaknya ia harus melakukan sesuatu supaya Rena tertarik padanya. Walaupun bukan masuk ke dalam misi untuk membahagiakan Rena tapi setidaknya ia harus melakukan step awal, dekat dengan gadis tersebut.
Buku ramuan punya lebih dari seribu resep. Bahan-bahannya didapatkan dari beberapa benda langka dan mahal, nilainya bisa milyaran. Cara menggunakannya tidak sulit, hanya perlu ditaburkan pada makanan para Bewaakt. Mirip ramuan para penyihir. Bedanya para bayangan jarang menggunakan ini, mereka menghindari hal-hal berat. Mereka akan mendapatkan misi yang lebih sulit kalau sampai menggunakan ramuan pada Bewaakt terdahulu.
"Hey! Cepat buka pintunya!" Teriak Ben dari luar. Ia sudah hilang kesabaran.
"Kau yakin dia tidak tidur?"
"Diam!"
Brak!! Ben masuk dengan langkah besar, ia kemudian menarik buku yang ada di atas meja.
"Jangan harap kau boleh memakai ini." Ben menatap garang. Sudah punya insting kuat kalau buku ramuan akan jadi solusi Stevan selanjutnya.
"Aku hanya melihat-lihat saja."
"Aku tidak mudah tertipu. Mulai saat ini, buku ini aku yang simpan." Ben keluar, diikuti Devan di belakang.
"Apa ini buku yang kau bicarakan?" Devan melihat ada gambar tongkat sihir di buku tersebut.
"Ya, buku yang sangat berbahaya."
Sekitar tahun 1950, Stevan dan Ben punya satu teman dekat. Veno namanya, bayangan yang saat itu harus menempel pada Bewaakt dengan kepribadian buruk. Gadis dengan temperamen mirip ibu-ibu dengan sepuluh anak. Semua hal tidak ada yang bisa membuat bahagia, kesalahan kecil pun bisa jadi besar. Setiap hari hanya ada teriakan dan teriakan dari dalam rumah besar yang mirip istana tersebut. Mungkin karena dilahirkan dari keluarga berada dan minim edukasi membuat gadis tersebut punya kepribadian terburuk dalam sejarah.
Mau tidak mau Veno menggunakan ramuan ajaib, ia mencampurkan batang kayu Garolin (pohon ajaib yang hanya bisa didapatkan di dunia gaib) dan sejumput emas murni dari kawah gunung tertinggi di dunia. Tidak sulit karena ia hanya perlu menaburkannya pada minuman favorit gadis tersebut. Ramuan yang dipakai berfungsi sebagai ramuan cinta. Gadis yang diijaganya akan dimabuk cinta oleh pria pertama yang ditemuinya. Tidak ada kendala, semua berhasil, seperti kemauan Veno.
Hingga beberapa abad berlalu, Veno berganti Bewaakt, sayangnya ia ternyata gagal dalam misi. Pria tersebut mati menjadi debu karena manusia yang dijaganya memilih bunuh diri. Ada peraturan lain, sekali menggunakan ramuan, para bayangan dilarang menggunakannya lagi sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Itu menjadi pukulan hebat bagi Steven dan Ben tapi mereka tidak bisa menyalahkan siapapun karena saat kejadian tersebut Veno tidak mengatakannya duluan pada mereka. Baru ketahuan saat akhir hayat sahabat baiknya itu datang.
"Harusnya buku seperti ini dikubur dalam-dalam," saran Devan.
"Siapa yang mau mengubur solusi dari masalah besar?"
"Tapi resikonya sangat besar."
"Karena itulah hasil yang didapat juga besar."
"Benar juga."