Naufal dan Arka tengah berjalan di koridor sembari membawa bola basket di kedua tangan masing-masing. Sebagai ketua dan wakil ketua kelas mereka diperintahkan guru olahraga untuk mengembalikan bola basket itu ke ruang olahraga. Dengan santai kedua laki-laki itu terlihat berjalan sembari mengobrol.
"Gue akui skill lo main basket keren juga." Puji Arka.
Naufal tersenyum sombong, "Jelas, lo baru tau?."
"Idih, nyesel gue muji lo." Arka mendengus.
Naufal terkekeh, "Bercanda bro, gue latihan terus tiap pulang sekolah."
"Ah iya turnamen lo akhir minggu ini kan? Berarti sebelum ujian akhir ya?." Tanya Arka.
"Yoi, makanya pelatih gue nyuruh fokus latihan tapi juga diselingi belajar." Jawab Naufal.
"Tapi gue gak yakin lo belajar sih." Tebak Arka.
"Si*lan." Cibir Naufal. "Gue gini-gini juga sering buka buku."
"Cuma buka tapi gak dibaca sama aja bohong." Sarkas Arka
"Setidaknya udah ada niat." Balas Naufal tak mau kalah.
"Niat tanpa usaha ibarat kopi tanpa gula." Ujar Arka asal.
"Apa hubungannya?." Tanya Naufal.
"Hasilnya pahit." Jawab Arka.
"Belum tentu, bisa aja hasil gue bagus. Semua tergantung keberuntungan kita. Kata orang, orang pinter itu bakal kalah sama orang beruntung." Jelas Naufal.
"Heleh, mau nyontek siapa lo?." Tanya Arka.
Naufal melirik Arka sekilas, "Kepo."
"Ntar bagi-bagi ya fal." Pinta Arka.
"Wani piro?." Tanya Naufal menggunakan bahasa jawa yang berarti berani berapa?.
Pada dasarnya Naufal itu seperti anak SMA pada umumnya. Ia juga sering menyontek, terlambat, dan juga terkadang membolos. Dia memang bukan siswa teladan, tapi dia juga bukan pembuat onar. Nama Naufal lumayan terkenal di kalangan murid SMA Nusa Bangsa namun hal itu bukan tanpa alasan karena Naufal banyak mengikuti ekstrakurikuler sehingga membuat namanya banyak dikenal oleh para siswa khususnya adik kelas.
Suara sepatu terdengar menuruni tangga saat kedua laki-laki itu hendak melewati tangga. Setelah itu disusul dengan suara cekikikan dari tiga hingga empat gadis.
"Gue akui lo cantik dan pemberani."
"Tentu, gue Viona dan ngga ada yang ngga mungkin bagi gue."
"Keren sih, lo balas dia bahkan tanpa harus ngotorin tangan lo."
"Hahaha Adira itu cuma manusia otak kosong yang berlagak pinter."
Langkah Arka dan Naufal sama-sama berhenti. Kedua pemuda itu terlihat saling melampar pandangan sembari mengernyit.
"Dia juga terkenal cuma berkat nama kakaknya aja, tapi gayanya sombong abis."
"Haha berani-beraninya dia ngatain gue j*l*ng. Padahal sendirinya lebih parah. Dia ngga sadar ya ngejar-ngejar Naufal udah kayak orang gila."
"Memang apa hebatnya si Naufal itu ganteng ngga, pinter juga ngga. Dia cuma cumi-cumi kalo disandingin sama Arion."
"Heh! jangan ngejelekin kak Naufal. Bukanya objek kalian itu Adira?."
"Iya, tapi kalian tau ada rumor yang bilang kak Arion itu suka Adira?. Menurut gue ini gila dan gak masuk akal."
"Si si*lan itu bener-bener pantes disebut j*l*ng kecil."
"Haha seharusnya waktu itu dia ngga perlu ditemuin."
"Nyusahin aja, kita udah cape lari-larian buat ninggalin dia. Dianya malah pulang sambil digendong kak Naufal. Kalo tau gitu gue juga mau."
"Lo mau kita tinggal di hutan juga?."
"Bukan gitu, gue kesel aja cuma karena satu orang kegiatan camping kita harus terjeda."
Saat keempat orang itu sedang asik-asiknya membicarakan orang lain, tiba-tiba sebuah bola basket menggelinding ke arah mereka.
"Anak-anak olahraga itu ceroboh banget sih."
"Lo ambil deh."
"Ogah, males banget ketemu mereka pasti bau matahari."
"Woy ini bola siapa?."
"Gue." Semua orang itu melihat ke arah koridor. Namun mereka terdiam saat mengetahui siapa dalang dari bola itu.
"Kak Naufal?." Naufal menatap mereka dengan tatapan tajam. Seketika Keempat gadis itu menundukkan kepalanya.
"Kalian–" Belum sempat Arka menyelesaikan kalimatnya. Naufal menghentikannya.
"Lempar bola gue ke sini." Perintah Naufal.
"Eh? I-iya kak." Seorang gadis melempar bolanya pada Naufal.
"Kalian mau kemana?." Tanya Naufal.
"Aula kak, mau daftar osis."
"Nama kelas?." Naufal kembali bertanya. Gadis-gadis itu terlihat gelagapan.
"Hey, dia nanya lo." Ujar Arka. "Ngomongin orang aja kalian bisa giliran di ajak bicara kempis gak ada suaranya."
"Viona kak dari kelas 10 IPS 3." Sahut gadis itu.
"Balik kelas." Perintah Naufal.
"Tapi kita mau ke aula kak."
"Ngapain? buang-buang waktu. Orang-orang kayak kalian gak pantes masuk osis. Bikin malu sekolah aja." Setelah mengatakan itu Naufal dan Arka berjalan melewati gadis-gadis itu begitu saja.
"Cih, dia pikir siapa dia. Dia gak ada apa-apanya dibandingkan kak Arion." Gumam Viona yang masih bisa Naufal dengar.
***
Sesampainya mereka di ruang osis kedua pemuda itu segera meletakkan bola basket yang mereka bawa ke dalam keranjang bola. Tidak ada percakapan semenjak mereka bertemu dengan gadis-gadis itu.
"Kenapa lo biarin mereka lolos gitu aja?." Arka membuka suara.
"Terus gue harus gimana? Yang mereka bilang gak salah. Gue emang ngga ada apa-apanya kan di bandingkan Arion." Jawab Naufal.
"Bukan itu, tapi tentang yang terjadi di tempat camping. Kita bisa laporin mereka ke kepsek." Ujar Arka
"Itu bukan urusan gue." Sahut Naufal tak peduli.
"Tapi kita saksi fal, lo tau kan karena kesalahan anak-anak itu kita yang kena. Kita yang dipandang jelek sama sekolah." Jelas Arka
"Gue tau."
"Setidaknya lakuin ini demi Adira." Celetuk Arka asal.
Naufal mengernyit, "Ngapain gue harus lakuin ini demi dia?."
"Bukannya lo suka Adira?." Tanya Arka hati-hati
"Kata siapa? Bukannya gue selalu bilang kalo gue gak suka dia dan ngga akan pernah suka. Menurut gue dia itu cuma benalu. Ngga menguntungkan tapi selalu nyusahin, bikin risih aja." Ujar Naufal.
Arka sedikit tersentak mendengar jawaban Naufal. "Kalo lo gak peduli terus kenapa waktu itu lo ikut nyari dia?."
"Ya kali gue tidur ditenda sedangkan kalian semua nyari dia." Jawab Naufal tak habis pikir.
"Tapi lo kelihatan khawatir." Balas Arka
"Semua orang khawatir, bahkan lo juga pasti khawatir kan" Sahut Naufal
"Iya sih." Jawab Arka pelan
"Udahlah ka, berhenti berasumsi kalo gue suka dia. Semua yang gue lakuin itu cuma karena kasian. Bahkan beberapa hari ini gue ngerasa seneng karena dia ngga ganggu gue." Jelas Naufal.
Arka terdiam sejenak, "Gitu ya, ya udah ayo balik kelas. Kita juga harus ke aula buat acara osis." Kemudian mereka keluar dari ruang olahraga.
Sepergian kedua pemuda itu dari sana. Seorang gadis terlihat masuk ke dalam dengan raut wajah yang muram, lalu di susul dengan satu orang temannya.
"Di suruh pak Huda ambil bola voli dua aja." Ujar gadis yang baru saja datang.
Adira tersentak, "Ah iya, apa?."
"Adira, are you oke?."
Adira diam sejenak, "Caca, setelah ngambil bola aku mau di kelas aja ngga apa-apa?."
"Kenapa? Lo sakit ya? Pak Huda kan juga udah bilang lo ngga harus ikut olahraga kalo masih sakit." Tanya Caca khawatir.
"Iya kayaknya, maaf ya." Jawab Adira
"Ngga apa-apa Adira, lo balik kelas sekarang aja. Biar nanti gue yang bawa bolanya ke lapangan." Ujar Caca.
"Maaf ngerepotin kamu."
"Apa sih ngga repot, udah sana balik kelas. Kalo lo minta maaf lagi gue tendang." Ancam Caca.
"Galaknya." Gumam Adira yang masih bisa di dengar Caca
"Biarin, udah sana." Sahut Caca sembari mendorong pelan tubuh Adira.
Akhirnya gadis itu keluar dari ruang olahraga untuk kembali ke kelas. Sepanjang jalan tatapan matanya kosong. Entah karena benar dia sakit atau karena dia sudah mendengar semuanya.