"Terima kasih, Kina, kamu sudah menolong saya," ucap Orion tulus. Dia sudah mengenakan baju ganti yang diberikan oleh Kinara. Mereka berdua sekarang sudah berada di dapur.
"Ya, sama-sama. Kamu sudah makan? Tadi ada telur dadar sisa. Kamu bisa makan. Maaf, saya enggak bisa memasak..."
"Enggak apa-apa." Orion meraih piring, menghampiri meja dan mengambil telur dadar yang Kinara buat tadi pagi. Meraih nasi di penanak nasi, melahap telur dadarnya.
Di kamar Kinara, Srikandhi terpekur dalam bacaannya sambil berselonjor di atas ranjang. Arjuna, duduk di bawah dengan menekuk lututnya. Melirik Srikandhi. Suasana di kamar serasa sunyi.
"Hei," panggilnya.
Srikandhi tidak peduli. Membalikkan halaman berikutnya.
"Hei," panggilnya lagi.
"Kenapa, sih? Nganggu saja!" Srikandhi memberengut.
"Enggak seharusnya kamu tinggal di sini dengan sikapmu yang sekarang."
"Maksudmu?" Srikandhi menghentikan membacanya.
"Kamu itu kalau di sini enggak punya sopan santun, ya," sindir Arjuna.
"Hei, ap—" Srikandhi menghentikan omongannya."Jangan seenaknya kamu!"
"Memang benar, kok."
"Uuh," Srikandhi meletakkan buku bacaannya. Turun dari ranjang. Tidak menggubris Arjuna.
"Tunggu! Saya mau bicara," kata Arjuna.
Srikandhi menghentikan langkah."Mau bicara apa? Aku enggak mau ngobrol sama Lakon model sepertimu!"
"Apa kamu yakin kalau Nona Kinara itu Spirit-mu?"
Srikandhi akan keluar dari kamar tidak jadi."Yakinlah Pengguna-ku kan enggak seperti Spirit-mu yang gembel," hinanya.
"Bisa enggak kamu jangan menghina Pengguna saya?" Arjuna menahan amarah.
"Memang Spirit-mu gembel, kan? Berarti kamu Lakon gembel."
Arjuna mendengus. Berdiri, menghampirinya cepat. Mencengkram tangan Srikandhi erat. Muka mereka saling berdekatan. Srikandhi berusaha melepas cengkraman tangannya dari Arjuna.
"Kamu hina tuan saya lagi, kamu bakal tahu akibatnya," ancamnya dingin. Cengkramannya dilepaskannya. Dia keluar dari kamar.
"Kamu bilang, kamu kabur dari rumah?" Kinara yang duduk di dekatnya. Menemaninya makan.
"Iya."
"Kenapa kamu bisa kabur?"
Orion menghela napas.
"Saya enggak tahan di rumah. Penuh tekanan..."
Kinara berpikir pasti pemuda ini sedang ada masalah atau barang kali broken home.
"Saya sudah kabur dari rumah dua tahun ini semenjak ibu saya meninggal..." ceritanya.
Kinara iba mendengarnya.
"Keluargamu enggak ada satu pun mencarimu atau mengajakmu kembali?"
Orion menggeleng.
"Enggak ada. Saya enggak punya siapa-siapa lagi kecuali si Arjuna."
"Enggak apa. Kamu mau tinggal di sini selama yang kamu mau. Arjun juga." Kinara melihat Arjuna sudah di belakang.
Orion menoleh ke belakang."Ada apa denganmu?"
"Saya sedang sebal, Tuanku."
"Kenapa?"
"Karena Tuanku dihina gembel sama cewek Lakon cerewet itu."
Terdengar seperti langkah dari arah dapur."Siapa yang bilang aku ini Lakon cerewet?!" Gadis mungil tersebut masuk. Menatap Arjuna."Saya dengar tadi!"
"Sudah, jangan berantem."
"Dia bilang, aku enggak yakin sama kamu kalau ini bukan Pengguna-ku!"
"Yang benar? Buktinya nih ada tanda mirip bunga di tangan saya."
"Tahu, kan? Kinara itu pengguna-ku! Seenaknya dengan yakin kamu ngomong begitu!"
"Tapi enggak usah ngegas begitu, dong," tanggap Arjuna yang lama-lama jengkel terhadap gadis ini. Sudah bertubuh mungil plus cerewet lagi. Untung Pengguna-nya mau menerimanya di sini.
"Sudah, Srikandhi. Nanti enggak enak di dengar sama tetangga sesama apartemen di sini... Bagaimana besok kita jalan?" tawarnya.
"Kamu bilang, aku enggak boleh ketahuan orang, bukan?"
"Iya, ya. Jadi, kalau mau keluar kudu menghilang dulu..."
"Males, ah! Ngilang mulu! Enak muncul kayak begini."
"Iya, sih. Sekali-kali aja, Kina. Saya juga kepingin lihat mereka muncul seperti ini," kata Orion.
"Boleh."
**
Sore menjelang. Kinara keluar dari apartemen seraya membawa dua kresek berwarna hitam. Ia keluar menuju TPS (Tempat Pembuang Sampah). Karena di kawasan apartemennya tukang pengangkut sampah dua hari sekali datang. Dengan berat, ia berjalan kaki ke belakang. Sampai di sana, membuang dua kresek ke dalam tong besar. Puluhan sampah di sana terkumpul. Dipisah sesuai karakter sampah. Sampah basah dan sampah kering. Setiap penghuni kompleks kerap kali memperotes tukang sampah dengan lelet datang dan bahkan tidak sama sekali. Dengan terpaksa, para penghuni apartemen membuang sampah secara mandiri ke tempat pembuang sampah. Berbalik, berjalan kembali menuju apartemen. Kinara memiliki perasaan yang tidak enak. Tanpa diketahui olehnya, muncul sosok wanita cantik di belakangnya, menyapa,"Hallo, Gadis Manis."
Kinara menoleh cepat, rambutnya yang pendek tersibak angin. Menatap curiga."Siapa kamu?"
Gadis cantik itu tersenyum mendekatinya.
"Apa tujuanmu ke sini? Kamu penyusup, ya?"
"Penyusup katamu?" Memainkan jemarinya yang lentik dengan pitek kuku berwarna merah."Seperti apa yang kamu bilang, saya kemari hanya ingin menemuimu dan memastikan bahwa ternyata kamu masih hidup."
"Ha? Aku enggak mengerti apa maksudmu," Kinara bingung.
"Dan, sesuai pencarian oleh pemimpin kami, ternyata kamu masih hidup." Mengulurkan tangannya."Ikutlah denganku."
"Untuk apa? Kamu orang mencurigakan tahu! Ogah, saya ikut!"
"Padahal, kamu adalah seorang Pengguna dengan daya sihir yang kuat."
"Daya sihir kuat? Berarti..." Ia teringat perkataan Orion."Berarti kalau aku memiliki daya sihir kuat, miliki Lakon, bukan?"
"Lakon," katanya."Ya, sesuai perkataanmu. Memiliki daya sihir kuat juga termasuk memiliki Lakon yang kuat. Makanya, saya ke sini untuk memastikanmu."
"Siapa yang menyuruhmu untuk ke sini? Saya enggak ada hubungannya denganmu! Walau saya memiliki Lakon, saya enggak mau!"
"Baiklah. Kalau kamu enggak mau," kata wanita itu masang. Bibirnya yang merah merona menggumamkan sesuatu layaknya mantra. Muncullah di hadapannya seorang gadis amat cantik, memakai gaun panjang berwarna cokelat muda dengan kedua kukunya yang panjang dan sama lentiknya. Dikedua kupingnya mengenakan cuping emas.
Kinara melotot."Kamu... Seorang Spirit juga?"
"Aku juga seorang Spirit sepertimu."
"Siapa gadis biasa ini, Dayita?" kata Lakon-nya menatap dengan meremehkan.
"Gadis ini yang telah lama diawasi oleh Tuan."
Kinara waspada.
"Kalau kamu menurut untuk ikut denganku, aku enggak bakal menyakitimu. Sebaliknya, bila kamu enggak menurut ikut, hadapilah Lakon milikku ini! Sarnapeka, maju!"
Lakon bernama Sarnapeka itu maju. Merentangkan kedua kukunya yang tajam ke arah Kinara. Kinara dengan cepat menghindar. Kuku tajam Sarnapeka mencakar, namun Kinara berhasil menghindar. Jalan yang dipijaki Kinara terkena besetan cakar yang membekas. Kinara melompat menjauh.
"Bisa bahaya kalau aku kena serangannya."
"Bagaimana, Gadis Cantik? Tetap teguh enggak mau ikut?"
Kinara tetap pada pendiriannya. Siapa wanita di hadapannya ini? Kenapa pemimpinnya mengawasinya lama? Apa hubungannya pemimpinannya dengan dirinya.
"Saya enggak bakal ikut."
"Begitu? Berarti mau dong kamu dapat serangan kayak barusan?"
Kinara berdiri.
Tanpa disuruh, Sarnapeka melesatkan dua kukunya kembali ke arah Kinara. Kinara kembali menghindar. Menghindari cakar demi cakar Sarnapeka. Kinara menunduk saat Sarnapeka melesatkan salah satu kukunya. Suara besetan seperti pisau membeset jalan. Kinara berhasil menghindar.
"Tetap menghindar, ya?" kata Sarnapeka.
Kinara berusaha mengambil celah untuk dirinya kabur.
Aku harus secepatnya kabur dari sini! batinnya.
"Perasaanku enggak enak," kata Srikandhi memakan snack kentang milik Spirit-nya. Tanpa sungkan, dia membawa snack kentang jumbo dari kulkas ke ruang tengah. Di tengahnya ada meja bulat kecil, di belakangnya ada sofa berwarna abu-abu.
"Kenapa?" Orion selesai membuatkan segelas es jeruk dari dapur. Meletakkan di hadapannya."Nih, es jerukmu."
"Kinara belum balik juga?"
"Mungkin tempat pembuangan sampahnya jauh kali dari arah apartemen."
"Seharusnya kamu tuh yang ngebuangin sampahnya. Kamu kan laki-laki. Aku lihat tadi dia bawanya keberatan begitu." Meraih gelas es jeruk."Terima kasih." Menyeruputnya kemudian."Tumben kamu baik, Ori siapa nama kamu?"
"Orion. Kamu yang minta dibuatin, kan?"
Arjuna yang duduk berselonjor di samping Srikandhi."Tuanku."
"Ya?"
"Kenapa Anda membuatkan minuman ini ke dia?"
"Dia yang minta. Saya buatin, deh."
Srikandhi meletakkan gelas ke atas meja."Perasaanku makin enggak."
"Kamu susul saja. Kamu kan Lakon-nya?" usul Arjuna.
Srikandhi berdiri melesat melewati keduanya menghampiri pintu, keluar dari arah apartemen. Tidak ada siapa-siapa di sekelilingnya.
Aman.
Dia bisa melayang tanpa bersusah payah berjalan kaki. Dia melayang dengan luwesnya menyusul Pengguna-nya. Menyusuri setiap blok apartemen.
"Dia buang sampah di mana, sih?"
Perasaannya semakin tidak enak. Dia berbelok melayang hingga ke belakang blok. Matanya melihat sesuatu tampak seperti pertarungan. Melototkan matanya melihat adegan sang Pengguna sedang berusaha menghindar dari Lakon lain yang melawannya. Sarnapeka akan kembali melayang cakarnya ke Kinara.
"Kinara!"
Srikandhi melesat langsung menendang dada Sarnapeka berputar dengan satu tendangan. Lakon cantik itu terjerembab ke jalan potang-pating beberapa meter.
"Sarnapeka!"
"Kamu enggak apa-apa, Kinara?"
Kinara menatap sosok melayang di depannya."Srikandhi...?"
"Ternyata kamu diserang, ya, sama Lakon itu?"
Sarnapeka segera bangun. Merintih sakit seraya memegang dada."Uuh, siapa yang tadi itu?"
"Lakon-mu datang juga rupanya?" Dayita menatap Srikandhi."Mirip bocah."
"Apa kamu bilang?! Bocah?!"
"Srikandhi..."
"Tenang, Kinara. Selama ada aku, kamu baik-baik saja." Srikandhi waspada.
Sarnapeka bangkit. Melesat kembali dengan cepat ke hadapan Srikandhi, merentangkan kukunya. Srikandhi melepaskan pelindung sihir dari tangannya. Suara desingan terdengar.
"Pakai sihir pelindung, ya?"
"Srikandhi!"
Gadis mungil di depannya melempar balik Sarnapeka. Sarnapeka terlempar agak menjauh.
"Perintahkan aku sekarang!" pinta Srikandhi.
"Hah?"
"Kok hah sih?! Kamu kan Spirit-ku!"
"Walau enggak aku suruh pun kamu bisa ngalahin dia, kan?" Kinara bangkit."Kamu kalahkan, dan ada waktu untuk aku kabur!"
"Enggak bisa begitu, dong! Kamu Spirit. Harus lihat situasi! Kamu kabur, aku ditinggal sendiri!"