"Orang yang kuat bukan yang banyak mengalahkan orang dengan kekuatannya. Orang yang kuat hanyalah yang mampu menahan dirinya saat marah."
(HR. Al-Bukhari)
***
"Udah sana! Aku tau kamu kecewa samaku."
"Tapi saya tau, bukan kamu yang ambil uang itu." Abhi masih menatap Farah yang berjarak 30 cm disebelahnya.
"Tau darimana?" tanya Farah seolah meremehkan.
"Saya punya saksinya."
Farah menoleh pada Abhi, ia mengerutkan dahinya.
"Iya. Ilyana."
"Ily?"
"Ilyana bilang dia liat Haura buka lemari kamu tadi, tapi dia ga tau Haura ngapain. Mungkin Haura memanfaatkan ini saat Cut sedang sibuk dengan penampilan silatnya. Sesuai dugaan saya," jelas Abhi.
Farah tertawa kecil. "Aku juga udah tau ini ulah Haura."
Abhi mengernyit, menatap gadis yang masih bersikap tegak dengan tangan kanannya yang hormat kepada bendera sejak tadi.
"Terus kenapa kamu ga bilang?"
Farah menoleh pada Abhi, "Apa kita punya bukti?"
Abhi terdiam, dia berdecak kesal. Mengingat Haura pasti sudah mengancam Ily agar tidak memberitahu yang sebenarnya.
"Terus kamu mau apa sekarang?"
"Nunggu keajaiban dari Sang Pencipta!" Farah tertawa kecil.
Farah tau, sikap Haura berubah sejak mengetahui bahwa Farah dekat dengan Abhi. Gadis itu terbakar api cemburu, sehingga membuatnya bisa melakukan apa saja untuk membuat orang yang dituju menderita.
Farah juga tau benar jika semua ini perbuatan Haura. Rasanya ia ingin menjambak hijab Haura untuk membalas rasa malu yang sudah ditanggungnya untuk kesalahan yang tidak ia lakukan, tapi Farah teringat dengan suatu ayat.
"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim." (Q.S. Asy-Syura: 40)
"Abhi," panggil Farah.
Abhi yang sejak tadi memperhatikan sekeliling memastikan tidak ada yang melihatnya, kini pandangannya bertemu dengan tatapan Farah. Pria itu tak bersuara.
"Kenapa kamu peduli samaku?" Pertanyaan Farah membuat Abhi bungkam.
Abhi masih terdiam. Pria itu juga tidak tau kenapa bisa sepeduli itu pada Farah, hal yang belum pernah dia lakukan pada wanita manapun.
"Perasaan kamu aja kali!" Kata Abhi yang berusaha bersikap tenang.
"Kalau kamu ga peduli samaku, terus sekarang ini kamu ngapain disini?" Farah tersenyum jahil.
Abhi tampak bingung harus menjawab apa. Benar yang dikatakan Farah, kenapa dia rela ikut berdiri dibawah panas dan hujan bersama Farah saat ini?
"Ya-yaudah aku pergi! Nih pegang payungnya!"
Sepertinya Farah berhasil membuat pria itu salah tingkah. Farah tertawa kecil melihat mimik wajah Abhi.
"Bawa aja untuk kamu, katanya kamu ga peduli samaku, iyakan?" Lagi-lagi Farah menggoda pria disampingnya.
"Yasudah!" Abhi menarik kembali payung yang sebelumnya disodorkannya pada Farah.
Farah tersenyum kemenangan melihat Abhi berjalan menjauh darinya. Dia hanya ingin Abhi meninggalkannya sendiri disana, karena Abhi tak pantas ikut dihukum sepertinya.
Kini butiran hujan kembali membasahi Farah, ditambah lagi cahaya matahari yang begitu terik membuatnya menyipitkan matanya saat melihat ke atas.
"Kenapa aku suruh Abhi pergi sih tadi?" Farah berdecak.
Seharusnya ia membiarkan Abhi disana, atau setidaknya menerima payung yang dibawakannya. Sekarang, ia harus terima terpapar sinar matahari dan tetesan hujan dari langit. Dasar Farah, sok jual mahal!
Sudah sejam berlalu dan hujan panas itu belum juga berhenti. Membuat kepala Farah terasa pusing, sesekali ia kehilangan keseimbangan. Tapi Farah tetap memaksakan dirinya untuk berdiri disana.
Hingga gadis itu benar-benar tidak bisa menahan dirinya lagi karena kakinya sebagai penopang sudah lemas, membuatnya terjatuh ke semen yang basah.
Pendengarannya seolah tidak berfungsi, Farah hanya bisa merasakan bajunya yang sudah basah saat ini. Ditambah lagi tetesan hujan yang dapat dilihatnya mendarat di semen yang sedang ditidurinya.
Pandangan Farah tampak kabur, hanya ada seseorang yang datang dan bersimpuh dihadapannya. Denyutan dikepalanya membuat Farah seketika kehilangan kesadarannya.
"Farah!" Abhi sedikit berteriak.
Pria itu membiarkan pakaiannya basah terkena air. Dia baru saja mengembalikan payung dan kembali untuk melihat Farah dari jauh, duduk di koridor kelas. Namun pria itu langsung berlari menghampiri Farah saat melihat Farah yang sudah tergeletak dibawah.
Sekarang dia bingung harus bagaimana, enggan tangannya menyentuh gadis itu. Tapi dia juga tidak bisa membiarkan Farah terus dibasahi air hujan seperti ini. Pandangannya mengarah kesegala penjuru, berharap dia menemukan seseorang yang bisa membantunya.
Saat Abhi hendak pergi untuk mencari bantuan, tiba-tiba saja guyuran hujan deras turun membuat pria itu menghentikan langkahnya.
"Bismillah, maaf Farah, saya ga bermaksud." Abhi segera mengangkat tubuh Farah yang sudah basah kuyup, begitupun dengan dirinya.
Abhi tidak punya pilihan lain, dia segera membawa Farah ke UKS dilantai dasar kantor. Pria itu berjalan sedikit cepat dengan hujan deras yang terus mengguyur mereka.
Sesekali Abhi menatap wajah cantik Farah yang dibasahi tetesan air hujan, sepersekian detik dia memalingkan wajahnya. Meyakinkan dirinya bahwa yang dilakukannya ini tidak salah.
"Abhi, ini kenapa?!" tanya Ustadzah Nisa cemas.
"Farah tadi pingsan, Ustadzah!" Abhi menidurkan Farah di brankar UKS.
Abhi langsung keluar darisana, dia menutup pintu UKS. Ustadzah Nisa merawat Farah didalam.
"Abhi?"
Abhi menoleh kebelakang, "Iya, Ustadz?"
"Kamu mandi hujan?" tanya Ustadz Rafli.
Abhi hanya tersenyum kecil. "Hmm saya mau tanya sama Ustadz," katanya ragu.
"Tanya saja,"
"Tadi ga sengaja saya liat Farah pingsan, Ustadz. Waktu saya mau cari bantuan eh malah hujan deras, jadi saya gendong aja si Farah. Maaf Ustadz kalau saya lancang." Abhi tertunduk.
Ustadz Rafli tersenyum samar. "Gapapa, lagian niat kamu cuma mau bantu Farah disaat kondisi darurat kayak gini. Yang ga boleh itu kalau kamu ambil kesempatan disaat kayak gini."
Abhi mengangkat kepalanya, "Astaghfirullah ya nggalah, Ustadz!" Jawabnya cepat.
"Iyaa saya tau kamu gimana. Sekarang ganti baju kamu nanti masuk angin."
"Na'am, Ustadz."
Abhi berpamitan pada Ustadz Rafli. Mumpung sudah basah, sekalian saja dia mandi hujan saat jalan ke asramanya.
"Kalau aja yang pingsan bukan Farah, ogah aku gendongnya!"
"Abhi!"
Lagi-lagi suara seseorang yang memanggilnya membuat Abhi menoleh ke sumber suara. Tampak seorang gadis seumuran menatapnya.
Rasanya pria itu malas sekali mendatangi perempuan itu, tapi langkah Abhi malah menghampirinya.
"Kamu kok basah? Mandi hujan?" tanya wanita yang duduk di pondok kunjungan pesantren.
"Kena api tadi makanya basah," jawab Abhi malas.
Haura mengernyit, dia tersenyum manis pada Abhi yang sama sekali tak melihatnya.
"Aku tau kamu mau Farah bebas dari cap pencuri, kan?"
"Ini semua ulah kamu, kan?!"
"Aku bisa aja mengakui perbuatanku ini, tapi ada syaratnya."
Abhi terdiam sejenak, dia tau bahwa Haura pasti akan memberikan syarat yang aneh-aneh padanya. Tapi disisi lain, dia tidak ingin ada seorang pun yang men-judge Farah.
"Apa syaratnya?"
♡♡♡