Well, I can promise you tomorrow
But I can't buy back yesterday.
—Bon Jovi, I'll Be There For You
• • •
MEMASTIKAN bahwa Zoe baik-baik saja di sana sudah cukup bagi Alfred. Tapi rasa cemas masih tetap melekat di hatinya. Alfred membenarkan perkataan Zoe kalau akhir-akhir ini hubungan mereka tidak lebih hanya sekedar aplikasi pengingat. Alfred tidak bosan memikirkan apa yang bisa dirinya usahakan dalam hubungannya dengan Zoe. Rasanya seperti orang bodoh yang tidak bisa memberikan apa-apa untuk pacarnya, kecuali perhatian-perhatian kecil, itu pun secara daring. Memuji kecantikan Zoe ketika perempuan itu mengirim foto sebelum pergi ke kampus, mengingatkan Zoe untuk menjaga kesehatan dan tidak lupa makan, menyemangati Zoe ketika perempuan itu masih begadang mengerjakan tugas, serta membagi keseruan aktivitas sehari-hari.
Repeat, membosankan.
Apa Alfred bisa bertahan?
Alfred mengusap wajah gusar lantas menjangkau botol air mineral di kursi sebelah. Jakun lelaki itu bergerak naik-turun, meneguk sampai menyisakan setengah isinya.
"Ale masih belum ada kabar?"
Manajer band Petrikor, Pramana, berjalan mendekati Alfred. Lelaki yang memiliki rambut ikal dengan lanyard id card tergantung di leher langsung mengambil ancang-ancang duduk di kursi sebelah Alfred.
"Belum, Mas Pram. Haduh, gue kelimpungan sendiri mikirin Ale," adu Alfred tampak jengkel.
"Lo udah coba hubungin orang tuanya?"
Umur Pramana sudah mencapai kepala tiga, tapi tidak dengan jiwanya yang bergelora karena musik. Belum lagi penampilannya yang lebih artistik dibanding Alfred, lelaki yang memiliki tinggi badan setara dengan Alfred itu suka sekali dengan gaya eksentrik. Kaus abu-abu oversize dan celana cargo jeans kebesaran sangat cocok dengan rambut ikal yang dicat mix antara biru dan abu-abu. Gambaran ini seperti bapak-bapak spesifikasi Justin Bieber!
Pramana lebih menyukai cara kerja yang santai tapi tetap profesional. Tingkat ramahnya tidak main-main, Pramana bahkan lebih suka menggunakan aksen bicara lo-gue dan tidak bosan-bosan mengingatkan anggap saja seperti teman tongkrongan sendiri.
"Udah, nyokapnya bilang kalo Ale lagi susah dihubungi akhir-akhir ini."
"Lo sekampus emang nggak liat tuh bocah?"
"Dia bolos tiga hari ini. Chat gue nggak dibales, indekosnya sepi, gue udah tanya ke mantan-mantannya juga nggak ada yang tau."
"Mantan-mantannya?" Alis Pramana terangkat sebelah, jeda beberapa saat sampai akhirnya dapat memahami telepati Alfred, "Playboy kelas kakap."
Hugo muncul membawa dua kantung kresek putih yang berisi beberapa makanan ringan. Disusul Ben yang sedari tadi mengekornya sambil membawa empat botol air mineral. Hugo mengambil tempat di samping Alfred, membuka bungkus makanan ringan serta menawarkannya pada Alfred dan Pramana.
"Aelah, bukan sekali ini aja tuh bocah ngilang. Dulu bahkan sempat tanpa kabar seminggu, tau-tau ngacir nonton konser di Bandung sekalian healing. Ale emang gitu Mas Pram, malam ini pasti dia dateng ke rumah Ben buat nginep," sahut Hugo.
Pramana mengeluarkan satu batang rokok dari kotaknya lalu merogoh saku celana mencari pemantik. Setelah menghempaskan asap rokok, dia ikut berkata, "Maksud gue, ini 'kan lo pada bisa jamin. Takutnya ada apa-apa sama tuh bocah."
"Liat noh, Ale bikin instastory sepuluh menit yang lalu. Emang paling badung, susah diperintah," ketus Ben, memperlihatkan layar ponselnya yang menampilkan foto langit senja yang mengagumkan pada Pramana, Alfred, dan Hugo secara bergantian. Di antara mereka, Alfred kentara sekali menunjukkan wajah yang tidak bisa ditebak, tapi gestur bahunya sedikit menurun lesu.
"Lesu amat lo, Al." Pramana menawarkan sekotak rokok pada Alfred.
Dengan tegas Alfred langsung menjawab, "Gue nggak ngerokok."
Pramana yang baru mengetahui fakta mengejutkan itu menganga tak percaya, ia berdecak, "Jadi cowok, nakal dikit dong, hidup kok lurus-lurus amat."
"Kalo rokok boleh nolak, tapi kalo dikasih serenteng kopi saset langsung disikat," jelas Hugo.
"Demi siapa coba? Demi Zoe! Parah lo, Al. Dasar PPTP." Ben mengerlingkan mata jahil.
"Apaan tuh?" tanya Pramana, sesekali merontokkan abu rokok.
"Perkumpulan Pacar Takut Pacar."
Hugo yang baru meneguk air mineral spontan tersedak sampai batuk-batuk karena tidak bisa menahan tawa. "Anjir, ngakak!"
Pramana terbahak sampai suara notifikasi ponselnya mampu membuat tawanya mereda. Ia bangkit lalu menyahut, "Sebentar, bini gue nelpon."
Pupus sudah bagi kalian yang berpikir kalau Pramana seorang jomblo yang tidak laku-laku. Pramana ini tipikal bapak-bapak menawan yang sudah memiliki istri dan anak. Umur boleh kolot, tapi kelakuan sudah seperti ABG gaul.
Pokoknya, kece parah, Bray!
Setelah Pramana beranjak, Alfred merangkul leher Hugo dan Ben. Matanya mengamati setiap staf yang berlalu lalang sibuk dengan masing-masing job description. Di depannya berdiri panggung konser yang megah. Untuk pertama kalinya Alfred akan tampil di atas sana besok.
Jika yang bisa Alfred usahakan untuk Zoe masih belum cukup, setidaknya bagi band Petrikor lebih dari cukup.
Alfred optimis dengan mimpinya.