Every hour every minute every second
You know night after night
I'll be lovin' you right
Seven days a week.
—Jungkook ft. Latto, Seven (clean ver.)
• • •
"AL!"
Alfred menyunggingkan senyum. Wajah Zoe memenuhi layar laptop, hati Alfred menghangat. Alfred memperbaiki letak kacamata lalu ikut mendekatkan wajah pada kamera laptop.
Mereka, Alfred dan Zoe, saling tertawa.
Sebetulnya Alfred tidak tahu apa yang membuat Zoe tertawa, ia hanya ikut-ikutan saja. Apa karena wajah Alfred sangat dekat kamera? Sepertinya bukan itu.
"Udah besar kalo makan masih belepotan, dasar pacarnya Zoe!" seru Zoe.
Alfred gelagapan, buru-buru ia mendekatkan bagian sekitar bibir ke kamera untuk memeriksa. Ibu jarinya menyusuri setiap inci sudut bibir. Masa hanya karena makan puding saja ia masih belepotan.
Cup!
Kejadiannya hanya sekejap mata, Alfred menyaksikan Zoe ikut mendekatkan bibir ke kamera dan berakhir kecupan di layar. Alfred bungkam, rona merah muncul di kedua pipi bahkan menjalar sampai telinga. Rasanya seperti semua organ tubuh turun ke perut, mulas. Ada percik terkejut sekaligus bahagia tertuang di wajah Alfred.
Zoe mengulum senyum, di sana dia tak berhenti merutuki hal agresif yang baru saja dilakukan. Dua menit diliputi bisu, sampai akhirnya Alfred membawa topik baru yang ingin diobrolkan.
"Paket dari kamu udah nyampe. Jaketnya keren, aku suka. Thanks, Zoe."
"Iya."
Awalnya Alfred ingin memulai perang dingin pada Zoe. Namun setelah pulang dari rumah Ben, ternyata ada paket di depan rumahnya. Padahal Alfred tidak sedang memesan apa-apa, tapi setelah tahu nama pengirimnya, ia membatalkan niat perang dingin itu.
Ternyata Alfred penting bagi Zoe.
Lelaki itu menyendok puding lalu memasukkannya ke mulut. Kali ini sengaja meninggalkan sedikit noda di ujung bibir. Alfred mengulangi adegan yang sama beberapa menit yang lalu. Alisnya bergerak jahil lalu memberi kode, "Belepotan lagi ya, Zoe?"
Zoe menggelengkan kepala, perempuan itu hilang beberapa detik dari layar laptop Alfred lalu muncul dengan Popo di gendongannya. "Dasar Om Alfred jelek!"
Alfred bangkit, ia memamerkan jaket kulit hitam pemberian Zoe yang sedang dikenakan. Alfred memindahkan laptopnya ke tepi ranjang lalu mengarahkan padanya yang sedang memperlihatkan betapa berkualitasnya jaket pemberian Zoe.
Alfred tersenyum cemerlang. "Zoe?"
"Hm?"
"Boleh minta waktunya?"
"Hah?"
"Boleh minta waktunya seumur hidup?"
Tadinya Zoe terkesima ketika Alfred menyugar rambutnya ke belakang dan bertanya demikian, apalagi sekarang lelaki itu sudah melepas kacamata. Namun langsung sirna, karena kolor berwarna hijau motif keroppi itu menjadi perhatian utama Zoe.
Zoe tidak bisa menahan tawanya.
Betapa beruntungnya Zoe bisa mengetahui sisi lain Alfred. Saat banyak perempuan di luar sana hanya mengenal Alfred dari tampang dan bakatnya saja, tapi Zoe tahu lebih dari sekedar itu; sifat lawak dan manjanya Alfred. Itu, menyenangkan.
"Zoe?"
"Apalagi?"
Awalnya Zoe kira Alfred ingin menggodanya kembali dengan jokes bapak-bapak seperti tadi. Tapi Zoe salah sangka, wajah resah Alfred seolah ingin membahas inti perbincangan yang sebenarnya di penghujung hari mereka.
"Kamu kemarin ke mana?"
"Aku nggak ke mana-mana, aku di sini." Zoe harap jawaban template bisa mengeluarkan dirinya dari situasi ini.
"Tanpa kabar?"
"Waktu itu, ponsel aku lowbat." Alasan klise, tapi memang benar apa adanya, wajah Alfred tampak tak percaya. "Al, kamu tau Museum Barberini 'kan?"
Alfred mengangguk. "Tau, museum yang pertama kali kamu kunjungi ya, waktu awal kuliah."
"Iya, kemarin juga aku ke situ lagi sama kakaknya Sephia. Nanti aku bakal ajak kamu museum itu. Nggak cuma Museum Barberini, ke kampus aku juga, ke Brandenburg gate, Heidelberg old city, sungai Rhine. Pokoknya nanti kita jalan-jalan bareng."
"Kakaknya Sephia?"
"Iya, Adit."
Dengan naifnya, Alfred mencoba memastikan jawaban yang bahkan semua orang di dunia tahu kalau Adit itu lazimnya nama lelaki. "Cowok?"
"I-iya."
Alfred mematung, napasnya tercekat. Jadi selama ini yang diceritakan Zoe tentang kakaknya Sephia, yang pernah mengajaknya dinner, yang memberikan bunga daisy untuk Zoe, yang membawa Zoe ke Museum Barberini, itu Adit?
Yang bahkan dengan beraninya Zoe hanya memanggil Adit dengan namanya saja? Sedekat apa hubungan mereka?
Alfred bego.