With you, with you, with you it's different
I don't know why
It just is.
—Eaj & Seori, It Just Is
• • •
TIDAK ada gurauan di kamus hidup Adit. Lelaki itu terlalu serius untuk beberapa hal, termasuk perkataannya tadi pagi dengan Zoe. Padahal Zoe hanya mencoba nyambung dengan gurauan Adit, namun lelaki itu benar-benar ingin menculiknya.
Di sinilah Adit, bersandar di mobil miliknya setelah mengirimkan pesan kepada Zoe agar perempuan itu langsung menemuinya di parkiran. Lebih mengejutkannya lagi, Adit rela meminta nomor ponsel Zoe pada Sephia, tentu saja dengan sogokan apfelstrudel buatannya.
"Kamu aneh."
Zoe muncul sembari memperbaiki ikatan rambut, walaupun rambut Zoe panjang dan bergelombang di ujungnya, gadis itu selalu mengikat rambutnya asal. Anehnya, semakin cocok dengan gaya kasual Zoe hari ini. Juntaian anak rambut Zoe meninggalkan kesan manis. Kaus putih yang dimasukkan ke rok denim sebetis, sepatu putih, dan tote bag kanvas hitam polos. Kelihatannya sederhana, tapi bagi Adit tidak biasa. Pasalnya, untuk pertemuan kemarin-kemarin, Zoe yang dia temui selalu memakai celana training panjang dan kaus biasa.
"Kamu yang bilang mau," ucap Adit menegakkan tubuh lalu mengambil pose bersedekap.
"Aku nggak bilang mau, aku bilang jangan biarin yang di perut kelaparan," protes Zoe.
Adit membuka pintu mobil, sorot matanya menyiratkan agar Zoe segera masuk. Namun perempuan itu bergeming. Sebetulnya sepulang kuliah, Zoe ingin sekali menghubungi Alfred, melakukan panggilan video dengan pacarnya itu. Tapi rencana mendadak dari Adit, membuat jadwalnya kacau seketika.
"Saya culik kamu loh, biasanya kalau di film, yang diculik nurut sama penculik," sahut Adit, ada sorot permohonan dari manik mata birunya.
Oke, Zoe pasrah. Anggap saja sebagai penebus kesalahan bunga daisy yang kemarin. Tak enak hati jika Zoe menolak ajakan Adit, apalagi lelaki itu sampai menunggunya di parkiran.
Adit meletakkan telapak tangannya di atas surai Zoe, memastikan agar kepala Zoe tidak terbentur ketika menaiki mobil. Disusul Adit yang kini sudah duduk di kursi kemudi. Setelah selesai mengenakan seatbelt, Adit memperhatikan Zoe apakah gadis itu sudah mengenakan seatbelt juga.
Mobil Jeep hitam keluar dari area parkiran kampus, membelah jalanan pada sore ini. Tidak ada percakapan di antara keduanya, Zoe sibuk memikirkan Alfred sedangkan Adit ... dia menyetir dengan santai. Sesekali lelaki yang mengenakan kaus hitam dibalut oleh jaket denim snow wash fosarte itu menggumam tak jelas. Tangan kanan Adit memegang kemudi, ia menopang dagu dengan tangan kiri yang bertumpu pada jendela mobil.
Sebentar, jika dilihat berkali-kali ada yang berbeda dari Adit. Tapi, apa, ya?
Aha!
Seperti ada bohlam di pikiran Zoe, akhirnya ia menemukan letak perbedaannya. Di jari manis tangan kanan Adit tidak ada cincin. Zoe yakin seribu miliar persen dari pertama kali ia menerima juluran tangan perkenalan Adit, ada benda yang di lingkarkan di jari manis tangan kanan lelaki itu. Apalagi, daerah yang pernah terdapat cincin memiliki warna kulit yang lebih terang dibanding daerah tangan yang lain.
Tak sengaja tatapan Adit jatuh pada Zoe yang sedang mengamati tangannya. Padahal Zoe tidak bertanya, tapi Adit justru menjawab, "Saya belum tunangan, apalagi nikah. Itu cincin couple biasa dari Aloysia."
"Putus?"
"Iya."
"Diputusin atau mutusin?"
"Diputusin."
"Kenapa?"
"Saya sama Sia ... sudah beda."
"Apa yang beda?"
"Semuanya."
Itu saja sudah cukup menjawab rasa penasaran Zoe. Secara tidak sengaja, cerita betapa tidak beruntungnya Adit dalam percintaan mampu membawa pikiran Zoe berkelana tentang Alfred. Sedikit pun Zoe tidak terbesit untuk putus dari Alfred. Jika suatu waktu ia ada di posisi seperti Adit, Zoe akan berupaya mengembalikan lagi hubungan seperti dulu kala. Prinsip Zoe, semua masih bisa dibicarakan.
Tapi untuk kasus Adit, sebetulnya Zoe tidak yakin seberapa kerasnya usaha Adit untuk mempertahankan hubungan percintaannya dengan Sia. Apakah lelaki itu memilih menerima diputuskan atau bagaimana? Tampaknya tidak ada raut sedih di wajah tampan Adit, dia masih bersikap seperti biasanya.
"Kamu nggak coba baikan aja? Atau coba break, ambil waktu buat berpikir?"
Zoe menggigit bibir bawahnya, ia terkesan menasehati Adit. Iya, lelaki yang umurnya empat tahun lebih tua darinya. Ini kurang tepat, kenapa pula pertanyaan itu meluncur dengan mudah?
Adit tertawa, "Break itu putus yang tertunda."
Maksud Zoe, bukan seperti itu. Tapi perkataan Adit mungkin benar untuk kondisi yang memang benar dan salah untuk kondisi yang salah. Semua itu tergantung, terdapat banyak variabel yang memengaruhi.
"Lalu kamu diputusin langsung terima aja gitu? Selain suka menculik, kamu juga suka menyerah?"
"Zoe, menyerah sama berpikir realistis itu beda."