Masa-masa sulit untuk menata masa depan ialah ketika Tasya sedang berada di SMA kelas 12. Kenapa? Karena saat itu Tasya sangat stress memikirkan Ujian Nasional (UN). Sehingga pikiran yang berlebihan tersebut membuat nilai-nilai Tasya di kelas 12 menurun dengan drastis. Karena masalah itu pula, orang tua Tasya dipanggil ke guru BK, tentu saja kekhawatiran dan beban Tasya semakin menjadi.
Januari awal, adalah saat dimulainya pendaftaran Penelusuran Minat dan Kemampuan atau PMDK. PMDK yang pertama dimulai adalah PMDK dari Politeknik Kesehatan (Poltekes). Pada saat itu, Tasya sering konseling ke guru BK untuk menerima saran-saran dari guru BK. Setelah beberapa kali konseling, guru BK menyarankan Tasya untuk mencoba Poltekes melalui jalur PMDK dengan mengambil jurusan keperawatan. Saat itu Tasya bingung, apakah dia harus mengikuti saran dari guru BK atau tidak. Tetapi jauh dilubuk hatinya, Tasya masih ragu, “Menjadi perawat?? Waahhh apakah itu memang minatku? apakah aku sanggup? Ahhh.. kayaknya ga cocok deh, karena perawat membutuhkan kesabaran, ketelitian, dan ketelatenan dalam mengurus orang, sedangkan aku??” pertanyaan-pertanyaan itu yang terus mendera tasya. Dan akhirnya Tasya memilih untuk tidak mengikuti PMDK dari Poltekes tersebut.
Januari akhir, dibuka pendaftaran untuk salah satu sekolah kedinasan. Tentu saja sekolah kedinasan sangat banyak diminati oleh siswa, karena ketika diterima disana, siswa akan mendapatkan uang saku selama pendidikan, dan tentu saja dengan biaya pendidikan yang gratis serta langsung disalurkan kerja di salah satu instansi dengan status kerja adalah PNS. Siapa yang tidak tertarik? Ria salah satu sahabat Tasya yang juga teman sekelas, mencoba untuk mendaftar di sekolah kedinasan tersebut. Ria dikenal sebagai siswa yang cukup pintar. Melihat Ria mendaftar di sekolah kedinasan membuat teman-teman lainnya pun ingin ikut mendaftar. Hal ini membuat Tasya pun tertarik untuk mengikutinya, ya anggap saja iseng-iseng berhadiah, toh tidak ada salahnya sekedar mencoba, begitu pikir Tasya. Untuk kemudian Tasya mengambil formulir pendaftarannya tanpa berdiskusi terlebih dahulu dengan mamanya. Sesampainya di rumah, Tasya baru mengutarakannya kepada mamanya.
Tasya : Mah, Tasya daftar sekolah kedinasan ya? Kan lumayan mah, kalo Tasya masuk dapet uang saku.
Mama : Kamu yakin? Kamu aja dibangunin susah, gimana di asrama bangunnya kan harus pagi, belum lagi ngurus diri sendiri, kalo sakit ngerasain sendiri, disana juga harus kuat mental, kamu aja dibentak dikit cengeng, gimana disana jika dibentak terus sama senior. Disana pendidikannya keras.
Tasya : Tapi mah, disana kan mama jadi ga perlu pusing-pusing biayain sekolah Tasya. Udah gitu dapet uang saku lagi, kan lumayan mah.
Mama : Tapi emangnya sanggup jalaninnya? Mama sih terserah aja kalo mau coba, biar ga penasaran, jangan nyesel aja nantinya.
Tasya : Ya udah ya mah, Tasya coba.
Tasya mulai untuk mengisi formulir pendaftaran dan melengkapi persyaratan administrasi seperti: surat keterangan sehat, surat keterangan bebas narkoba, surat bebas buta warna, dst ditemani oleh wanita super yang selalu mendukungnya yaitu mama. Ketika semuanya sudah dilengkapi, kemudian persyaratan tersebut dikirimkan ke panitia pengurus mahasiswa baru (maba). Pengirimannya pun mepet sekali, tepat hari terakhir batas pengumpulan persyaratan. Kemudian mama Tasya menyusul ke sekolah Tasya untuk pengiriman berkasnya ke kantor pos sekitar jam setengah tiga sore, karena kantor pos tutup jam 3, mama Tasya bergerak cepat supaya tidak terlambat. Dan akhirnya semua bisa diselesaikan tepat di hari terakhir batas pengiriman. Tasya pun pesimis jika berkasnya tidak diterima oleh panitia. Seminggu kemudian, Ria menanyakan ke Tasya.
Ria : Sya, gimana udah dihubungin panitia belum? Gue udah ni, gue lolos tahap I administrasi.
Tasya : Hah? Serius? Ih enak banget. Aku belum nih Ri, engga diterima kali ya, kan waktu itu ngirim berkasnya mepet banget.
Ria : Yaelah, paling juga bentar lagi ditelpon.
Tasya : Ga tau deh Ri. Ha ha ha (sambil ketawa cemas)
Keesokan harinya Tasya menanyakan tentang telepon dari panitianya tersebut, kepada Ria, “Gemana telp dari Panitia itu Ri?’
“Iya gitu deh, gue juga gak nyangka tiba-tiba dapat telpon dari panitia, katanya lulus ke tahap selanjutnya, terus disuruh cek email karena jadwal pelaksanaan ujiannya dikirimkan lewat email”.
Tasya hanya bisa berharap-harap cemas, secara jujur semakin waktu bergulir, rasanya semakin pesimis saja dapat kabar baik dari panitia penerimaan. Namun hal yang tidak terduga terjadi, sekitar jam 9 malam saat Tasya bersiap untuk tidur, tiba-tiba ada telepon dari panitia yang menyatakan bahwa Tasya telah lulus tahap I seleksi administrasi, sama seperti halnya Ria, Tasya pun diminta mengecek email untuk mengetahui jadwal pelaksanaan ujiannya. Ternyata jadwal ujian Ria lebih dahulu dibandingkan Tasya. Namun tentu saja ini tidak mengurangi kebahagiaan Tasya. Pemberitahuan itu menjadi kejutan manis yang membuat hari Tasya begitu berbunga dan penuh harap.
Tiba waktunya hari pelaksanaan ujian, tak dinyata Tasya bertemu dengan Ria, wajah Ria sangat sumringah,
“Ri, bahagia banget elo kayaknya’,
“Gue lulus Sya!” jawab Ria setengah berteriak, ya.. wajar saja, siapa yang gak bahagia dan bangga bisa lulus ujian ini. Hati Tasya degdegan, duhhhhhh gue gmn ya..? Tasya semakin gugup. Tasya sangat khawatir tidak lulus dan harus pulang dengan membawa berita yang mengecewakan keluarganya, ahhh memikirkannya saja membuat Tasya sedih dan selalu berpikir tentang mamanya yang sudah begitu banyak berkorban untuk dirinya. Kemudian Tasya masuk ke ruang pelaksanaan ujian dengan tidak henti-hentinya membaca doa. Karena pelaksanaan ujian dilakukan oleh komputer, ketika selesai ujian langsung didapatkan hasilnya. Dan hasilnya……… Tasya lulus!!!! Kemudian mereka pulang dan mengucap syukur kepada Allah SWT.
Dengan penuh kegembiraan Tasya memberitahu keluarganya bahwa Tasya lulus ketahap selanjutnya. Mama Tasya sangat bersuka cita mendengarnya
Mama : “Masih ada ujian lanjutan Sya? “
Tasya : “Iya mah. Ujian psikotes,”
Mama : “Dimana lokasi psikotestnya?”
Tasya : “Di Lenteng Agung Ma, yuk kita survey ma! Kan mulainya jam setengah tujuh. Kalo ga sekarang kapan lagi,” Tasya memaksa, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB.
Mama : “Udah malem banget, coba tanya Ria, mungkin dia sudah tau lokasinya”.
Tasya : “Iya mah.”
Tasya menelepon Ria, ternyata Ria sudah survey tempat, dan besok akan diantar oleh orangtuanya. Ria mengajak Tasya untuk bareng ke tempat tersebut. Tentu saja Tasya dengan senang hati menerimanya.
Keesokan harinya mereka psikotes. Orangtua Ria setia menunggu anaknya yang sedang tes. Tasya teringat pada orangtua yang sedang mendoakannya dirumah. Tes psikotes berjalan dari pagi sampai dengan pukul 17.00. Mereka pun menunggu pengumuman tes tersebut. Ternyata mama Tasya datang untuk menemani, Tasya sangat senang. Pengumuman pun tiba, Ria dan Tasya lulus ke tahap selanjutnya.
Tahap III adalah wawancara. Ketika Tasya dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan, tak henti-hentinya Tasya membaca doa. Tasya berharap dapat menjawab pertanyaan dengan lancar. Di dalam ruangan Tasya merasa sedikit lega karena pewawancaranya tidak membuat Tasya merasa kaku, dan tes tersebut berjalan dengan lancar. Semua calon mahasiswa (cama) lanjut ketahap selanjutnya.
Tahap terakhir adalah tes fisik dan kesehatan. Tasya cemas dengan tes fisiknya karena dia jarang olahraga dan kurang memperhatikan kesehatan. Ketika tes lari jauh, Tasya ada di urutan terakhir dari yang lain. Sedangkan Ria berada di tengah-tengah. Tasya sangat menyesal karena tidak mempersiapkan ujian tersebut dengan optimal dan kurang memperhatikan kesahatan fisiknya. Hari terakhir perjuangan pun membuat Tasya merasa sedih karena harus berpisah dengan teman-teman barunya dari berbagai daerah.
Semua tahap ujian telah Tasya jalani. Hari pengumuman merupakan hari yang sangat mendebarkan, mahasiswa yang diterima dikabarkan lewat telepon. Ria diterima sebagai mahasiswa baru, namun ternyata harapan Tasya harus pupus sampai disitu, Tasya tidak diterima sebagai mahasiswa baru. Sedih, menyesal, kecewa, .. semua perasaan berkecamuk dihati Tasya. Satu hal yang sangat membuat Tasya sedih dan menyesal adalah dia merasa telah mengecewakan keluarganya. Rasanya gak tega membayangkan mamanya yang sudah menitipkan begitu besar harapan kepadanya.
Namun apapun yang terjadi mungkin itulah yang terbaik, bagaimana pun Tasya harus melalui hidupnya dan menumbuhkan harapan baru untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.
Ceritanya jadi ngingetin pas taun kemarin daftar ptn, hasilnya gagal juga. Mungkin emang jalan terbaiknya bukan di situ. Nice story, nice quote. Keep cheer up to writing nice stories! (Y)